Robert melotot, terkesiap mendengar kalimat lengkap dan jelas dari Arkan barusan. Dia ternganga dengan ucapan Arkan yang membuat hatinya tertegun. "Mas Galak bilang apa barusan?" tanya Robert.
Arkan dalam emosinya kembali mencetus, "Gue suka sama lo! Gue sayang sama lo! Gue cinta! Masih lo pura-pura bolot? Pura-pura gak tau tentang perasaan gue ke elo? Pura-pura kalau gue gak cemburu tiap lo deket sama Matt, tiap lo cerita-cerita tentang Hema ke gue. Lo pikir gue gak cemburu? Lo pikir gue gak panas? Gak kesel?"
Mata Robert berkedip-kedip tak percaya dengan apa yang harus dilakukannya saat Arkan terpuruk emosi dan melontarkan semua itu pada Robert.
"Pernah gak kamu mikir perasaan saya? Gak pernah!" timpal Arkan sekali lagi.
"Mas Galak..."
"Pernah gak kamu ngerasa ada di posisi saya? Gak pernah!"
"Mas..."
"Lo cuma ada di depan muka gue doang, Bet! Tapi lo gak bisa gue gapai. Hati lo gak bisa gue genggam"
Robert terus menatap mata Arkan dengan lamat. Matanya berkaca-kaca. Rasanya lebih sakit mendengar pengakuan jujur Arkan ketimbang menghadapi ocehan dan galaknya Arkan padanya.
"Gue juga gak ngerti. Gue gak tau, sama perasaan gue ini. Gue gak pernah ngerasain ini sebelumnya"
"Kenapa harus saya, Mas?"
"Lo pikir gue juga mau gitu sayang ke elo? Suka sama lo??? Perasaan kan gak bisa di atur-atur, Bet!" ujar Arkan.
Robert menyimak diam. Perasaannya tak keruan. Kacau. Bingung. Dia hanya diam.
Arkan juga diam memandangi Robert. Nafasnya hampir saja habis. Dia tidak tahu ingin mengutarakan apa lagi. Sedangkan dadanya sudah panas karena akhirnya dia mengakui. Mengakui segala rasa yang timbul akibat ulah Robert. Mengakui perasaan yang selama ini sengaja dia simpan dan dia tahan. Mengakui betapa sesaknya menahan rasa selama ini pada Robert. Berkata jujur tentang perasaannya yang membelenggu, karam.
Sedang Robert hanya diam di tempatnya.
"Sekarang apa pendapat lo?" tanya Arkan.
Robert diam menopang hatinya kuat-kuat. Sungguh, dia tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Sampai perasaannya tak kunjung tentu, dan akhirnya dia malah bertanya, "Mas Galak mau minum kopi?"
Arkan memejamkan matanya, geram. Ingin rasanya dia meneriakkan kalimat kasar ke telinga Robert. Tapi rasanya itupun juga tak ada gunanya. Yang dicinta, tak paham akan peka.
"Saya buatin yo, Mas?"
"Bert, lo tuh ngehargain gue gak sih? Gue tuh udah capek-capek ngomong, ngaku, jujur, tapi lo malah ngeremehin gitu sih?" tanya Arkan.
"H-habisnya saya ndak tau mau jawab opo toh, Mas. Masnya juga galak banget ngejelasinnya, mbok ya saya jadi takut lho, Mas" tutur Robert.
Arkan hanya bisa menghela napas. Sial. Ini anak emang bocil banget. Arkan terus membatin dalam diamnya sampai ketika suara ponsel Robert berbunyi.
Nomor tak di kenal menelponnya.
Baik Robert dan juga Arkan melihat ke arah ponsel tersebut. Robert langsung menjawab panggilan tak dikenal tersebut. "Halo?"
"Siapa?" tanya Arkan pada Robert tanpa suara.
Robert menggeleng, tak tahu.
"Speaker!" suruh Arkan.
Robert pun memencet tanda speaker pada layar ponselnya.
"Halo... Robert???" suara terdengar jelas dari ponsel tersebut.
"Iya, ini dengan siapa, toh?" tanya Robert.
"Ini gue Hema, Bert!"
"Oalaaah, Mas Hema???" Robert mendadak antusias dan tersenyum sumringah mendengarnya. "Apa kabar toh, Mas?"
Mengetahui bahwa si penelpon adalah Hema, Arkan mendadak gusar dan diam. Terlihat jelas di wajahnya bahwa dia sedang menahan sabar.
"Baik. Lo gimana disana? Baik-baik aja kan?" tanya Hema dari ujung telpon.
"Baik, toh, Mas. Mas Hema tumben nelpon saya?" tanya Robert.
"Gue kangen lah sama lu, Bert"
Pipi Robert terlihat merah berseri. Dia tersenyum malu. "Moso toh, Mas?"
Arkan masih diam di tempatnya, panas dengan apa yang didengarnya barusan.
"Iyaaaaa. Rumah sepi gak ada lo, Bert!" cetus Hema. "Lo kapan pulang?"
"Nje, Mas. Secepatnya saya akan pulang. Tapi... Mmm... Mas Hema punya nomor saya dari mana, toh? Perasaan, saya belum pernah kasih nomor telpon saya ke Mas Hema"
"Ini, di atas meja kamar kayak ada bekas kartu selular gitu. Gue udah feeling aja kalo itu nomor lo, makanya gue simpen"
"Mas Hema simpan nomor saya, toh?" Robert tambah antusias.
"Iyalah, Bert. Kan gue kangen sama lo!" cetus Hema.
Arkan di tempatnya semakin panas. Dadanya terasa sesak. Hatinya sakit mendengar percakapan yang baginya teramat menjijikan itu. Dia pun langsung berjalan keluar, meninggalkan Robert di kamar, membanting pintu keras-keras.
Robert tersentak seketika. Dia memandang ke arah pintu.
Sementara suara Hema terus bertanya-tanya, "Bert... halo... halo, Bert! Itu suara apaan? Kenceng banget? Halo..."
"Eh, ya, Mas?" Robert terengah, "Maaf"
"Lo gapapa?"
"Ndak. Ndapapa kok, Mas" Perasaan Robert masih gundah gulana terhadap Arkan.
"Perasaan gue gak enak dari kemaren tentang lo, Bert. Makanya gue baru sekarang berani buat nelpon lo, takutnya juga lo lagi sibuk"
"Ndak kok, Mas. Saya ndak terlalu sibuk" ujar Robert. Pikirannya masih mengawang pada kalimat Arkan yang bolak-balik mengaung di telinganya, Gue tuh sayang sama lo, masa lo gak bisa ngerasain itu sih?
~
Arkan merokok di tangga pintu darurat sambil menitihkan air matanya. Dia sakit hati. Hancur. Perasaannya ringkih.
"Arkan, bego! Udah tau gak mungkin, malah lo akuin! Depan orangnya pula!" cetusnya sambil terisak.
Arkan memejamkan matanya, menitihkan air matanya lagi. Tiap air mata yang keluar, selalu atas nama Robert yang mengalun dari tubuhnya. "Kenapa sih!!! Apa gue gak bisa dicintai sama orang yang gue cintai??? Kenapa harus gue yang ngerasain perasaan sialan kayak gini??? Dan kenapa harus ke si Robert, coba???"
Wajah Arkan sudah merah. Urat dikepalanya sampai terlihat. Pipinya basah. Matanya sembab. "Gue udah usaha, tapi gak dihargain sama orangnya!!! Apa karena dia gak sayang sama gue??? Atau memang dia cuma nganggep gue ini sebagai orang lain. Sebagai bosnya aja?" Arkan menghela napas, sedih. "Tapi kenapa giliran si Hema yang nelpon dia, bilang kangen nanyain kabar, dia malah seneng banget kegirangan! Apa gue nih gak ada harganya gitu dimatanya? Seenggaknya jaga kek perasaan gue, ya Allaaah"
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST ON YOU (END 21+)
FanfictionWARNING : CERITA INI BERUNSUR LGBT, DAN MENGANDUNG KALIMAT KASAR. TIDAK DI ANJURKAN UNTUK HOMOPHOBIA. Ini cerita tentang seorang laki-laki yang (bisa juga) jatuh cinta. Robert Wiguna (17) lulus SMA dari Desa Kartasari, Jatim. Dia tinggal bersama Bud...