Chapter 34

1.7K 170 38
                                    

Robert bahagia karena bisa memborong belanjaan sebegitu banyaknya hinga bertas-tas besar.

Arkan kebingungan sendiri, "Ya Allaaaah, lo mau buka toko baju sendiri apa, hah? Ini banyak banget gila!"

"Lah, tadi katanya Mas Galak boleh ambil semuanya yang saya mau toh, Mas?" tanya Robert.

"Iya, tapi gak semuanya baju. Beli yang penting-penting aja kenapa sih? Ini baju segini banyaknya buat apa, Beeet??? Mana ada baju cewek lagi! Jangan-jangan Hema ya, yang nyuruh lo ngelakuin ini? Iya? Dia manfaatin lo, kan?" tanya Robert bertubi-tubi.

Robert menggeleng. "Ndak kok, Mas. Sumpah. Saya ndak disuruh sama Mas Hema"

"Ya terus buat apa baju sebanyak ini, Bett??? Ukurannya aja beda-beda"

"Saya beliin juga buat Pak Faiz, Syifa, Kanam, Ican, Iwang sama Alim, Mas. Ada juga buat Pak Haji"

"Mereka itu siapa?" tanya Arkan.

"Mereka teman-teman di kompleks saya toh, Mas. Kasihan kalau ndak saya belikan oleh-oleh. Jadinya saya..."

Arkan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Bet! Lo baik boleh, tapi sewajarnya dan secukupnya aja ya. Jangan terlalu banyak mikirin orang lain. Pikirin juga diri lo sendiri"

Robert menunduk, "Maaf toh, Mas Galak"

"Yodah yodah, itu belanjaan biarin aja dibayar. Tapi ingat! Cuma untuk kali ini aja ya! Besok-besok gak ada lagi"

Robert tersenyum antusias, "Bener toh, Mas?"

Arkan mengangguk, "Iyaaa"

"Makasih banyak toh, Mas. Makasih banyak"

"Peluk dong guenya" Arkan mupeng.

Robert terkesiap sejenak. Dia heran dan bingung, "Peluk...? Kenapa harus peluk toh, Mas? Buat apa?"

"Kan udah dibelanjain, gimana sih lo!"

"T-tapi bukannya belanjanya pake kartunya Pak Ferdinan toh, Mas. Berarti yang bayar ki... Pak Ferdinan kan, Mas?"

"Tau ah, tai!" Arkan melengos pergi menuju kasir.

"Mas Galak... Mbok ya jangan ditinggal sayanya toh" Robert menyusul.

~

Sehabis belanja, Arkan dan Robert singgah di pantai tercantik di kota Manado. Pantai itu begitu indah dengan hamparan sisi pasir putih yang lembut. Serta luasnya air laut yang dominasi dengan warna biru

"Besok kita pulang yo, Mas?" tanya Robert. Ia dan Arkan duduk menghadap ke pantai di atas kursi panjang santai.

"Iya, kenapa lo? Gak sabar pengen ketemu Hema?" tanya Arkan, ketus.

"Ndak toh, Mas. Saya justru malah merasa, cepat sekali rasanya saya menjalani hari saya di Manado bersama Mas Galak" ujar Robert.

Entah angin darimana Robert bisa berkata seperti itu pada Arkan. Membuat jantungnya terasa ser-seran. "Kalo alasannya karena lo pengen cepet-cepet ketemu Hema juga gak masalah kok"

Robert menunduk gundah, "Giliran saya jujur, salah. Bohong apalagi. Mas Galak emang Galak yo!"

"Daripada lu! Gak punya hati! Bisanya cuma mainin perasaan orang aja"

Robert berpikir sejenak, "Mainin perasaan orang ki... cara mainnya gimana toh, Mas? Saya bingung, wong dari lahir ndak pernah mainin perasaan toh, Mas. Mainnya tuh ya petak umpet, batu tujuh, taplak gunung ki ndak pernah saya main perasaan toh, Mas"

Arkan menghela napasnya dengan panjang. "Beeeettt... dengerin gue nih ya. Gue itu... suka! Jatuh cinta! Sayang sama lo! Semua itu... adalah wujud perasaan gue ke elo saat ini. Tapi elonya gak pernah mau peka. Gak mau nyadarin itu! Itu sebabnya gue bilang ke elo kalo lo cuma bisa mainin perasaan gue aja!"

Robert diam seketika.

"Apa sih kuranganya gue, Bet? Gue kurang ganteng? Kurang kaya? Kurang apa? Apa karena kita beda agama??? Bet, gue kasih tau ya, gue jatuh cinta ke elo aja itu udah salah. Dan bagi gue... gue udah gak peduli apapun lagi kalau gue udah sayang sama orang! Ngerti lo!"

"Tapi... seharusnya Mas Galak ndak boleh punya perasaan seperti itu ke saya toh, Mas. Dosa lho, Mas. Karena Mas Galak kan sudah punya Istri dan anak. Ndak baik bagi saya untuk ikut masuk ke dalam kehidupan Mas Galak toh, Mas. Saya ndak mau menjalani hubungan jika harus menyakiti orang lain, Mas. Saya ndak bisa"

Arkan menitihkan air matanya seketika, "Karena itu lo lebih milih perasaan lo buat Hema dibandingkan gue? Iya kan?"

"Mas Galak... saya hanya ndak mau menyakiti hati orang-orang disekitar Mas Galak. Saya ndak mau menjadi perusak rumah tangga orang kalau saya harus membalas perasaan Mas Galak. Makanya lebih baik saya begini saja"

Arkan beranjak dari duduknya. Dia malas mendengar alasan apa-apa lagi dari Robert.

Robert pun turut berlari menyusulnya. Mereka berjalan menuju hotel. Arkan terus berjalan sampai masuk kamarnya.

"Mas... jangan marah-marah lagi toh, Mas. Saya..."

CUP. Arkan langsung menyium bibir Robert di dinding. Lantas dia memasukkan lidahnya ke dalam mulut Robert, mencari-cari sela kenikmatan yang ada. Robert hanya bisa diam saja tak melakukan apa-apa.

Sejurus Arkan menjongkokan Robert dengan cepat. Lalu membuka semua pakaian yang dikenakannya hingga dia benar-benar telanjang bulat di hadapan Robert.

Sementara jantung Robert berdegup kencang. Entah kenapa dia tidak bisa melakukan penolakan dan perlawanan. Ada yang salah dengan hatinya kini. Hatinya seakan mencetus untuk diam saja.

"Apa yang lo lakuin kalau gue udah begini di hadapan lo, Bet?" tanya Arkan.

Robert diam di hadapan penis Arkan yang mengacung tegak.

"Gue gak mau ini jadi satu pelecehan. Gue gak akan maksa. Lo boleh pergi, atau lo tetap disini ngelanjutin apa yang udah gue mulai!" cetus Arkan.

Robert seakan ragu-ragu berhadapan dengan Arkan yang tengah telanjang kini.

"Lo pilih apa?" tanya Arkan sekali lagi.

Robert pun perlahan-lahan memegang penis Arkan yang mengacung itu lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Hingga kemudian Robert pun menghisapnya layaknya menghisap permen lolipop.

Arkan mengerang merasakan kenikmatan. "Aaahhh... enak, Bet"

Mendengar kalimat itu, Robert malah mempercepat gerakan menghisapnya.

"Ssshhhh... aaahhh... sedikit pelan-pelan, Bet, biar gak gampang keluar"

Robert malah semakin mempercepat gerakannya hingga Arkan tak tahan lagi. "Aaahhh... Bett pelan-pelaan"

Crot.

Arkan buru-buru mengeluarkan penisnya dari mulut Robert dan malah menumpahkan sisa cairan spermanya pada wajah Robert.

TO BE CONTINUED

LOST ON YOU (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang