"Bert... gue pengen ngomong serius sama lo, Bert. Mumpung kita cuma lagi berdua, dan lagi di situasi tenang dan nyaman tanpa gangguan si brandalan itu!" cetus Arkan.
"Maksud Mas Galak, Mas Hema?" tanya Robert.
"Ya lo taulah, maksud gue! Siapa lagi kalo bukan dia?" tanya Arkan.
"Maaf toh, Mas. Saya pikir... Pak Yugo!" ujar Robert, dodol.
"Lo mikir kalo gue ngatain Pak Yugo berandalan gitu???"
Robert manggut-manggut.
"Gila lu, Bet ya? Pak Yugo itu berwawasan kali. Berpendidikan. Good attitude. Beda jauh sama si Hema-hema itu!" tukas Arkan.
"Yowis, Mas Galaknya mau ngomong opo toh, Mas?" tanya Robert.
Tuan Arkan menghela napasnya. Kemudian dia memegang tangan Robert, "Bert..."
"Ya?"
"Gue kali ini beneran serius, Bert! Sumpah, Bert! Atas nama Tuhan gue. Atas nama agama gue yang melarang keras perasaan gue ini. Atas nama cinta gue yang sedemikian besarnya dari hari ke hari, gue suka sama lo, Bert! Gue sayang sama lo! Gue cinta sama lo!" tutur Arkan. "Apa itu gak cukup? Apa itu kurang buat lo, Bert???"
Robert diam, menatap Arkan serius, lirih.
"Apa gue yang kurang, Bert? Apa bagi lo, gue ini gak ada apa-apanya dibandingin sama si Hema?" tanya Arkan.
Robert masih diam.
"Apa karena Hema jauh lebih muda? Jauh lebih cakep? Jauh lebih imut dari gue, Bert???" tanya Arkan bertubi-tubi.
Robert menggaruk-garukan kepalanya yang tidak gatal.
"Gue ganteng juga kan, Bert? Kalo gak, gak mungkin dong satu kantor pada suka sama gue, Bert" tukas Arkan, pede banget.
Robert seketika bingung.
"Ayolah, Bert. Tolong terimalah cinta gue ini ke elo. Terima perasaan gue ini ke elo, Bert. Gue tulus sama lo. Gue gak akan main-main, dan nyampakin lo, Bert!" tutur Arkan.
"Tapi..."
"Tapi apa, Bert?"
"Bagaimana dengan perasaan istri Mas Galak sendiri? Ibu Maudi. Kalau dia tahu ini, dia pasti akan sangat marah. Terlebih dengan Mas Arsen, dia juga pasti ndak akan terima, Mas, kalau sampai cinta Bapaknya di berikan juga kepada saya" terang Robert, "Apalah artinya saya, Mas. Saya iki bukan siapa-siapa. Saya ndak pantas mendapatkan cinta dari Mas Galak. Toh, selama ini saya sudah menganggap Mas Galak ki sebagai saudara saya, kakak saya, sahabat saya. Jadi saya..."
"Jadi lo nolak gue???" tanya Arkan seketika.
"Bukannya nolak toh, Mas. Tapi tolong juga Mas pikirkan baik-baik ucapan saya tadi. Ibu Maudi. Mas Arsen. Saya ndak mau ada yang tersakiti. Kalaupun harus ada yang tersakiti di antara kita, lebih baik orang itu adalah saya sendiri, Mas. Saya sudah biasa kok, merasakan rasanya sakit hati. Saya ndak masalah toh, Mas. Asal jangan istri dan anak Mas Galak toh. Mereka ndak salah apa-apa toh, Mas"
"Bert! Gue ini gay, Bert!!! Gue suka cowok sejak dulu! Bokap gue tau tentang itu! Makanya dia ngejodohin gue sama Maudi. Dan gue harus punya anak dari dia, Bert! Kalo Maudi tau itu juga apa dia gak akan lebih sakit hati???" tukas Arkan, berkaca-kaca. "Tolong lah, Bert. Lo ngerti gak sih, gimana rasanya ketika elo dihadapkan oleh sesuatu yang sama sekali gak bikin lo tertarik. Gak nyaman. Gak suka, tapi harus dipaksa suka!"
"Ada, Mas" tukas Robert, membuat Arkan terdiam. Lalu dia melanjutkan, "Itulah sebabnya kenapa saya bisa tinggal bersama Pak Faiz dan Mas Hema"
"Perjodohan, kan???" ujar Arkan.
Robert manggut-manggut.
"Yaudah, Bert. Ayolah, terima dulu perasaan gue. Terima dulu cinta gue ini. Gue akan bahagiain lo, Bert. Gue akan terus sayang sama lo, dan gue gak akan hianatin lo, Bert" tutur Arkan penuh harap.
Robert menatap Arkan dengan lirih.
"Please, Bert... gue mohon..." pinta Arkan.
"S-saya..."
Arkan menunggu.
"Maaf, Mas. Saya belum bisa jawab apa-apa" ungkap Robert.
"Why??? Kenapa, Bert?" tanya Tuan Arkan.
Robert pun menjawab, "Sejujurnya saya bingung, Mas. Karena ada dua orang yang begitu baik dan perhatian ke saya. Dan saya juga ndak bisa menyakiti perasaan keduanya, Mas"
Arkan menatap Robert dalam-dalam, "Hema?"
Robert perlahan menganggukkan kepalanya. "Mas Galak dan Mas Hema terlalu baik untuk saya, toh. Jadi saya ndak tahu harus apa. Dan tolong jangan menyuruh saya untuk memilih, Mas. Karena saya iki bukan siapa-siapa. Saya cuma ikut saja, kemana hati saya akan membawa saya berlabuh" ujar Robert.
Arkan pun diam. Menghela napasnya seketika. Dia mengerti maksud Robert. Dia paham.
Sampai ketika Robert dan Arkan dikejutkan oleh suara Hema yang berjalan menghampiri mereka berdua. "Bert!!!"
"Eh, sudah selesai, Mas?" tanya Robert pada Hema. Dia dan juga Arkan berdiri dari duduknya.
"Iye" jawab Hema. "Lo gak di apa-apain kan, sama si Om-om ini?" tanya Hema.
Arkan menekuk alisnya, sebal.
Robert menggeleng, "Ndak kok, Mas. Malahan, saya di jagain sama Mas Galak"
Hema malah sedikit cemburu, "Oooh..."
Yugo lantas berujar, "Pokoknya Hema... tolong kamu pikirkan tawaran Papa tadi ya sayang ya. Papa sangat ingin sekali kamu melanjutkan sekolah kamu. Kalau perlu sampai kamu S2. Ya nak ya?"
"Iya, Pah" tutur Hema, mengiyakan. "Nanti Hema akan bantu bujuk Kakek supaya dia akan ijinin Hema kuliah"
Yugo tersenyum, "Iya sayang" lalu dia mengambil sebuah dompet dan memberikan sebuah kartu kredit pada Hema. "Ini... kamu kalau perlu apa-apa, pake ini ya, sayang. Buat keperluan kamu sehari-hari. Tapi tolong, jangan disalah gunakan ya, Nak"
Hema mengangguk, dalam hati dia senang betul menerima kartu kredit dari Ayahnya. Namun dia tetap harus menjaga sikap. "Makasih Pah"
"Sama-sama, Sayang"
Arkan masih di ambang tak percaya. Dia berujar dalam hati, "Gila! Kalo begini sih, yang bener aja. Saingan gue makin berat dong, kalau ternyata si Hema anak gedongan juga. Bangke lah"
"Kenapa lo liat-liat?" tanya Hema pada Arkan.
Arkan hanya diam, tak menjawab.
"Ya sudah, kalau gitu sebaiknya Mas Hema biar saya dan Mas Gal, Pak Arkan saja yang mengantar ke rumah ya, Pak" ujar Robert.
Arkan melotot seketika.
"Kok gitu?" tanya Hema.
"Ya kan supaya Pak Faiz ndak curiga, toh?" ujar Robert.
"Udah gausah, lagian jam segini kakek palingan juga lagi jualan susu kacang" tutur Hema. "Gue balik bareng Bokap aja. Lo langsung aja ke kantor gih, sama gadun lo tuh!"
Arkan menatap Hema, kesal. "Yaudah, kalau gitu saya duluan ya, Pak" ujar Arkan pada Yugo.
"Iya, Pak Arkan. Terima kasih telah membantu" tutur Yugo.
"Sama-sama, Pak" ujar Arkan.
"Saya duluan yo, Mas" tutur Robert pada Hema.
"Iya! Tiati lo, jaga keperawanan lo dari tuh Om-om!" seru Hema.
Arkan hanya menoleh kesal, lalu terus berjalan menuju mobilnya.
"Hema... kok ngomongnya kasar gitu. Gak boleh ya. Pak Arkan itu rekan bisnis Papa juga loh" ujar Yugo.
Hema tertawa kecil, "Hema cuma becanda, Paaah"
Yugo geleng-geleng kepala, "Yaudah yuk, pulang yuk"
"Iya"
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST ON YOU (END 21+)
FanfictionWARNING : CERITA INI BERUNSUR LGBT, DAN MENGANDUNG KALIMAT KASAR. TIDAK DI ANJURKAN UNTUK HOMOPHOBIA. Ini cerita tentang seorang laki-laki yang (bisa juga) jatuh cinta. Robert Wiguna (17) lulus SMA dari Desa Kartasari, Jatim. Dia tinggal bersama Bud...