Chapter 23

1.5K 176 29
                                    

Setibanya di kediaman Arthur Arzafka, di kawasan perumahan extra large dan elit tersebut, Robert merasa sedikit bingung, "Apa betul ini rumahnya Mas Galak?" gumamnya.

Lantas Robert pun tak tanggung menghampiri pos jaga di dekat gerbang besar milik rumah keluarga Arzafka. "Permisi, Pak. Apa betul ini rumahnya Masa Galak toh?" tanya Robert dengan sebelas paper bag di tangannya. Tadi dia sempat kewalahan di dalam angkutan umum karena paper bag itu begitu menyusahkannya.

"Mas Galak?" Pak Andi yang bertugas sebagai keamanan di rumah itu garuk-garuk kepala. "Mas Galak siapa sih? Salah orang kali. Kamu mau dagang ya??? Gak boleh, disini perumahan elite. Gak boleh ada orang sembarang masuk apalagi jualan disini. Kecuali tukang sayur"

"Maaf toh, Pak. Tapi saya ki, bener perlu ketemu sama Pak Arkan toh" ujar Robert. "Ada barangnya yang ketinggalan"

"Oooohhh, kenapa gak ngomong dari tadi! Tunggu disini ya! Saya mau ke dalem dulu, mau manggilin Tuan Muda Arkan"

"Nje, Pak" Robert bernapas lega.

Tak lama kemudian Arkan pun keluar bersama Pak Andi menuju pintu gerbang yang masih terkunci rapat. Arkan masih mengenakan piyama tidurnya yang tebal.

"Oooh, dia sekretaris saya yang baru" cetus Arkan pada Pak Andi.

"Ooooh, maaf, Tuan. Saya pikir orang jualan" cetus Pak Andi.

"Udah, kamu bukain pintunya gih"

"Baik, Tuan" Pak Andi langsung membukakan pintu gerbang tersebut. Lantas Robert pun mengucapkan terima kasih dan berjalan masuk menghampiri Arkan.

"Ini baru jam berapa, Bet? Kan gue nyuruhnya jam 10, dan itupun ke kantor! Bukan ke rumah gue!" cetus Arkan.

"Nje, Mas. Saya tahu. Tapi... iki lho, baju-bajunya Dek Arsen kebawa sama saya! Tadi di rumah saya baru sadar toh, Mas" ujar Robert.

"Gue tau. Gue sempet nelpon lu, tapi gak aktif!"

"Maaf toh, Mas. Saya kelupaan isi daya baterai hape saya. Makanya mati, ndak mau nyala tadi pagi"

"Aturan pertama ya, Bert! Jangan sampe handphone lu tuh mati! Ngerti? Karena gue pasti akan terus hubungin lo!"

"Kenapa toh, Mas?"

"Aturan nomor dua! Lo jangan pernah tanya kenapa, kalo gue yang perintah. Ngerti?"

"Nje, Mas" Robert memberikan paper bag yang berisi baju-baju Arsen pada Arkan.

"Ini kenapa lo bawa lagi belanjaannya?" tanya Arkan.

"Kan supaya sekalian toh, Mas. Mau ke Manado"

Arkan memejamkan matanya, gemas. "Emang lo gak punya koper atau tas gitu, hah?"

Robert menyengir. "Maap toh, Mas. Tadi saya buru-buru"

"Yaudah!" ujar Arkan.

"Permisi, Mas" Robert pamit lagi.

"Heh! Mau kemana???"

"Ke kantor, mau tungguin Mas Galak disana saja"

"Yaelaaah, lu udah disini, ngapain lagi ke kantor. Udah ikut gue lu masuk! Udah sarapan belum?"

"Sudah, Mas"

"Makan lagi! Biar gemuk!"

"Tapi saya..."

"Apa peraturan nomor dua??"

Robert gelagapan, "Jangan membantah, kalau Mas Galak memerintah"

"Yaudah, ayo"

"Tapi..."

Arkan menarik tangan Robert, "Ayooo... sekalian gue kenalin lu ke istri sama bokap gue! Sama Arsen kan udah kenal"

Robert manggut-manggut.

~

"Mod... ini sekretarisku yang baru" ujar Arkan pada Maudi yang sibuk menyiapkan sarapan di meja makan besar.

Robert sedikit gemetar melangkahkan kakinya menuju rumah yang begitu besar itu, bak kantor gubernur.

"Halooo..." Maudi menyapa Robert dengan baik. Dia menjulurkan tangannya. "Maudi..."

Robert mengangguk senyum, membalas jabatan tangan Maudi yang halus bak tangan Tuan Putri.

Maudi menekuk alisnya sambil tersenyum, "Sepertinya... kita pernah ketemu ya... tapi dimana ya???"

"Oh ya?" ulang Arkan.

"Iya, Ar. Tapi aku lupa gitu loh" jawab Maudi.

Robert ikut berpikir. Dimana ya.

Sampai si kecil Arsen yang tampan datang dan duduk di kursi makan. "Mommy, I'm hungry. I need my corn cereal"

"Okay little darling. Tunggu Opa sebentar ya. Biar makannya sama-sama"

Arsen merungut sebal, memegang kedua pipinya. Menekuk alis.

"Aku mau mandi dulu" ujar Arkan pada Maudi.

"Okay" jawab Maudi.

"Lo duduk sini!" cetus Arkan pada Robert.

Robert mengangguk.

"Ayo duduk dulu..." suruh Maudi pada Robert.

Robert pun duduk segan di kursi makan tersebut. Seiring dia melirik ke arah Arsen disampingnya, lalu tersenyum segan sambil menutupi bagian tengah celananya. Dia takut anak ini akan menggigit penisnya lagi. Jangan sampai.

Arsen menekuk alisnya pada Robert, dan mencetus, "I hate you, bitch!"

Maudi melotot mendengarnya dan segeran menghampiri Arsen, "Oh my God, no no no! dont you dare to say that words, Honey! Itu gak baik. Gak boleh ya!"

Arsen memutar bola matanya.

Maudi tersenyum canggung pada Robert. Dia tidak pernah merasa semalu ini pada siapapun atas sikap anaknya. "Maaf ya, maafin Arsen. Maklum, namanya anak-anak. Yang baru di dengar entah darimana, pasti langsung ditiru"

Robert sendiri hanya senyum segan, karena tidak juga mengerti maksud dari ucapan Arsen barusan.

Maudi mengibaskan jari telunjuknya pada Arsen sambil menggelengkan kepalanya. Memperingati Arsen.

Sedang Arsen hanya menendang kaki Robert. Namun Robert pasrah saja. Lha wong anak Bos, masak tak lawan. Lha wong anak-anak, masa dilawan.

"Sebentar ya, Mommy panggilkan Opa dulu" ujar Maudi pada Arsen.

Arsen tak berhenti mencari ulah pada Robert. Dia bahkan usil menarik piring marmer di sampingnya. Hingga kemudian piring itu jatuh ke lantai dan pecah berserakan di lantai.

Robert meringis capek. "Aduuuh, Mas Arseeeenn, kenapa dipecahin toh, Mas???" keluh Robert.

"What is that??? Arseeen???" teriak Maudi dari kamar Opa Arthur.

"The stupid boy, Mommy!" balas Arsen, berteriak. Lalu dia cekikikan. "Cepat bersihkan! Nanti Mommy marah!" cetus Arsen.

Tanpa bantahan, Robert pun menurut dan berjongkok di bawah meja makan untuk membersihkan serpihan beling dari piring tersebut.

Arsen tertawa melihat Robert yang dibikin repot olehnya.

Sejurus suara dua orang saling bercakap dari pintu depan terdengar sampai dapur. Robert dapat mendengar jelas suara yang kecil itu, karena suasana di meja makan itu sangatlah hening.

Sampai dua orang itu memasuki ruang tamu di rumah besar itu. Robert seakan mengenali salah satu suara dari dua orang yang bercakap-cakap tersebut. Robert pun mencoba menguntit dari kolong meja makan besar tersebut. Dan betapa terkejutnya dia ketika melihat dua orang tersebut adalah Pak Muhlis dan juga Kristoff Wiguna, Ayahnya sendiri.

"Matek!!!" gumam Robert.

TO BE CONTINUED

LOST ON YOU (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang