"Mas Galak..." panggil Robert ketika akhirnya dia menemukan Arkan di balik pintu tangga darurat, sedang merokok dalam tangisnya.
Arkan terkejut dan cepat-cepat menghapus air matanya. "Mau apa lo kesini?"
Robert dengan wajah yang murung dan setengah berani itu turut berujar, "Mau ketemu sama Mas Galak"
"Mau ngapain?"
Robert hanya memegang-megang jari-jarinya. Gugup.
"Darimana lu bisa tau gue disini?"
"Parfumnya Mas Galak kecium sampe luar toh, bagaimana saya ndak bisa ketemu?" ujar Robert.
"Udah sana! Telponan aja sama si Hema! Gausah lu mikirin gue!" cetus Arkan.
"Mas Galak mbok ya jangan begitu toh, Mas, sama saya. Saya jadi ndak enak"
"Gak enak apa sih??? Hah??? Ngapain lo mikirin gue? Toh, lo juga gak punya hati kan! Gak pernah ngerti sama perasaan gue!"
"Tapi saya... saya peduli sama Mas Galak. Saya ndak mau Mas Galak jadi begini. Ayo toh Mas kita balik lagi ke kamar"
Arkan berdiri dari duduknya. Membuang rokok ke lantai dan menginjaknya sampai mati. Dia memejamkan mata, menahan agar air matanya tidak keluar lagi.
Robert mendongak, memerhatikan Arkan. Wajahnya sembilu melihat Arkan bersedih seperti itu. "Mas Galak nangis???"
Arkan mengusap wajahnya lagi.
"Astaga, Tuhaaan. Mas Galak kenapa nangis? Jangan nangis toh, Mas. Saya jadi ikutan sedih kalau begitu" Robert buru-buru keluar dari pintu darurat itu. Dia berlari cepat menuju kamar lantas mengambil kotak tissue di kamar tersebut.
Sejurus Robert kembali menghampiri Arkan yang masih di tempatnya berdiri. Robert lantas mengambil beberapa lembar tissue dari kotak itu kemudian dengan sigap menyeka pipi Arkan yang basah serta matanya yang sembab. "Jangan nangis toh, Mas"
Arkan mendadak diam, berhenti bergerak kala Robert memperlakukannya begitu manis. Menyeka air matanya adalah sesuatu yang belum pernah dilakukan siapapun terhadapnya, kecuali Robert.
Arkan tahu dia masih sungut dan marah pada Robert, tapi dia tak bisa menapik bahwa dia terenyuh akan kelembutan hati Robert. Walau Robert terbilang polos, setidaknya Arkan tahu bahwa dia begitu tulus.
"Kalau Mas Galak menangis hanya karena saya, saya mohon di maafkan ya, Mas. Saya minta maaf" tutur Robert, sambil terus memandangi Arkan dengan lembut.
Arkan terdiam, memandangi Robert terus menerus. Kasihan Robert. Seharusnya Arkan bisa paham, bahwa Robert masih terlalu dini untuknya. Robert terlalu muda. Sedangkan Arkan sudah berkepala dua, dan memiliki seorang anak dan istri. Dan sudah sepatutnya dia tidak marah dengan apapun yang dilakukan Robert saat ini. Toh, yang terpenting, dia sudah berkata jujur. "Makasih, Bert"
Robert memandang ratap pada Arkan, "Lha kok jadi Mas Galak yang bilang makasih. Seharusnya saya toh, Mas. Saya yang harus bilang makasih. Karena Mas Galak telah menyelamatkan saya tadi malam. Mas Galak telah mengorbankan nyawa Mas Galak untuk saya. Sekali lagi, terima kasih toh, Mas"
Arkan berbesar hati dan mengangguk. "Yaudah, ayo ke kamar"
"Nje, Mas" Robert menurut.
~
Hema sehabis pulang bermain bola di lapangan bulu tangkis kompleks yang sudah tak terpakai selain saat acara tujuh belasan itu datang dan duduk di depan warung Syifa.
"Eeeehhh, ada Bang Hema. Baru pulang main bola ya?" tanya Syifa. "Ampe keringetan gitu dah"
Hema dengan telanjang dada dan menggantung kausnya di sebelah bahunya itu mengangguk. "Teh botol dong, Fa!" pinta Hema.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST ON YOU (END 21+)
FanfictionWARNING : CERITA INI BERUNSUR LGBT, DAN MENGANDUNG KALIMAT KASAR. TIDAK DI ANJURKAN UNTUK HOMOPHOBIA. Ini cerita tentang seorang laki-laki yang (bisa juga) jatuh cinta. Robert Wiguna (17) lulus SMA dari Desa Kartasari, Jatim. Dia tinggal bersama Bud...