Sudah dua minggu berlalu. Semenjak itu juga, Rehan tidak lagi melihat Hilya muncul di hadapannya sekalipun hanya di kafe. Rehan sebenarnya bisa saja mengabaikan keberadaan gadis itu, namun bayang-bayang wajah Raza seringkali muncul di pikirannya semenjak dia tahu gadis itu adik Raza. Bahkan beberapa kali muncul di mimpinya. Kemunculan adik Raza tersebut disertai dengan fakta meninggalnya Raza membuat Rehan kembali mengingat semua tentang Raza.
Semuanya ibarat film yang diputar langsung di hadapannya. Kepala Rehan rasanya ingin pecah dan dadanya sesak ketika mengingat itu.
Sesungguhnya Rehan bisa saja melupakan kenangan pahit masa kecilnya. Melupakan bahwa ayahnya nyatanya menghilang ketika dirinya dan adiknya sangat membutuhkan kehadiran sosok itu, melupakan betapa sering adiknya menangis hanya karena rindu ibunya, melupakan betapa takutnya Rehan akan kehilangan adiknya saat itu ketika dia melihat tubuh adiknya terbaring lemah di aspal karena kecelakaan itu, melupakan betapa sakit hatinya ketika sang adik hanya terdiam bahkan terdiam karena dunianya mendadak gelap ketika bangun, dan melupakan betapa perihnya karena kebahagiaan hanya bisa dirasakannya sesaat hanya karena sang adik harus pergi jauh darinya, melupakan sesaknya dadanya ketika adiknya menolak untuk pergi dan memohon kepadanya agar tetap menahan kepergiannya, melupakan betapa tidak bergunanya dia menjadi seorang kakak dan bagaimana dia mengingkari semua janjinya kepada sang bunda akan selalu bersama adiknya dan lagi rasa sakit itu kembali dia rasakan ketika mengetahui bahwa sahabatnya sendiri adalah penyebab perginya sang adik.
Rehan ingin melupakan itu semua. Betapa dia melihat senyum adiknya saat mereka bertemu pertama kali setelah terpisah bertahun-tahun lamanya. Sayangnya, lagi dan lagi kehilangan itu kembali dia rasakandan kebahagiaan itu direnggut dalam waktu yang singkat. Sang adik akhirnya memang pergi untuk selama-lamanya.
Meninggalkan dirinya seorang diri menyusul sang bunda. Padahal saat itu, dia baru saja menerima telepon dari sang adik bahwa dirinya akan segera menghampirinya dan menyiapkan pernikahannya.
Lantas kehilangan seperti apalagi yang harus Rehan rasakan setelah semuanya ini? Dia tidak memiliki siapapun di dunia ini. Keluarga bundanya sudah tiada, apalagi karena bundanya anak tunggal. Begitu pula ayahnya. Lelaki yang bahkan Rehan tidak tahu keberadaannya itu sekarang bahkan hanya Rehan ketahui besar di panti asuhan.
Bukannya membenci Raza. Apalagi menyalahkan lelaki ramah itu dengan semua apa yang terjadi dalam hidupnya. Tidak, Rehan tidak sekejam itu. Rehan hanya ingin melupakannya. Melupakan Raza dan semua yang berkaitan dengan lelaki itu. Mengingat Rehan, maka dia akan kembali mengingat peristiwa menyakitkan dalam hidupnya. Rehan hanya ingin melupakan betapa gagalnya dia menjadi seorang kakak untuk Rayyan. Dia gagal melindungi orang yang dia sayang. Bagi Rehan itu terlalu menyakitkan dan membuat dadanya begitu sesak.
Dalam kesunyian malam, Rehan duduk sendiri di ruangannya. Aris dan yang lainnya sudah dua jam yang lalu pulang.
"Aris bilang lo bahkan gak pulang. Lo kenapa?"
"Lo kenapa disini? Nggak pulang?"
"Jawab pertanyaan gue aja. Jangan balik nanya."
"Alana nanti nyariin lo. Pulang sana."
Keanu terkekeh. Bukannya pergi dia malah duduk di sofa dekat Rehan yang kini duduk sambil menyandarkan kepalanya di sofa dengan mata terpejam.
"Alana tahu gue disini. Dia yang bahkan pengen gue kesini. Khawatir sama lo,takut lo bunuh diri katanya."
"Lo-"
"Assalamu'alaykum semuanya!" Suara berisik itu terdengar jelas dan memotong perkataan Rehan.
Perlahan mata Rehan terbuka dan dia melihat Tito pun sudah duduk di depannya bersama Arif. Jelas Rehan heran dengan adanya ketiga lelaki itu disini. Di ruangannya dengan beberapa bungkus makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate Until Jannah
Romance*Sekuel Cinta untuk Alana Rehan Nandatama, Pemuda berusia hampir 30-an tersebut sudah terlalu sering ditanyakan tentang 'kapan nikah?'. Pertanyaan yang sama itu tentu saja membuat Rehan malas dan bosan. Bahkan untuk menjawabnya pun Rehan sudah teram...