Tempat itu begitu sederhana. Namun bukan berarti tidak meninggalkan kesan apa-apa bagi para pengunjungnya. Justru tempat itu membuat sebagian besar orang begitu nyaman berada di dalamnya. Kesederhanaan itu sama sekali tidak membuat tempat bercat biru muda itu sepi. Apalagi dikala siang, tempat itu begitu ramai.
Masjid Al-Madaniah
Begitulah nama yang terpampang di depan gerbang masjid tersebut. Tempat itu pulalah yang biasanya menjadi tempat berkumpul mahasiswa yang tergabung di UKM Lembaga Dakwah Kampus. Tempat sederhana itu bukanlah alasan mereka enggan untuk berada disitu selain pada jam sholat, namun bagi para kader UKM tersebut tempat itu juga bisa dijadikan tempat istirahat sejenak menunggu jam kuliah dimulai atau pun tempat rapat besar ketika sekretariat UKM tersebut tidak mampu menampung banyaknya mahasiswa yang tergabung.
Kini seorang gadis berkhimar navy baru saja selesai melaksanakan sholat dhuha. Dirinya kemudian mengambil Al-Qur'annya dan bertilawah sejenak, sembari menunggu kedatangan dua sahabatnya. Suaranya sengaja tidak dikeraskan, karena khawatir adanya lelaki yang berada di balik hijab pemisah tempat sholat antara perempuan dan lelaki di masjid itu. Sepinya masjid saat itu membuatnya begitu merasa tenang dan nyaman untuk bertilawah.
Hingga lima belas menit kemudian, dua gadis muncul dari balik pintu masuk. Senyum keduanya membuat si gadis yang menunggu tersebut tak segan untuk ikut tersenyum.
Bukankah sedekah yang paling murah itu adalah tersenyum? Lagipula menampilkan wajah yang bahagia itu bisa membuat orang yang melihat merasakan aura positif.
"Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh," Ucap keduanya bersamaan.
Si gadis tadi menyudahi tilawahnya kemudian segera berdiri menyambut kedua sahabatnya. "Wa'alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawabnya sambil mencium kedua pipi dua orang tersebut bergantian.
"Sudah lama ya, Na?"
"Maaf banget ya, biasalah menunggu sang putri bersiap-siap itu butuh waktu yang cukup lama."
Hasna tersenyum melihat keduanya. Hilya yang disindir halus oleh Haifa hanya bisa menampilkan cengiran khas seorang Hilya dan itu hanya bisa dilihat orang-orang terdekatnya saja.
"Gak apa-apa. Aku juga belum terlalu lama kok." Kata Hasna lembut.
"Masa sih? Kalau nggak lama mukamu pasti gak cemberut kayak gini." Haifa menatap Hasna ingin tahu. Hingga tak lama kemudian, Hasna menghela napas pasrah tanda bahwa tebakan Haifa itu benar adanya.
"Cerita dong, abisnya penasaran banget nih. Aku yakin deh, wajahmu kayak gini bukan hanya karena nungguin kita berdua. Ada hal lainkan?" Hasna mengangguk lemah.
Haifa dan Hilya terlalu sulit untuk dibohongi. Ah, Hasna seolah lupa kalau mereka sudah terlalu seperti kembar tiga karena terlalu sering bersama-sama. Walaupun Haifa selalu disibukkan dengan kesibukannya sebagai aktivis kampus yang terlalu aktif. Hingga intensitas bertemu Hasna dan Hilya lebih sedikit. Namun bukan berarti Haifa tidak mengenal kebiasaan keduanya.
"Aku bakalan cerita. Tapi nanti. Selepas kita wawancara ke DPL KKN." Melihat Haifa yang sudah mau protes, Hasna lebih dulu menyela. "dan aku yakin kalian pasti belum sholat dhuha kan? Jadi aku akan tunggu kalian sholat dhuha dulu, setelah itu kita segera ke ruangan wawancaranya."
"Iya deh iya." Jawab keduanya kemudian segera melaksanakan sholat dhuha dulu. Kebiasaan mereka adalah sebelum bepergian apalagi pagi-pagi seperti ini mereka akan berwudhu dulu dari rumah.
Berbeda dengan tempat ketiganya, seorang lelaki bermata tajam itu sesekali membetulkan letak kacamata minusnya. Wajahnya masih serius menatap layar laptopnya. Dia sedang melihat data nama mahasiswa yang mendaftar di tempat penelitiannya. Sebagian besar dari nama itu adalah mahasiswa kelasnya sendiri, namun ada juga yang dari jurusan lain. Tipis memang, namun senyum tipis itu membuat wajahnya yang tadinya begitu serius kini bisa terlihat lebih santai. Dia tersenyum bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan nama mahasiswa yang belum pernah dia ajarkan itu terpampang jelas lengkap dengan fotonya ikut masuk ke pendataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate Until Jannah
Romance*Sekuel Cinta untuk Alana Rehan Nandatama, Pemuda berusia hampir 30-an tersebut sudah terlalu sering ditanyakan tentang 'kapan nikah?'. Pertanyaan yang sama itu tentu saja membuat Rehan malas dan bosan. Bahkan untuk menjawabnya pun Rehan sudah teram...