Lelaki berwajah minim ekspresi tersebut berjalan santai tepat di belakang gadis yang tadi duduk semeja dengannya. Ada penasaran yang bergelayut di pikirannya dari awal bertemu dengan gadis itu. Wajah tidak ramah, padahal gadis itu jelas selalu menampakkan keceriaan pada setiap orang bahkan senyumnya selalu terukir di wajah cantik itu, jarang bicara bahkan kalau Rehan tidak pernah melihat gadis itu bercengkerama dengan orang sekitarnya mungkin Rehan akan berpikir gadis itu pendiam, dan tak lupa ada tatapan yang tak biasa kalau Hilya menatap dirinya. Seperti ada cerita yang belum rampung di antara keduanya dan memang dua mata itu membuatnya mengingat seseorang. Keyakinan Rehan bahwa sikap gadis itu bisa jadi karena orang tersebut.
Langkah kaki Rehan terus mengikuti gadis itu berjalan. Tanpa disadarinya, sesekali tingkah gadis itu membuat senyum tipisnya terukir. Lihatlah, gadis itu berjalan dengan santai dan terkadang dia sengaja menghitung langkah kakinya dengan suara cukup lantang. Bahkan gadis itu tidak peduli dengan tatapan aneh orang-orang. Dia begitu asyik dengan dunianya sendiri.
Mungkin terlihat aneh memang, namun lebih aneh dirinya sendiri. Dia bahkan dengan mudahnya tersenyum hanya karena melihat perilaku aneh Hilya. Rehan tidak menyadari bahwa kini gadis itu sudah berbalik menghadap dirinya.
"Bapak ngikutin saya?"
Suara dingin itu menginterupsi dirinya. Langkah kakinya berhenti. Mata tajam gadis itu menatap dirinya. Ah tidak, dia tidak menatapnya tajam, hanya saja gadis itu semakin terlihat tidak ramah pada diirnya. Namun Rehan semakin merasa salah tingkah karena ya gadis itu benar. Dia mengikuti gadis itu. Tidak, Rehan ralat. Dia tidak mengikuti gadis itu dengan sengaja, hanya saja dirinya tidak sadar mengikuti langkah gadis itu.
"Pak Rehan ngapain ngikutin saya?"
Lelaki itu berpikir sejenak. Namun tiba-tiba Rehan teringat dengan Biru. Rehan menebak kalau lelaki itu kemungkinan adalah orang yang dekat dengan Hilya atau bisa jadi itu adalah kekasih gadis itu.
"Kamu pulang sendiri?"
Hilya mengernyit heran. Dosen sekaligus bos nya itu aneh. "Bapak kok malah balik nanya."
"Ya saya hanya bertanya. Gak dijawab juga gak apa-apa."
Mata Rehan tidak melihat siapapun dekat Hilya. Padahal gadis itu sudah berada di dekat sebuah motor matic. Lantas dimanakah sosok yang bernama Biru tersebut berada?
"Saya mau pulang sama siapa bukan urusan Bapak kan?" Tanya Hilya sarkas.
"Kamu itu pegawai saya, dan kamu juga mahasiswa KKN saya, jadi saya pun bertanggung jawab sama keselamatan kamu." Jelas Rehan. Dia tahu alasannya begitu klise bahkan bisa jadi menjadi tertawaan Hilya. Namun dia juga tidak mungkin mengatakan bahwa diirnya benar-benar mengikuti langkah kaki gadis itu. Ah tidak, Rehan tidak mau dicap sebagai penguntit.
Hilya mengernyit heran mendengar penjelasan dari bosnya tersebut. Sungguh lelaki itu teramat menyebalkan. Dalam hati sebenarnya gadis itu membenarkan penjelasan dari lelaki tersebut. Namun gengsi Hilya terlalu tinggi untuk mengakui tersebut.
"Saya sendiri, Pak. Tapi Bapak gak usah khawatir. Saya sudah biasa kok."
"Hilya.."
"Iya?"
Ditatap seperti itu membuat Rehan bingung. Jujur, lelaki itu ingin menanyakan mengapa gadis itu begitu ketus padanya bahkan sejak pertama mereka bertemu. Padahal gadis itu bukanlah tipikal gadis seperti itu jika bersama orang lain. Masalah ponsel, Rehan pikir itu sudah selesai. Apalagi gadis itu sendiri yang menolak untuk menerima bentuk pertanggungjawaban dari dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate Until Jannah
Romance*Sekuel Cinta untuk Alana Rehan Nandatama, Pemuda berusia hampir 30-an tersebut sudah terlalu sering ditanyakan tentang 'kapan nikah?'. Pertanyaan yang sama itu tentu saja membuat Rehan malas dan bosan. Bahkan untuk menjawabnya pun Rehan sudah teram...