"Wajah kamu kalau ditekuk gitu terus, nanti jelek loh." Rehan berkata santai, sedangkan gadis di hadapannya menatapnya dengan galak.
Ingin tertawa, takut gadis itu tambah tersinggung. Apalagi melihat wajah gadis itu sekarang, sungguh begitu lucu.
Bukan tanpa alasan gadis itu seperti itu. Disaat Rehan yang terus menelusuri jalan raya karena kebingungan ingin membawa gadis itu kemana, tiba-tiba suara tangisan di kursi belakang membuat Rehan berhenti. Tepat di depan kedai es krim. Rehan yang panik langsung membangunkan gadis itu. Aneh memang. Hilya menangis di alam bawah sadarnya. Daripada semakin membuat Rehan cemas, lelaki itu langsung membangunkan gadis itu. Memang susah, namun akhirnya gadis itu terbangun.
Jangan lupakan bagaimana wajah gadis itu begitu kebingungan karena melihat Rehan di hadapannya. Rehan kira, Hilya akan teriak marah-marah atau akan melakukan hal yang membuatnya terlihat seperti tersangka penculikan seorang gadis, namun gadis itu justru diam.
Hilya kebingungan namun tidak mengeluarkan suara apapun. Hingga akhirnya Rehan mengajaknya keluar mobil dan berakhirlah mereka di sebuah kedai es krim. Hilya sungguh jinak dari biasanya.
Tak lama kemudian, azan ashar berkumandang dan setelah lama bertahan dalam kebungkamannya, Hilya akhirnya bersuara. Menanyakan perihal mengapa Rehan tidak segera ke masjid sedangkan azan sudah berkumandang. Karena gadis itu sedang dalam masa haid, akhirnya Rehan pun berjalan sendiri ke masjid yang terletak tidak jauh dari tempat mereka saat itu.
Setelah sholat, Rehan menawarkan es krim untuk Hilya. Bukan tanpa alasan lelaki itu menawarkan hal itu pada gadis itu, mengingat apa yang terjadi tadi pagi di lokasi KKN, membuat Rehan cemas dengan kondisi gadis itu. Apalagi hari ini dia terlihat begitu jinak. Tidak mengeluarkan kata-kata ketus dan tatapan sinisnya. Hingga keduanya pun bertahan dalam diamnya masing-masing sampai akhirnya Hilya menerima telepon dari seseorang. Wajah gadis itu berubah. Dia terlihat kesal. Rehan pun memilih untuk menjauh dari gadis itu sementara. Membiarkan Hilya dengan urusan pribadinya.
Sekembali Rehan ke kedai, Hilya sudah terlihat menggerutu. Rehan tahu, setelah ini gadis ini akan kembali ketus. Namun melihat cara gadis itu meluapkan kekesalannya sungguh membuat Rehan jadi geli sendiri.
"Saya mau cari makan, kamu mau nggak?" Rehan yakin, gadis ini sangat lapar. Namun jawabannya ternyata lain dari perkiraan Rehan.
"Saya pulang, Pak. Terima kasih tumpangannya." Gadis itu beranjak dan segera memakai tas punggungnya.
Rehan ikut bangkit. "Kenapa kamu langsung pulang?"
Hilya menatap lurus ke lelaki itu. Wajahnya masih menampakkan kekesalan. Ah tidak, jangan dikira Hilya kesal dengan Rehan. Gadis itu justru mengucapkan kata maaf beberapa kali karena merasa tidak enak telah merepotkan dirinya. Padahal Rehan sendiri merasa tidak direpotkan hanya saja merasa bingung hendak dibawa kemana gadis itu tadi.
"Ini sudah sore. Saya harus pulang." Gadis itu menjawab.
Rehan tahu, gadis itu menolak ajakannya secara halus. Namun membiarkan gadis itu pergi di saat kondisi hati yang sedang tidak baik-baik saja itu justru bukan pilihan yang baik.
"Saya antarkan kamu pulang sehabis maghrib." Kata Rehan cepat.
"Nggak usah Pak. Saya sudah sangat merepotkanBapak sejak tadi."
"Kamu akan lebih merepotkan saya kalau tiba-tiba terjadi sesuatu dengan kamu di jalan."
"Tapi saya akan baik-baik saja."
"Kamu nggak akan bisa menjamin kalau kamu baik-baik saja."
"Bapak nyumpahin terjadi sesuatu sama saya di jalan?" "Kamu kenapa ngegas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate Until Jannah
Romance*Sekuel Cinta untuk Alana Rehan Nandatama, Pemuda berusia hampir 30-an tersebut sudah terlalu sering ditanyakan tentang 'kapan nikah?'. Pertanyaan yang sama itu tentu saja membuat Rehan malas dan bosan. Bahkan untuk menjawabnya pun Rehan sudah teram...