SUJ 28

1K 101 34
                                    

Waktu berjalan dengan cepat. Tanpa bisa manusia hentikan, detik dari detik berganti menit, berganti jam, hari hingga bulan. Satu bulan telah berlalu. Para mahasiswa itu sudah bersiap-siap untuk kembali ke kampus mereka setelah selama empat puluh hari berada di tempat orang. Menjalani perannya sebagai mahasiswa, berbagi ilmu bagi orang-orang sekitar dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungan tersebut.

Senyum cerah Rio diian Rehan begitu tampak melihat mahasiswa-mahasiswa itu sudah bersiap-siap melakukan pelepasan secara resmi di kantor desa setempat. Setelah tadi Rio dan Rehan berbincang-bincang santai dengan perangkat desa tersebut, kini keduanya ikut bergabung bersama para mahasiswa tersebut.

Acara pelepasan berlangsung selama tiga puluh menit. Setelah acara resmi itu, para mahasiswa itu segera berjalan menuju posko untuk mengambil barang-barang mereka. Seperti biasa yang terjadi selama empat puluh hari ini, banyak anak-anak yang sudah berada di posko tersebut. Menyambut mereka. Ah tidak, kali ini wajah mereka tampak begitu murung. Tidak ada raut bahagia disana.

"Assalamu'alaykum semuanya!" Faraz mengucapkan salam. Wajah lelaki itu sudah dibuat sebahagia mungkin, namun tetap saja, sapaan riang itu tidak membuat mereka menjawab salam itu dengan riang seperti biasanya.

Rehan dan Rio bisa melihat jelas, bagaimana aura kesedihan anak-anak itu. Bahkan mereka sudah mendengar dari beberapa mahasiswa itu yang mengatakan bahwa anak-anak itu sengaja membolos sekolah demi bersama mereka sebelum mereka pulang.

"Wa'alaykumussalam Kak Safar!" Jawab anak-anak itu. Melihat Safaraz, anak-anak itu berlari mendekati lelaki berwajah ramah itu.

"Kenapa kalian nggak sekolah?" Tanya Faraz. Kini lelaki itu duduk di bangku teras di kelilingi anak-anak tersebut.

"Biar bisa lihat kakak sebelum kakak pulang. Kan sekolah bisa besok." Anak berkuncir dua di hadapan Faraz menjawab dengan polos.

Safaraz memeluk anak itu. Tak lama kemudian dua mahasiswa lainnya datang dengan membawa beberapa bingkisan. Sementara Faraz dan dua mahasiswa lainnya membagikan bingkisan kecil tersebut pada anak-anak, Rio dan Rehan membantu mahasiswa lainnya mengangkat barang mereka ke dalam bis.

Rehan melihat Hasna yang sedang kesusahan mengangkat kardus. Ntah apa isinya, Rehan pun tidak tahu. Namun baru saja Rehan hendak menghampiri gadis itu, namun sosok gadis lain datang membantu mengangkat kardus itu.

Rehan pun melanjutkan mengangkat koper-koper ke dalam bis. Namun tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh.

"Na, aku.."

"Ya aku udah bilang, kardusnya biar aku angkat. Aku bisa sendiri." Hasna berseru kesal. Wajahnya yang putih tampak sekali sedang kesal.

Dua gadis itu menjadi pusat perhatian orang-orang. Rehan pun menatap ke arah dua orang tersebut.

"Tapi Na aku nggak sengaja. Itu juga jatuh karena.."

"Ya udah ya. Aku udah bilang aku bisa sendiri. Sekarang kamu lihatkan, kardusnya jatuh."

Mata Rehan membulat ketika melihat Hasna menepis tangan Hilya yang hendak memegang tangannya. Bahkan karena itu, Hilya terdorong ke belakang.

"Hilya!" Kali ini semuanya menatap pada Faraz. Lelaki yang biasanya berwajah ramah itu kali ini menampakkan wajah yang tidak biasa.

"Kamu kenapa Na? Kenapa sampai gitu?"

"Raz aku itu udah bilang kalau nggak perlu dia bantu. Tapi dia maksa. Dia ngeyel dan rebut itu."

Mata Faraz beralih ke Hilya. Wajah gadis itu seperti biasa, tampak begitu datar.

"Ya? Benar apa yang dibilang Hasna?" Pertanyaan itu membuat Hilya diam tidak bergeming.

Soulmate Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang