SUJ-8

2.3K 131 5
                                    

Perempuan yang tidak bisa dikatakan muda lagi itu hanya tersenyum-senyum melihat perilaku anak gadisnya. Usia gadis itu bukan lagi usia ABG 17-an apalagi usia di bawah 10 tahun, namun melihat perilakunya saat ini sang ibu justru merasa anak gadisnya seperti ABG usia 17-an. Gadis yang memakai jilbab instan berwarna hitam itu sedari tadi senyum-senyum sendiri. Matanya memang mengarah pada televisi yang sekarang sedang menayangkan film India, kesukaan sang ibu. Hanya saja terlalu aneh dilihat jika sang anak tersenyum manis sedangkan serial di depannya adegan yang seharusnya membuat air mata keluar karena sedih bukan karena tertawa. Namun tampaknya gadis itu tidak menyadari bahwa perhatian sang ibu sudah berpindah padanya.

"Tante kok senyum-senyum?" Pertanyaan polos yang keluar dari mulut anak kecil itu membuat dirinya tersadar. Wajahnya memerah karena menahan malu sekaligus gugup karena ketahuan senyum-senyum sendiri.

"Filmnya bagus, makanya Tante senyum." Jawabnya seyakin mungkin. Namun gelengan kepala keponakannya membuat gadis itu tersenyum kikuk.

"Kok Tante senyum, padahal di film itu aja orang lagi nangis?"

Amanda melihat ke layar televisi. Dirinya semakin malu mengetahui bahwa apa yang dikatakan Yasmin- keponakannya ternyata benar adanya. Bagaimana dirinya bisa tersenyum dengan alasan karena film itu bagus sedangkan saat itu adegannya sedang sedih-sedihnya. Namun dia tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya pada Yasmin, keponakannya yang baru berusia lima tahun itu. Bisa-bisa Yasmin dewasa sebelum waktunya. Apalagi keponakannya itu seringkali bersikap seperti orang dewasa dan sikapnya seperti itu sudah cukup membuat Amanda pusing.

"Maksudnya Tante, filmnya itu bagus banget. Aktingnya bagus, makanya Tante senyum."

"Makanya kalau jatuh cinta nggak usah ditunjukkan di depan balita, Man."

Mata Amanda mendelik sebal pada lelaki yang baru muncul dengan setoples kue kering tersebut. Ammar- kakak keduanya itu selalu saja membuatnya kesal. Bagaimana bisa dia menyebutkan Amanda jatuh cinta di depan keluarganya seperti ini, terutama Yasmin. Pasti sebentar lagi, dia akan diledek sang keponakan mengenai hal itu.

"Nggak usah ngarang gitu deh, Bang." Jawab Amanda dengan ketus.

"Lupa kalau Abangmu ini penulis novel? Makanya bisa mengarang indah, apalagi cuma rangkaian tulisan yang membuat pembaca baper-baperan sampai senyum-senyum sendiri kayak kamu. Itu mah gampang." Balas Ammar dengan penuh percaya diri.

Amanda berdecih kesal. Tak ayal bantal sofa yang tadi dia jadikan bantalan dilemparkan ke Ammar. Bukannya kesal, Ammar malah tertawa karena bantal itu sama sekali tidak mengenai dirinya.

"Gimana mau lemparin kode ke Pak Dosen, lemparin bantal sofa aja nggak bisa." Cibir Ammar membuat Amanda semakin kesal.

"Jatuh cinta itu apa, Tante?" Amanda yang awalnya ingin kembali melemparkan bantal sofa ke Ammar, langsung mengalihkan pandangannya pada keponakannya. Yasmin kini justru menatapnya dengan penasaran. Menjelaskan pada anak usia lima tahun? Amanda angkat tangan akan hal itu.

"Yasmin tidur dulu yuk, udah malam, Sayang." Suara lembut itu membuat Amanda tersenyum lega. Keponakannya itu memang keras kepala, hanya saja jika sudah berhadapan dengan sang mama maka dia akan menjadi anak yang sangat penurut.

"Mbak Inez, Yasmin masih perlu jawaban tuh dari Amanda." Protes Ammar ketika melihat keponakannya menurut diajak mamanya ke kamar.

"Kan bisa besok lagi, Om. Lagian Yasmin sudah ngantuk." Jawaban anak itu membuat Ammar pasrah sedangkan Amanda tersenyum bahagia karena terlepas dari satu masalah.

Soulmate Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang