Malam telah tiba. Menghadirkan warna yang lebih pekat dibandingkan dengan senja. Mendatangkan angin yang membelai lembut namun menusuk kulit. Katanya dingin hingga ke tulang. Entahlah, faktanya setelah kota metropolitan itu tersiram derasnya hujan yang turun sejak menjelang maghrib hingga di atas waktu Isya' itu sampai akhirnya menyisakan gerimis kecil, aroma dan hawa khas salah satu anugerah Allah itu begitu terasa.
Hujan.
Dalam novel Tere Liye yang berjudul Hujan, ada bait tulisan yang mengatakan 'Jangan jatuh cinta ketika hujan, karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu. Saat orang bahagia menatap hujan, kamu justru nelangsa menatap sedih ke luar jendela.' Pepatah yang memiliki makna luar biasa. Hakikatnya begitulah jatuh cinta.
Jika ada yang mengatakan, jatuh cinta itu akan membuatmu bahagia. Barangkali ada yang terlupa disana. Lupa, bahwa yang namanya jatuh akan menyisakan rasa sakit. Maka ketika kamu berani jatuh cinta maka kamu harus bersiap-siap untuk menerima rasa sakit.
Namun cinta tetaplah cinta. Siapa yang bisa menolak akan datangnya sebuah 'rasa yang tak biasa' itu? Sebuah rasa yang merupakan anugerah dari Sang Khalik. Bukankah cinta tidak bisa memilih kepada siapa dia akan berlabuh? Bisa jadi sahabatmu, musuhmu, tetanggamu, atau bahkan seseorang yang baru kamu jumpai.
Kita bahkan terkadang bingung jika ada pertanyaan, mengapa kamu mencintai dia?
Bukankah cinta itu memang abstrak. Terkadang tidak ditemui alasan untuk mencintai seseorang.
Namun Imam Syafi'i pernah berkata 'Jangan mencintai seseorang yang tidak mencintai Allah, karena jika Allah saja dia tinggalkan apalagi kamu.'
Sederhana, namun begitulah adanya. Jika Dzat Maha Segalanya saja bisa dia lupakan, apa lagi manusia yang hanya seorang hamba yang lemah. Namun bukankah terkadang cinta itu buta?
Cinta itu adalah sebuah fitrah manusia. Saling mencintai dan menebar cinta kepada siapapun. Dan itu anugerah dari Allah Subhanahuwata'ala.
"Jadi cinta itu menurut Kakak apa?" Tanya Ariel.
Sembari menunggu hari benar-benar reda, pegawai di kafe tersebut memilih untuk berbincang-bincang.
Entah siapa yang mulai, tiba-tiba Ariel memulai dengan topik yang tak biasa. Cinta.
"Hmmh, cinta itu adalah keikhlasan. Mencintai apa yang dia cintai dan membenci apa yang dia benci." Jawab si perempuan. Lelaki yang bertanya menatapnya bingung.
Tiga perempuan dan empat lelaki lainnya ikut bingung. Mengapa ada konsep cinta seperti itu?
Tidak hanya beberapa pegawainya, namun dirinya pun bingung.
Rehan tadi berniat untuk melihat kesibukan para pegawainya sembari menunggu gerimis itu reda. Kafenya sudah tutup tiga puluh menit yang lalu, namun sebagian besar pegawainya belum pulang. Lelaki itu kini berada di depan tempat istirahat para pegawainya tersebut. Tampaknya mereka semua sudah berniat pulang, namun karena gerimis yang walaupun tidak sederas hujan tadi tetap saja akan membuat basah.
"Kok bisa?" Ariel bertanya lagi.
Hilya tersenyum sembari mengangguk pelan. "Bisalah. Coba deh kamu kenang kembali, ketika kamu jatuh cinta apa yang kamu lakukan supaya orang yang kamu cintai itu balik mencintai kamu?"
Mereka diam. Semuanya diam. Hingga Tera, salah satu pelayan di kafe tersebut berseru. Memecah diamnya suasana.
"Kasih hadiah!"
"Dekati dia dong." Ariel ikut bersuara.
"Ikut sesuatu yang dia ikuti!"
"Kasih perhatian!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate Until Jannah
Romance*Sekuel Cinta untuk Alana Rehan Nandatama, Pemuda berusia hampir 30-an tersebut sudah terlalu sering ditanyakan tentang 'kapan nikah?'. Pertanyaan yang sama itu tentu saja membuat Rehan malas dan bosan. Bahkan untuk menjawabnya pun Rehan sudah teram...