SUJ 45

667 72 31
                                    

Tangan Rehan menari-nari di keyboard laptopnya. Sedangkan matanya menatap dengan fokus layar monitor yang kini masih berupa dokumen kosong. Seharusnya sekarang dia sudah selesai menyelesaikan jurnalnya, namun ntah mengapa sedari tadi apa yang diketiknya selalu kurang pas. Ketika dia sudah menuliskan beberapa kalimat, maka tidak lama setelah itu dia akan menghapus kembali ketikan tersebut. Begitulah seterusnya. Bahkan hingga satu jam berlalu tetap saja hanya lembaran kosong.

Rasanya terlalu sulit untuk dirinya fokus. Pikirannya masih tertuju dengan fakta meninggalnya Raza dan kenyataan bahwa Hilya, gadis yang beberapa waktu ini membuatnya penasaran itu ternyata adalah adik Raza. Tadi dia meminta izin untuk pulang, apalagi dengan kondisinya yang kurang baik takutnya akan membuatnya tidak fokus mengajar apalagi bimbingan. Jangankan itu, sekedar mengetik jurnalnya pun dia tidak bisa fokus. Kepalanya langsung nyeri. Makanya setelah dari kampus, dia langsung ke kafenya. Maksud hati akan melanjutkan pekerjaannya disini, namun ternyata dia bisa fokus menulis.

Tok Tok!

Pandangannya teralihkan ke pintu. "Masuk" Katanya pelan.

"Om Rehan!" Dua anak lelaki yang berseru bersamaan tiba-tiba muncul memasuki ruangannya. Di belakang mereka seorang lelaki berwajah oriental dengan kemeja maroon tersebut tersenyum pada Rehan.

"Salam dulu anak-anak." Kata lelaki itu disambut anggukkan dua anak lelaki itu.

"Assalamu'alaykum Om Rehan.." Kata mereka kompak.

Rehan tersenyum sumringah melihat siapa yang datang. Setidaknya jika Arif yang datang tentunya kepalanya tidak akan bertambah pusing. Namun jika yang datang adalah Keanu atau pun Rafka, mungkin Rehan akan mengusir mereka tanpa peduli bahwa mereka adalah saudaranya. Selain Arif, ada dua anak lelaki yang semakin kesini seperti kembar saking kompaknya. Padahal orang tua mereka berbeda.

"Wa'alaykumsalam, anak-anak ganteng."

Tiba-tiba kepala Luthfi menggeleng, membuat ketiga orang lainnya menatapnya heran. "Wa-'a-lay-ku-mus-sa-lam, Om." Kata Luthfi mengoreksi balasan salam Rehan. "Bacaannya disambung, Om." Kata Luthfi menatap Rehan dengan polos.

Perkataan Luthfi yang polos membuat Rehan dan Arif tercengang namun tersenyum melihat tingkahnya. Anak kembar Keanu itu terlalu sering bersama Arif dibandingkan Keanu, makanya lebih mirip Arif sekarang. Kalau Keanu dengar, Rehan yakin Keanu akan berseru heboh dan tentunya tidak terima karena Lufthi dikatakan mirip Arif.

"Lama-lama dia memang mirip lo, Rif." Kata Rehan terkekeh sambil menatap Arif dan Luthfi bergantian. Sedangkan Arif hanya tersenyum hingga membuat mata minimalisnya itu tinggal segaris.

"Keseringan ikut gue ini, Re. Nggak ada mirip Keanu sama sekali. Untung matanya gak mirip gue ya." Tawa Arif berderai diikuti Rehan. Sedangkan Luthfi dan Malik kini sudah duduk anteng dengan rubiknya masing-masing.

Rehan lalu ikut bergabung bersama dua anak itu. "Bang, kok si Kakak nggak diajak?"

Luthfi menoleh namun tangannya masih tetap memainkan rubik dengan cepat. "Kakak ikut Tante Kai ke rumah Nenek." Jawabnya.

"Bagus deh. Ada Yaya berisik." Celetuk Malik yang sedari tadi hanya duduk diam.

"Malik, nggak boleh gitu. Harus sayangsama Yaya. Kan Yaya adiknya Luthfi." Kata Arif kemudian.

Ditegur sang papa, Malik jadi mengangguk masam. "Iya, Pa."

"Yaya emang berisik sih, Pa." Timpal Luthfi kalem. "Bunda aja kadang bingung nanggapinnya." Rehan dan Arif tersenyum lagi. Apalagi ketika melihat wajah Malik yang menatap papanya seolah bilang kalau yang dikatakannya tadi benar adanya. Malik memang suka sensitif sendiri kalau membicarakan Haura.

Soulmate Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang