CHAPTER 14

1.3K 82 11
                                    

SUJ 14

Suasana di gedung berwarna khas putih itu tampak seperti biasa. Masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Lumayan ramai. Ada beberapa yang sudah saling mengenal sehingga bisa berjalan beriringan namun ada juga yang tidak saling kenal sehingga jangankan sapaan, untuk tersenyum satu sama lain pun tidak. Ada beberapa yang baru sampai dan ada juga yang sudah bersiap pulang. Beberapa dengan seragam berwarna putih masih berlalu lalang keluar dan masuk ruang pasien. Namun ada juga yang memang sudah bersiap di meja kerja baik di meja administrasi, apotek, dan bagian lainnya.

Suasana kantin tak kalah ramai dengan suasana di area umum rumah sakit. Kantin yang memang sudah buka sejak jam 8 pagi tersebut memang menjadi tempat favorit mereka yang bekerja di shift malam. Pagi-pagi seperti ini, mereka yang dapat piket jaga sampai pagi tadi memilih untuk duduk melepas lelah dulu di kantin, namun ada juga yang memang sudah pulang. Namun ada juga yang memilih untuk pulang sebentar tak lama kemudian muncul lagi. Resiko pekerjaan yang memang memiliki tanggung jawabnya masing-masing. Apalagi jika memang mendapatkan tugas menangani seorang pasien.

Dari sekian banyak pilih tersebut, Amanda memilih untuk melepas lelah sejenak di kantin. Aroma segelas susu cokelat kesukaannya ditambah roti bakar isi cokelat itu menemani paginya. Tadinya dia sudah bersiap pulang, namun salah satu pasien yang sedang ditangani tiba-tiba kondisinya memburuk, sehingga Amanda mengurungkan niatnya untuk pulang. Biasanya dia akan meminta Mas atau Abangnya untuk mengantarkan pakaiannya.

"Halo jomblo!"

Sapaan riang itu membuat Amanda menatapnya malas. Selalu seperti itu bahkan. Nizam, si pemilik suara terkekeh melihat Amanda yang tampak begitu kesal karena ulahnya. Kini lelaki yang juga sudah menjadi temannya sejak mereka koas itu duduk di kursi depannya diikuti oleh seseorang.

"Kok belum pulang, Man? Bukannya jadwal lo jam 10 nanti ya?" Tanya Arif.

"Mana bisa pulang dia, Bu Dian tadi subuh kondisinya drop lagi." Bukan Amanda yang menjawab, melainkan Nizam.

"Terus keadaannya gimana sekarang?"

"Udah membaik sih, Alhamdulillah." Jawab Amanda dengan mata melotot ke Nizam yang sudah ambil ancang-ancang untuk menjawab pertanyaan Arif yang ditujukan ke Amanda.

"Udah pulang aja dulu, mandi, terus dandan yang cantik biar seger."

Amanda enggan menjawab, dirinya kini memilih untuk memutar-mutar sendok minumannya. Pikirannya tidak di rumah sakit melainkan ke sosok yang dengan mantap berada di hatinya.

Nizam dan Arif saling pandang. Kedua lelaki itu jelas melihat kalau gadis di depan mereka ini sedang melamun.

"Kenapa? Masih belum ada kejelasan dari Rehan?" Tanya Nizam dengan wajah serius. Dia jelas tahu apa yang membuat Amanda segalau ini. Dia sendiri heran mengapa Amanda bisa segalau ini jika bersangkutan dengan lelaki berkacamata yang juga sahabatnya Arif tersebut.

"Emang cowok gitu ya? Lebih suka gantungin perasaan cewek gitu."

"Yee, nggaklah. Gue mana pernah gantungin anak orang, emang dia jemuran."

Amanda tak segan memukul kepala Nizam dengan sendok di depannya. Lelaki itu jelas bercanda. "Kebiasaan ya kamu. Lagi serius juga."

"Sakit tau, Man. Lagian udah tahu otak gue nggak secemerlang Arif malah lo pukul. Gegar otak gimana?" Ujar Nizam sambil mengusap-usap kepalanya. "Lagian ngapain harus galau sih? Kan Rehan emang gitu. Mana pernah deket cewek sih. Mungkin dia bingung gimana dekat sama lo."

Soulmate Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang