"Biar Ara aja yang ngupas buahnya, Ayah istirahat biar rilex.”
"Kamu gak sekolah nak?"
“Ara hari ini mau bolos oleh yaa, yaa, yaa, yaah? Say yes, please!”
Amara adalah nama masa kecilnya. Ada alasan tertentu, panggilan Ara memiliki arti berbeda jika dihadapan Ayahnya. Ara gadis kecil Ayahnya yang polos dan menggemaskan.
Terlihat Arkan menghela nafas, suara seraknya berbicara, “Jangan suka bolos Ra, sekolah itu penting buat masa depan kamu. Sekolah ya, mumpung masih jam setengah tujuh ini."
“Itu yang kesekian, kesehatan Ayah tuh yang paling penting." Savea masih berupaya mengelak.
“Ayah gak suka kamu jadi anak bandel,” ujar Arkan menyuapi anak gadisnya apel.
“Ayah jangan marah dong, sebenarnya aku diskorsing sekolah karena berantem sama kakak kelas.” Maafkan Savea yang sedikit berbohong. “Abisnya dia nakal banget Ayah, dia sengaja ganggu dan buat Ara kesel,” adu gadis itu menyerupai anak kecil.
Pria baya itu kembali mengelus lembut kepala anaknya. “Berapa hari diskorsingnya?”
“Seminggu doang sih, sayang banget gak dilamain, harusnya sebulan aja sekalian biar Ara seneng bisa nemenin ayah lama-lama.”
Arkan mencubit pipi gembul putri semata wayangnya. "Enak aja, nanti kamu ketinggalin pelajaran dong. Ra, adakalanya kita perlu mengalah bukan karena kita lemah atau kalah tapi, kita cukup bijak dalam bersikap agar kekuatan kita gak terbuang sia-sia."
"Nanti makin ditindas," cicit Savea.
"Kalau gitu lain kali kamu bilang aja ayah aku tentara lho awas kamu ditembak.” Demikian setelah kalimat itu diutarakan, tawa mereka menggema.
“Siap Komandan!” Savea memberi hormat.
Lalu terdengar suara ketukan dari luar. Natasya dan dua perawat masuk kedalam, membawa nampan obat-abatan dan alat suntik. “Selamat pagi Om, pagi Vea jelek.”
“Pagi juga dokter cantik,” balas Arkan.
“Ayah masa aku dibilang jelek, anak Komandan Arkana Hakim, kan, cantiknya kayak bidadari. Ah sebel!”
“Cemburu ya?” Natasya mengedipkan satu matanya pada Savea, sambil melakukan tugasnya sebagai Dokter. “Kita mulai sekarang aja ya om, Nata tes tekanan darah sama suhu tubuh dulu.”
Arkan mengangguk lalu membaringkan tubuhnya. Savea berusaha tersenyum, memerhatikan Ayahnya kini ditangani. "Ayah tidur lagi ya Ra," kata Arkan setelah jarum terpasang.
"Oke selamat bobok Ayah," balas Savea menguatkan senyumannya ketika darah itu dialirkan melalui selang steril menuju alat filterisasi atau dialyzer.
Savea tahu Ayahnya kuat. Sangat kuat.
***
Zenon menyelesaikan ulangannya dengan baik. Tapi tidak untuk Bima begitu juga Cakra. Namun, kali ini keduanya cukup bebas untuk menyontek, sebab Bu Cahaya sangat amat fokus dengan ponselnya. Kabarnya, guru muda itu menyukai guru lelaki muda yang menggemparkan satu sekolah karena ketampanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zenon and Savea (NEW VERSION)
Teen FictionMenutup mata dan telinga, memaksakan diri untuk mengembara, pada akhirnya jawabannya adalah dia dan cinta. Zenon Almeer Faith, Cowok beretra cokelat itu terkenal dengan paras tampan dan kekayaan yang berlimpah. Di tambah, kepandaiannya dalam adu fis...