29. Un = a.rⁿ⁻¹

5.8K 410 76
                                    

"Jadi, siapa yang harus nembak duluan, kamu atau aku?" tanya Savea untuk kesekian kalinya. Dan untuk kesekaliannya juga si manusia batu hanya diam.

"Zenon kamu tau, kan, aku gak bakalan punya malu apalagi setelah kamu bilang juga suka aku. Aku udah berjuang hampir dua tahun, masa harus digantung juga sih?"

Jika orang yang tidak mengenal baik Savea mendengar kalimat itu, maka murahan adalah kata pertama yang akan mereka lontarkan. Sudalah, persetan dengan apa kata orang! Kebahagiaan sangat susah didapatkan, jadi jika ada cara dan kata yang sederhana kenapa enggak?

2 minggu digantung rasanya seperti 2 abad digantung. Jawaban laki-laki itu cukup menyebalkan untuk diingat lagi. "Saya gak ngerasa ngegantung kamu. Kamu bisa makan, bisa minum, bisa jalan, bisa ngapain-ngapain aja. Lagipula kamu itu manusia bukan jemuran, Savea."

Kan, sangat menyebalkan untuk diingat lagi.

Sedikit cerita, pengalaman Persami alias Perkemahan Sabtu Minggu disana waktu itu sangat menyenangkan. Meski ada Kiran yang agak posesif, lalu riwayat chat dan panggilan mengganggu dari sang Bunda yang memaksanya segera pulang karena kondisinya yang belum pulih.

Namun, sikap lumayan manis Zenon mengalahkan semua rasa sirih yang juga ia dapat, dari tatapan murid-murid lain karena Pak Damian yang selalu atau lebih tepatnya sengaja menguntitnya kemana-mana.

Di malam api unggun, Savea tak jadi menembak Zenon. Tahu sendirikan, dia orangnya sangat kepedean. Ia kira Zenon yang akan menembaknya setelah bilang suka, eh tapi malah digantung sampai sekarang.

Sama sekali jauh dari prediksinya. Dimana seperti di kebanyakan novel remaja, sang cowok dingin akan menembak si cewek didepan banyak orang. Entah kegilaan apa, Savea malah berharap Zenon memaksanya untuk berpacaran. "Mulai malam ini, lo milik gue. Gak ada penolakan." Argh, kira-kira bagaimana ya rasa sensasi menjadi tokoh utama wanita didalam novel?

Malam api unggun kala itu dipenuhi keramaian dari 2 sekolah, bernyanyi bersama, membuat yel-yel dengan bersenang-senang. Lalu keesokan paginya, dimulai dengan kegiatan senam pagi, sarapan, mengikuti kegiatan outbond, seperti pecah air, kata berderet, estafet air, dan lain-lain. Ingin sekali Savea mengulang masa-masa itu, walaupun dia ada disana hanya sebagai penonton karena tidak ikut bermain.

"Inget gak usah aneh-aneh. Kamu masih sakit, liat saya sama yang lain aja!" titah Zenon kala itu.

Namun bukan Savea, kan, jika tidak keras kepala, "Kamu ih! Ini kayaknya bakal jadi pengalaman yang gak bakalan aku alamin seumur hidupku lagi, masa aku cuman boleh nonton sih? Padahal main air seru loh!"

"Ran, liat sahabat lo keras kepala." Dan disaat itu juga, Savea memukul bahu Zenon pelan karena melapor pada Kiran yang sedari tadi menyuruhnya istirahat di tenda saja.

"Oh God! Kalau lo kasian sama sahabat lo yang cantik ini, gue mohon dengan hormat tolong segera menuju tenda sayang. Emak sama mbak lo sekarang buat gue kayak buronan anying. Nanyain keadaan lo terus, ngeri gue kalau sampe sepulangnya kita dari sini tiba-tiba gue dijadiin semut rangrang geprek sama emak lo karena bawa kabur anaknya yang lagi sakit." Begitulah kira-kira celotehan nyaring Kiran yang membuat ia hanya bisa duduk diam dan menonton.

Dan sekarang, seperti tahun kemarin, anak kelas 10 dan 11 berkumpul di podium utama untuk menyaksikan pelatihan olimpiade matematika. Ya, jika tahun kemarin Savea hanya sibuk memperhatikan Zenon maka sekarang ia punya tugas yang sangat amat berat.

Guru bahasa indonesianya menugaskan kelas mereka untuk menyimak, mencatat, memotret, mengolah dan menyapaikan kembali hal-hal penting yang para narasumber sampaikan dari sesi pertama sampai terakhir. Padahal seingatnya materi pelajaran tiga minggu lalu tidak ada sangkut pautnya dengan tugas mereka.

Pelatihan seperti ini jarang di lakukan di sekolah-sekolah lainnya. Namun, biasanya di SMA Pelita setiap siswa yang bersangkutan akan di uji dengan menjabarkan silabus atau garis besar, ringkasan, atau pokok-pokok materi yang sudah mereka pelajari di depan siswa-siswi lain dan guru-guru.

Savea tidak terlalu paham pada intinya seperti tahun kemarin, hari ini juga ia akan meliahat seorang Zenon Almeer Faith akan banyak bicara dan memperlihatkan kematangan matematikanya dengan taraf lanjut berupa wawasan, kecermatan, kejelian, kecerdikan, cara berpikir dan pengalaman dengan matematika.

Pidato kepala sekolah di mulai. Kalau tahun kemarin Savea sibuk memperhatikan Zenon sekarang malah kebalalikannya. Cowok yang sedang duduk di samping Ratu itu meliriknya sesekali dan kembali pada kertas di tangannya.

Jujur Savea sebetulnya ingin memotret gambar kepala sekolah tapi malah foto Zenon tersenyum kecil padanya yang ia dapatkan. Mata keduanya bertemu Savea malah cepat-cepat beralih, seolah fokus mendengarkan pidato kepala sekolah.

Gairah untuk menyelesaikan masalah yang terbentuk selama masa persiapan dan pelaksanaan kompetisi matematika ternyata sangat berguna untuk banyak hal. Dia mendengar itu saja, selanjutnya jangan tanya lagi, tidak ada point yang masuk ke dalam otaknya.

Savea memperhatikan Ratu dan Zenon yang tengah berbincang sambil tersenyum kecil. Ah, benar mereka cuman partner tapi kenapa dia harus merasa cemburu, kan, Zenon juga menyukainya!

Oke, sesi pertama selesai. Kini manusia batu itu yang berdiri dengan tangan yang memegang papan tulis boogie LCD Writing Tablet menuliskan jawaban dari soal yang dibuatnya. Semua orang mengarahkan mata pada projection screen alis layar tempat memantulkan hasil dari data yang diterima oleh proyektor sehingga bisa dilihat dengan pandangan mata.

Zenon menatap kedepan, tidak lebih kepatnya ke arah Savea dengan tatapan penuh arti. Kemudian kembali berbalik dan membacakan kembali soal yang di buatnya sebelum jawabannya muncul.

"Saya akan menentukan suku ke-n suatu barisan geometri, dengan banyaknya suku pada barisan geometri adalah 2, suku dan rasio masing-masing didefinisikan menjadi Lour dan eV."

"Maka jawabannya adalah sebagai berikut." Zenon berbalik menatap semua orang datar lalu menunjukan jawaban dari soal itu.

Un = a.rⁿ⁻¹
Un = a.r²⁻¹
L.o.u.r = a.r²⁻¹
L.o.u.r = a.r¹
L.o.u.(eV) = a.(eV)
L.o.u.e.V = a.e.V
Love u = Vea

"Saya tahu ini hanya formula sederhana, tidak serumit Savea. Tapi karena dia, saya mengerti bahwa hati tidak bisa dikendalikan. Bagaimana cinta bekerja adalah hal rumit yang tidak dapat dijelaskan namun selalu dapat diterima."

Tanpa memperdulikan para guru yang melongo dengan contoh soal dan penjelasan yang di buatnya, atau suara riuh anak-anak yang kegirangan menggoda, Zenon menghampiri Savea yang menegang di atas podium.

"Catet. Jumat, 29 November 2019, formula geometri yang di buat oleh saya bukan hanya sekedar contoh tapi itu pernyataan. Saya bener-bener jatuh cinta sama kamu Savea. Mulai hari status kita sebagai teman, saya ubah menjadi pacaran tanpa ada penolakan."

Zenon berucap tegas tanpa mencopot headset Mikrofon yang masih melekat di mulutnya hingga tidak hanya Savea namun semua orang yang ada di ruangan besar itu mendengar.

Zenon and Savea (NEW VERSION) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang