47. Hadirnya duka

2.1K 128 18
                                    

Duka itu benar-benar datang. Senyum gadis itu sudah sirna. Kini, langitnya akan selalu mendung. Namun, Savea bisa apa selain menangis jika itu kebenarannya. Sedih, marah, kecewa. Semua perasaan menyakitkan lainnya harus ia pendam. Harus ia kemanakan rasa ini untuk Zenon? Kata ayahnya, kata Damian, perasaannya hanya penghabat. Hanya alat. Bagaimana bisa ia mengelak jika semua bukti sudah sangat jelas?

Keluar dari pintu ruang rawat sang ayah, tangis Savea akhirnya pecah. Ia terisak, sesekali memukul dada yang terasa sesak. Sangat sesak. "Aku harus apa Tuhan? Ini sakit banget!" bisik gadis itu lirih.

Seorang Suster muncul dihadapan Savea dengan raut kahwatir. "Dek kenapa, ayahmu kenapa?"

"Gakpapa sus, ayah ba-baik, saya cuman sedih karena kangen ngumpul lagi," jawab Savea pelan. Ia berusaha meredahkan isakan, tak ingin jadi tontonan.

"Sssh sabar ya, Tuhan punya jalan terbaik buat takdir kamu. Ayahmu pasti bisa sembuh, semuanya pasti membaik." Suster itu tersenyum lembut sembari mengusap punggung Savea pelan. "Ini saya punya roti, dimakan ya mukamu pucat, dek. Mau pulang atau kemana? Biar saya antarkan."

"Terimakasih, saya bisa pulang sendiri. Sekali terimakasih ya Sus," balas Savea berjalan meninggalkan orang baik itu dengan langkah rapuh.

Memandangi roti ditangannya, tangis Savea kembali pecah di lorong rumah sakit. "K-kenapa orang asing selalu baik dan orang terdekat malah nyakitin." Dadanya sangat sesak, ia kembali mengeluh, hanya itu yang bisa Savea lakukan sekarang. "Kenapa lagi-lagi aku Tuhan?"

Tiba diparkiran langit menangis bersama Savea. Tangan gadis rapuh itu ditarik kedalam mobil yang sangat ia kenal pemiliknya. "LO JAHAT! LO YANG JAHAT!!" teriak gadis itu memukul-mukul dada Damian ketika pria itu akan memasang seatbelt untuknya.

"DIAM SAVEA!" bentak Damian membuat perempuan disampingnya bergetar hebat.

Namun Savea tetap memberanikan diri, menatap Damian nyalang bahkan tak kalah tajam. "Semuanya gara-gara lo! Semuanya karena lo muncul dihidup gue! Gue, orang-orang disekitar gue mau lo hancurin sehancur apa bajingan!"

"Ayah kamu sudah menjelaskan, kan? Berhenti bersikap kekanak-kanakan Savea, jangan egois!"

"Saya gak egois! Saya cuman masih belum mengerti kenapa lagi-lagi saya ditempatkan dikeadaan sesulit ini! Kenapa harus buat saya milih antara dua orang yang paling saya sayang demi misi bapak itu! Saya gak mau putusin Zenon tapi saya gak bisa kecewain ayah juga!"

Damian mengerang kesal. "Putuskan Zenon."

"Tapi dia gak terlibat! Dia selalu ada di setiap saya hancur. Semestanya bakal hancur, harusnya saya disamping dia, bukan ninggalin dia!" ucap Savea frustasi.

"Hanya untuk sementara Savea! Setelah misi itu selesai kamu bebas untuk mendekati Zenon lagi!"

"MISI ITU SELESAI ARTINYA SEMESTA ZENON JUGA SUDAH HANCUR!"

Brak!

Savea tersentak kaget, pria itu memukul setir kuat. Urat-uratnya keluar, emosi Damian memuncak. "Kamu tahu betul berapa banyak orang yang dirusak untuk mendapat semesta yang sempurna itu! Saya ingatkan sekali, baik misi ini ataupun kehadiran saya bukan untuk merusak kisahmu atau merenggut semesta yang diidam-idamkan itu! Kamu hanya kehilangan satu orang untuk menyelamatkan yang seharusnya. Putuskan Zenon. Jangan sampai saya yang ambil alih tugas itu, karena mungkin selamanya Zenon tidak bisa dimiliki atau memilikimu lagi!"

Gadis itu terdiam kaku. Ia ketakutan, hilang akal dan hanya bisa pasrah saat Damian membawa mobil ugal-ugalan, mengantarnya dengan setengah hati ke rumah yang tidak bisa Savea sebut rumah. Sebentar lagi ia akan kehilangan pria yang dia anggap rumah.

Zenon and Savea (NEW VERSION) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang