6. Gampangan

4.9K 358 10
                                    

Ulangan matematika sudah sejak masa lampau, dideklarasikan menjadi kutukan untuk anak-anak sekolah yang malas belajar atau belum sempat membuat contekan.

Beruntung kalau mendapatkan jawaban atau partner untuk kode-kodean. Lah ini? Untuk melirik kearah Cakra saja, Zenon tidak ingin. Bahkan, sejauh ini Bima belum mengisi apa-apa.

Bu Cahaya memang patut di acungi jempol karena barang sedetik pun matanya tidak lengah, bahkan Cakra selaku agen profesional bidang contekan-pencontekan tidak bisa berbuat apa-apa.

Untuk kesekian kalinya dia membuat kode agar Zenon yang disampingnya memperlihatkan jawabannya. Namun, hasilnya tetap nihil.

Teruntuk matematika, dewasalah dan selesaikan masalah lo sendiri! Anjing dah, rumus pythagoras gimana yak?! Kalo begini mulu nyesel gue sok pintar dan masuk kelas unggulan, rutuk Cakra dalam hati.

Realitanya otaknya memang tidak mampu. Sudah tidak ada pilihan Bima melirik teman sebangkunya, Lili. Gadis, terpintar setelah Zenon dikelas ini. Tapi dia itu galak, kikir jawaban pula makanya, Bima sedikit gerogi untuk melirik angka-angka ajaib disana. "Ya Allah, cobaan apalagi ini."

Melihat Zenon yang berdiri dari tempatnya dengan selembar kertas Cakra mengumpati sahabatnya dalam diam.

Sedangkan Bima mulutnya komat-kamit tak jelas. "Oncom tega banget lu kagak bagi-bagi jawaban."

"Gue sumpahin berjodoh sama Vea tau rasa lu Com."

Hendak berbalik kembali ke tempat duduknya, Zenon dihentikan oleh Bu Cahaya. "Kamu silakan keluar Zenon karena sudah selesai."

Zenon hanya mengangguk, menaruh kedua tangannya di saku celana lalu berjalan keluar, tidak lupa dengan tatapan datarnya dia sedikit menggaruk tekuknya, menebar pesona.

Ia keluar dari kelas ketika tujuan awalnya tercapai. Tebar pesona tadi dilakukan semata-mata, untuk mengalihkan perhatian Bu Cahaya yang termakan pesonanya. Kemudian, memberikan kode pada Cakra untuk mengambil jawaban di laci mejanya yang telah disalinnya.

Realitanya, Zenon juga manusia biasa yang bisa curang apalagi licik.

Beberapa manusia menilai bahwa ia adalah manusia sempurna, padahal Zenon sama saja seperti kebanyakan remaja. Memiliki sisi nakal yang sama, hanya saja dia memang pintar untuk menyembunyikan sisi buruknya itu.

Waktu SMP Zenon tidak setertutup sekarang, entahlah semakin umurnya bertambah cowok itu lebih nyaman seperti ini.

***

Derap kakinya melangkah pelan, tatapannya menghindari Savea dan sahabatnya. Mereka bertemu lagi, cowok itu bingung dimanapun ia berada pasti akan ada Savea yang muncul disana.

Apa mungkin Savea itu siluman amoeba, paramecium, atau euglena? Apakah dia berkembang biak dengan membelah diri sehingga berubah menjadi banyak dan ada dimana-mana?

"Hai Mas ganteng."

Zenon berjalan mendahuluinya, mengabaikan.

Gadis itu menatap punggung tegap itu layang, ingin mengejar. "Jodoh gue ganteng banget Ya Allah, kapan dia kecantol?"

Kiran menyenggol lengan Savea memberi aba-aba untuk pergi namun, seperti biasa sahabatnya itu termakan pesona Zenon. Menjengkelkan, Kiran menginjak kaki Savea yang beralaskan sepatu itu hingga memekik kesakikan. "Sakit Kiran!"

Zenon and Savea (NEW VERSION) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang