Araisy 38

2.8K 150 4
                                    

Lalu lintas ibu kota memang selalu padat kendaraan setiap harinya. Selalu berisik setiap detiknya, selalu menjadi sebab polusi yang kian menguar pada setiap lapian udara setiap harinya. Jangan lupakan selalu menjadi penyebab macet berkepanjangan pagi, siang, sore hingga malam.

Ara, gadis itu kini tengah menggerutu karena macet yang membuatnya terjebak. Beruntung saat ini dia berangkat menggunakan motor bersama Rio. Jika tadi Ara menggunakan mobil, sudah pasti Ara masih jauh dari sekolah. Beruntung ia terjebak macet saat sudah dekat dengan sekolah, ditambah dengan motor Rio yang bisa menyalip kendaraan lain.

"Lama macetnya." Ujar Ara sambil menyandar pada punggung kokoh adiknya.
"Sabar."

Ara mendengus mendengar ucapan kalimat santai dari Rio. Ara sudah sering sabar kalau Rio lupa. Namun, sabar menghadapi MANTAN kekasihnya. Siapa lagi jika bukan si laki-laki laknat plus buaya, si Elvino. Huft, lagi-lagi Vino. Kenapa setiap hari selalu Vino yang melintas di pikiran Ara? Ingin sekali Ara mengganti otak agar Vino enyah dari otaknya.

Lampu sudah berubah warna menjadi hijau, Rio segera melajukan kembali motornya dengan kecepatan penuh, karena bel akan berbunyi sebentar lagi. Rio terus mengegas motornya yang sontak membuat Ara semakin memeluknya erat.

"RIONDIIIII, LO GILA YAA!! PELANIN WOY!!! GUE BELUM MAU MATI! MAU NIKAH DULU SAMA OPPA GUEEE!! HUAAAA RIOOOOO!"

Ara benar-benar takut sekarang. Ara tidak mau nyawanya melayang sedangkan dirinya dalam kondisi memprihatinkan, JOMBLO!

"DIEM! INI BIAR NGGAK TELAT!"

Sumpah Ara sangat takut. Tidak ikhlas jika malaikat izroil sedang mengincar nyawanya. Ara masih mau hidup.

"KALAU SAMPAI MALAIKAT IZROIL NYABUT NYAWA GUE SEKARANG! LO ORANG YANG BAKAL GUE GENTAYANGIN!" Ujar Ara dengan ngawurnya.

"NGGAK BAKAL KALAU GUE JUGA DICABUT NYAWANYA BARENG LO!" Balas Rio dengan sama nylenehnya. Jangan lupa, laki-laki batu es ini hanya akan cair bersama kakaknya. Entah nanti jika memiliki kekasih. Apakah sikapnya akan cair juga atau akan tetap beku?

Akhirnya setelah Ara melewati perjalnan yang nyaris menghantarkannya pada maut sudah usah. Jika mengingat kejadian barusan, Ara jadi ingat kejadian saat ini berboncengan dengan Rio waktu itu. Sungguh gila adiknya ini, selalu ngebut jika membawa motor.

Ara turun dari motornya dengan wajah yang pucat pasi. Kakinya gemetar saking paniknya. Jantung masih berpacu dengan cepat saat ini. Dasar adik laknat!, batinnya meraung-raung menyumpah serapahi Rio.

Sedangkan Rio hanya menatap Ara dengan pandangan meledek. Seolah berkata 'baru gitu aja udah kaya orang mau mati', padahal jika dipikir lagi memang adegan tadi lebih tepat disebut simulasi merenggut nyawa orang bukan?

Tiba-tiba terdengar suara deru motor sport yang mendekat ke arah parkiran. Motor itu parkir tak jauh dari motor Rio. Si pengenara segera membuka helmnya. Ah! Rupanya dia si Mantan buaya Ara. Laki-laki itu mendekat ke arah Ara. Dari kejauhan dia sudah melihat Ara dengan wajah pucat pasinya. Dia berpikir kalau Ara tengah sakit, namun memaksakn diri ke sekolah. Spekulasi itu membuatnya khawatir terhadap kondisi gadis yang saat ini singgah di hatinya itu.

Vino kian mendekat ke arah Araisy.

Rio yang menyadarinya segera menggnggam jemari mungil Ara, lalu segera menarik Ara pelan untuk menjauhi Vino. Tak lupa ia berikan tatapan tajam pada Vino. Berusaha memperingati Vino untuk menjauh dari kakaknya. Sementara Ara hanya pasrah, diam mengikuti Rio yang menuntunnya menuju koridor utama. Ara masih belum menyadari kedatangan Vino. Ia masih saja fokus memikirkan kejadian yang hampir membuatnya bertemu malaikat pencabut nyawa akibat ulah Rio.

Vino yang melihat Ara dan Rio mendingalkannya hanya diam di temoatnya kini berdiri. Vino tak ingin membuat Rio emosi lagi padanya. Terlebih Vino juga sadar diri karena telah menghancurkan kesempatan yang telah diberikan oleh Rio untuk menjaga Ara. Kenapa yang namanya penyesalan selalu datang di akhir sih?!
.
.
.

Ara kini tengah menuruni tangga dengan bersenandung kecil. Gadia itu baru saja dari toilet, dan ingin menuju ke kantin menyusul Anggi dan Rendi. Namun, karena memang dasarnya Ara pecicilan dan ceroboh, ia tak sadar melewatkan salah satu anak tangga terakhir hingga membuatnya tersungkur.

"Awsss!!" Rintihnya karena lututnya bergesekan dengan lantai.

Perih di lututnya sangat terasa. Belum lagi nyeri di pergelangan kakinya.

"Sialan nih tangga! Ada setannya pasti nyandung gue!" Umpatnya berusaha menyalahkan makhluk tak kasat mata.

Tak mungkin gadis itu mengakui keteledorannya sendiri.

"Makannya hati-hati."

Suara bariton itu membuat atensinya yang tadi fokus pada lutut kini beralih paa sesosok makhluk yang tengah berjongkok di hadapannya sambil memperhatikan dirinya.

"Sini gue bantu." Ujarnya berusaha menggapai Ara yang masih terduduk di lantai.

"ARA!"

Ara segera menolehkan kepalanya pada dua orang yang kini tenagah berlari mengahmpiri dirinya. Mereka adalah Anggi dan Rendi.

"Ara lo kenapa?!" Tanya Anggi dengan panik.

Sedangkan Rendi segera membantu Ara berdiri. Seketika Ara hampir terjatuh. Tubuhnya tidak seimbang karena kakinya yang terkilir. Beruntung Rendi segera menahan pinggangnya.

"Hati-hati, Ra." Ujar Rendi dengan lembut.

Ara hanya menanggapinya dengan senyuman lebarnya.

"Lo kenapa bisa jatuh sih?!" Ujar Anggi dengan nada yanv sangat terlihat bahwa dia khawatir.

"Gue jatuh tadi."

"Ya ampun Ara! Makannya jangan teledor dong. Hati-hati!"

Ara hanya mengangguk menanggapinya. Kalau Ara melontarkan berbagai macam alasan, maka percayalah Anggi justru akan mengomelinya. Karena apa? Karena Anggi sudah seperti bunda Ara di rumah. Terlalu over posesif dan protektif pada Ara.

Mereka bertiga melupakan bahwa ada orang lain di antara mereka. Laki-laki itu sudah berdiri dari jongkoknya.

"Ekhem! Biar gue anter Ara ke UKS."

Ketiga manusia lainnya segera mengalihkan perhatiannya pada laki-laki itu.

"Biar gue aja!" Ujar Rendi tegas, menatap tajam laki-laki itu.

"Udah, Ren. Lo bawa aja Ara ke UKS."

"Kenapa nggak gue aja?!" Protes laki-laki itu.

Anggi sontak memutar bola matanya malas. Jengah meladeni laki-laki itu.

"Nggak! Jangan lo! Nanti malah Ara luka lagi, gara-gara lo tampar lagi!" Ujar Anggi pedas.

"Buru Ren, bawa Ara ke UKS!"

"Nggak! Biar gue aja!" Cegah Vino, dan berusaha menggapai Ara.

Namun, tanagnnya segera ditepis kasar oleh Ara.

"Jangan pegang gue!"

"Ren, bawa gue ke UKS dong tolong." Lanjutnya.

Tanpa banyak kata, Rendi segera menggendong Ara ala bridal style. Lalu melangkah pergi membawa Ara ke UKS. Sedangkan Vino? Ia masih mematung menatap Ara. Nyeri. Dadanya sakit akibat penolakan Ara.

"Sakit yah?!" Ucap Anggi meledek Vino.

Setelahnya, tanpa menunggu lama Anggi segera berlari menyusul Ara dan Rendi ke UKS.

Meninggalkan Vino yang masih berdiri sambil menatap nanar koridor yang kini sudah tak terlihat lagi Aranya. Apa masih ada kesempatan untuk Vino mendapatkan Ara, jika Ara saja selalu menolak kehadirannya sekarang?

Sedangkan di lain sisi, Ara merasa tidak enak kepada Vino. Ara melakukan itu karena Ara takut luluh lagi pada Vino. Ara takut jatuh lagi pada laki-laki itu. Ara tidak mau merasakan skaitnya lagi.

Araisy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang