Tok
Tok
TokVino mengetuk pintu rumah yang di dominasi warna abu-abu muda dan putih itu, dengan perasaan cemas, gelisah, dan khawatir.
Ceklek
Pintu berwarna putih itu terbuka, dan menampilkan sosok Rio.
"Masuk."
Vino, Fatha, dan Bagas segera masuk ke dalam rumah itu, yang tak lain adalah rumah Ara. Vino memang mengajak Bagas dan Fatha untuk ikut mencari Ara.
Di ruang tamu rumah tersebut sudah ada Anggi, Rendi, Ayah Ara, Bunda Ara, Rio, Vino, Fatha, dan Bagas. Kedelapan orang itu duduk di sana dengan suasana tegang.
"Jadi gimana ceritanya Ara bisa hilang?" Vino membuka suaranya.
"Ta-Tadi gue ajak Ara pulang bareng, hiks... Tapi, Ara nggak mau. Dia bilang, hiks... Dia bilang dia mau ke toilet dulu. Akhirnya gue sama Rendi duluan." Sahut Anggi dengan isakannya. Gadis itu benar-benar khawatir pada sahabtnya. Sekaligus menyesal karena tidak menunggu Ara saja tadi.
"Gue juga udah hubungin Kak Ara, tapi nggak diangkat."
Semua yang ada di sana lantas menatap Rio. Kemudian Bagas menjentikkan jarinya.
"Vin, lo kan pernah pasang pelacak di handphonenya Ara!!"
Kini gantian Bagas yang menjadi pusat perhatian orang-orang di sana.
"Bener juga."
Vino segera mngambil handphonenya. Mencoba untuk menemukan keberadaan Ara berdasarkan pelacak yang dia pasang di handphone mantannya itu.
"Ketemu!!"
Vino akhirnya mendapat lokasi Ara saat ini. Keningnya mengerut mendapati lokasi Ara kini.
.
.
.Sementara di lain tempat. Araisy saat ini tengah menangis, juga merasa ketakutan. Ia berada di dalam gedung tua yang mini pencahayaan. Jangan lupakan kondisi tangan dan kaki yang diikat. Tali yang menggantung dan terhubung ke lehernya. Gadis itu saat ini tengah berdiri di atas kursi. Jika kursi itu digeser, maka dapat dipastikan tali yang mengikat lehernya akan mencekiknya. Sungguh Ara sangat takut sekarang. Terlebih di hadapannya ada seseorang tang sudah memegang pisau lipat yang berkilat tajam di tengah minimnya penerangan di runagan ini.
"Hikss... Kenapa lo lakuin ini?! Hiks... Lo dendam sama gue?!"
"Kalau iya?" Tanyanya dengan senyum menyeringai yang ia tampilkan untuk Ara.
"Karena Vino?!"
"Jelas! LO UDAH REBUT VINO DARI GUE!"
Ara menggeleng dengan air mata yang terus bercuciran.
"Gue bahkan nggak ada hubungan lagi sama Vino."
"TAPI, VINO PUTUSIN GUE!!" Ujarnya murka.
"Dan lo tahu?? Gue sakit hati. Gue bahkan rela jadi salah satunya buat Vino. Tapi, dia tinggalin gue. Gue mu buat dia ngerasain sakitnya kaya gue. Yaitu, dengan cara bikin dia kehilangan lo!" Tunjuknya pada Ara, dan tatapan tajam, yang seolah ingin melenyapkan Ara saat ini juga.
"Tapi, tenang aja. Gue nggak akan langsung lenyapin lo. Gimana kalau kita main-main dulu." Tanyanya menyeringai, dengan memainkan pisau lipatnya pada kaki Ara.
"Hmmm, mulai dari kaki gimana?"
Ara semakin terisak kala sisi pisau yang dingin menyentuh kulitnya. Kakinya polosnya membuatnya dapat merasakan sensasi dingin pisu itu.
Sret
"Arrghhh!"
Perih. Kata yang paling tapat menggambarkan yang kakinya rasakan. Saat sisi tajam piasu itu menggores betis kaki kanannya.
Merasa tak puas dengan satu goresan, gadis itu menggoreskan lagi pisau lipatnya di kaki yang sama.
Srett
"Awshhh. Sakit, hiks... Cuku!!"
Gadis itu semakin menyeringai, dan semakin ingin melukai Ara saat mendengar jeritan dari Ara. Melihat Ara yang kesakitan seperti ini membuatnya merasa begitu bahagia.
"Cup cup cup.. Masa udahan sih? Kan baru segini."
Sret
Sret
Sret
Sret
"Arghhh!!!"
Gadis itu semakin menjadi melukaki kaki mulus Ara. Membuat Ara mengerang saat lagi-lagi kakinya harus mengeluarkan cairan merah itu, lagi-lagi kakinya semakin perih. Lemas. Kakinya semakin lemas. Ara ingin menjatuhkan lututnya. Namun? Mana mungkin bisa? Jika dia melakukannya, maka tali di lehernya akan mencekiknya.
"Please, gue mohon udah!!" Histerisnya.
"Tapi, gue belum puas!"
"Jari kaki lo cantik. Kalau gue potong giama? Woww! Pasti jadi makin cantik kan?" Ujarnya dengan mata berbinar.
Ara menggelengkan kepalanya dengan air mata yang masih terus menetes. Sungguh, ini saja dia sudah sangat tersiksa, bagaimana jika jari-jari kakinya dipotong. Ara benar-benar berharap ada yang datang menolongnya. Walaupun sangat minim kemungkinannya. Ara benar-benar ingin pergi dari gadis iblis di depannya ini.
"Kita mulai aja yaa."
Gadis itu mendekatkan sisi tajam pisau yang sudah berwarna merah akibat terkena darah Ara, menuju ke jari kelingking kaki kirinya.
Membuat Ara semakin terisak. Ara memejamkan erat matanya, merasa takut menyakisakan jari-jari kakinya akan hilang beberapa saat lagi.
BRAKKK
"ARAA!"
![](https://img.wattpad.com/cover/224385934-288-k792152.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Araisy [END]
Roman pour AdolescentsLo terlalu baik sih, sampai hati aja rela lo bagiin sampai habis. Sampai lo nggak punya hati lagi! -Araisy . . . Bercerita tentang Araisy yang ceria, cerewet, dan penyabar. Juga tentang Vino yang egois dan playboy. Kuatkah Araisy menjalani hubungan...