Araisy 25

2.7K 148 0
                                    

Jika ada yang bertanya, hari apa yang paling menyebalkan. Maka ara akan menjawabnya dengan lantang, hari Senin. Mengapa? Karena hari Senin menuju harì Minggu yang begitu lama. Juga hari senin yang membuatnya harus mengikuti upacara, membuatnya harus berdiri di tengah lapangan dengan sinar matahari yang dapat membuatnya kepanasan.

"Duh, panas banget sih. Bisa item lama-lama gue." Gumaman itu terlontar dari bibir gadis mungil yang tak lain Ara.

Meskipun berupa gumaman, namun itu masih bisa didengar oleh orang yang berdiri tepat di belakang Ara, yang tak lain adalah Anggi.

"Udah sih diem aja. Paling beberapa menit lagi juga kelar."

"Masalahnya yang lo bilang beberapa menit lagi juga kelar itu masih kurang dua puluh menit lagi, Gi."

"Ya udah, tinggal berdiri apa susahnya sih? Nggak usah protes mulu."

Akhirnya Ara hanya bisa diam. Jika dia masih menjawab kalimat Anggi, maka yang ada akan terjadi perdebatan di antara ke dua gadis itu.

Namun, jangan salah. Umpatan dalam hatinya senantiasa dia utaraka. Walaupun tanpa suara.

Ara masih berdiri dengan diam. Namun, kepalanya selalu menunduk untuk menghindari sinar matahari yang menyengat itu.

Sedang sibuk-sibuknya menunduk, tiba-tiba panas matahri yang sebelumnya dia rasakan kini tak lagi dia rasakan. Alhasil dia mendongakkan kepalanya untuk memastikan mengapa sudah tak ada panas yang menyengatnya. Rupanya tepat di depannya berdiri sosok lelaki yang menghalau sinar matahari gar tidak menyorotnya.

"Kok lo pindah?" Tanya Ara pada sosok laki-laki yang membelakanginya ini.

"Biar lo nggak kepanasan lagi."

Ara yang mendengarnya tersenyum hangat seketika. Meski laki-laki di depannya ini tidak mengetahuinya. Ara jadi berpikir, mengapa laki-laki ini begitu baik padanya. Andai Vino bisa seperti dia, paati Ara sangat bahagia.

"Thanks Ren."

"Sama-sama."

Sementara tak jauh dari Ara dan Rendi, Vino tengah menyaksikan interaksi keduanya. Entah menģapa hatinya memanas menyaksikan mereka berdua. Sekuat tenaga dia menahan amarahnya. Tangannya terkepal hingga buku jarinya memùtih, berusaha menahan èmosinya yang memuncak.  Vino sungguh tak rela melihat Ara dekat dengan laki-laki lain.

"Kenapa lo?" Fatha yang sedari tadi mengamati kelakuan Vino merasa heran, hingga ia menatap ke arah tatapan Vino. Dia melihat Ara dengan Rendi yang saling berinteraksi. Fatha paham sekarang. Rupanya sahabatnya yang fuckboy ini tengaj dilanda kecemburuan.

"Cemburu lo lihat mereka?" Tanya Fatha dengan dagu yang menunjuk ke arah Ara dan Rendi.

"Wih, cemburu sama siapa?"

Fatha kembali menunjuk Ara dan Rendi dengan dagunya untuk menjawab pertanyaan Bagas.

"Ohh, si fuckboy merasa cemburu sama neng emesh nih?"

"Nggak! Biasa aja."

Bagas dan Fatha berdecak kesal dengan sahabatnya yang satu ini. Sudah jelas-jelas kelihatan cemburu, masih saja mengelak perasaannya. Dasar orang gede gengsi jadi ya seperti Vino.

"Kalau cemburu tuh ngaku aja. Keliatan kali."

"Setuju gue sama Fatha. Dasar orang yang kalah sama gengsi. Jadi gini nih bentuknya." Ucap Bagas sambil meunjuk Vino dengan lidahnya di dalam mulut yang dia tonjolkan di pipinya.

Vino yang mendengar ucapan kedua temannya hanya dia abaikan. Tak ada artinya menanggapi keduanya. Lebih baik dia bersiap, memikirkan apa yang akan dia lakukan pada Rendi nanti karena sudah mendekati Aranya.

"Si Rendi tuh romantis banget yah? Rela gitu panas-panasan buat nutupin Ara biar nggak kepanasan."

"Iya Fat. Padahal Rendi tuh bukan pacarnya Ara."

"Kalau dilihat-lihat nih yah, mereka berdua tuh kaya cocok gitu. Iya nggak sih, Gas?"

"Iya, setuju banget tuh. Dari pada Ara sama pacarnya yang sekarang. Cuma makan hati mulu."

Fatha menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan Bagas.

Kedua manusia itu sengaja memanas-mansi Vino. Mereka ingin melihat reaksi Vino tentang ucapan keduanya. Mereka melakukan ini juga agar Vino itu sadar tentang perasaannya bahwa Vino itu sudah jatuh hati pada Araisy.

Vino yang mendengar itu semakin merasa panas dalam dadanya. Dasar sahabat laknat! Batinnya.
.
.
.

Rendi tengah berjalan menuju ke perpustakaan saat ini. Dia hanya sendiri. Jika ada yang bertanya dia ingin apa ke perputakaan, jawabannya adalah, dia ingin tidur di sana. Rendi semalam kurang tidur, akhirnya di sekolah dia mengalami rasa kantuk yang menyerangnya. Membuatnya tak sadar tertidur di kelas. Di tambah tadi adalah pelajaran kimia. Baginya pelajaran kimia adalah suatu hal yang memisingkan. Daripada dia berpusing-pusing ria. Lebih baik dia tidur saja bukan untuk mengobati rasa kantuknya?

Namun, sayang. Sang guru yang sedang menjelaskan pelajaran yang seolah dongeng pengantar tidur baginya, mengetahui bahwa Rendi tengah menggapai mimpi. Dan menyuruhnya untuk keluar hormat kepada tiang bendera. Namun, untuk ala dia menjalankan itu. Tadi saat upacara Rendi sudah hormat pada sang saka. Sekarang adalah jatahnya untuk tidur. Begitulah kira-kira pikirannya.

Masih dengan santainya dia berjalan, namun dia terhenti kala merasakan pundaknya dipegang oleh seseorang. Dia menoleh ke belakanv untuk melihat siapa yang sudah menghentikan langkahnya.

Saat tahu siapa yang menghalanginya untuk melanjutkan aktivitas menggapai mimpinya di perpustakaan. Ia menghempas pelan tangan yang sebelumnya memegang pundaknya dan menaikkan sebelah alisnya tanda bertanya 'kenapa?'

"Jauhin Ara."

Rendi menanggapinya dengan terkekeh. Lebih tepatnya itu merupakan kekehan sinis untuk orang di depannya.

"Kenapa gue harus jauhin Ara?"

"Ara itu cewek gue! Tahu diri dong!"

Rendi langsung membulatkan matanya seolah dia merasa kaget dengan jawaban Rendi.

"Cewek lo?! Wow! Cewek ke berapa?"

Vino merasa geram dengan jawaban dari Rendi itu. Laki-laki di depannya ini benar-benar menguras emosinya.

"Intinya lo jauhin Ara!" Ucap Vino tegas dengan menunjuk Rendi tepat di depan wajahnya dengan telunjuknya.

"Santai, bro." Rendi menepis tangan Vino yang ada di depan wajahnya dengan pelan.

"Gue akan berhenti deketin Ara, kalau lo udah bisa buat Ara bahagia. Tapi... gue akan terus berusaha dapetin Ara kalau lo masih nyakitin dia, lagi. Lagian gue yakin, kalau lo nggak bisa buat Ara bahagia, dia akan pergi dengan sendirinya dari lo! Dan pada saat itu tiba, gue akan perlahan masuk ke hati Ara. Menghapus nama Vino dari hati dan hidup dia."

Setelah mengatakan hal tersebut, Rendi dengan santainya melenggang pergi dari hadapan Vino dengan tangan yang dia masukkan ke dalam saku celananya setelah menepuk bahu Vino dua kali. Meninggalkan Vino yang kini tengah menatapnya nyalang dari belakang, dengan yangan terkepal hingga buku jarinya memutih.

"Gue pastiin Ara akan selalu sama gue." Gumam Vino dengan keyakinan penuh.

Araisy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang