Sudah tiga puluh menit setelah kepergian vino dan Sindi angkitan yang menuju ke arah rumahnya tak juga muncul. Sementara halte sudah mulai sepi. Ara benar-benar lelah dan kesal sekarang. Bagaimana caranya dia bisa pulang. Apa Ara harus kembali ke sekolah lagi untuk menunggu Rio?
Di tengah pemikirannya tiba-tiba ada sebuat motor sport yang berhenti tepat di depannya. Ara mengerutkan keningnya, merasa tidak mengenali motor itu. Entah siapa pengemudinya, mengapa harus berhenti di hadapan Ara?
Orang itu membuka helm fullfacenya. Ara semakin heran, karena Ara tidak mengenali orang itu. Apa orang itu ingin berhenti sejenak di halte? Apa orang itu sedang menunggu seseorang? Pasti. Tidak mungkin kan orang itu mau menemui Ara.
"Araisy?"
Suara itu menyangkal semua dugaannya. Bagaimana mungkin orang itu tahu Ara, sedangkan Ara saja tidak mengenalinya. Ara mengerutkan keningnya. Dia mulai was-was takut orang itu ingin berbuat macam-macam.
"Siapa?"
Orang itu tersenyum menatap Ara. Ara akui, orang itu memang tampan, tapi tetap saja, Ara masih belum lega karena tidak tahu siapa dia.
"Gue anak temen bokap lo. Bokap lo rekan bisnis bokap gue."
"Kok lo bisa kenal gue? Gue nggak tahu elo tuh sebelumnya? Jangan-jangan lo penguntit ya?! Ngaku lo!"
"Enak aja kalau ngomong! Bukan lah! Gue tahu lo, waktu acara pertemuan rekan bisnis bulan lalu gue sempet liat lo, dan gue inget muka lo. Tadinya gue ragu mau nyamperin lo, tapi gue kepo yang duduk di sini beneran lo apa bukan, ternyata bener."
Ara mengangguk paham, karena memang bulan lalu dia ikut orang tuanya ke acara pertemuan rekan bisnis ayahnya. Dimana rekan bisnis ayahnya yang banyak itu juga membawa anak-anaknya.
"Lo kok belum pulang?"
"Gue lagi nunggu angkutan."
Laki-laki tadi melirik ke arah jam tangannya.
"Sekarang jam setengah lima lebih, pasti udah jarang angkutan umum lewat sini."
Ara menunduk lesu, sekarang bagaimana nasibnya?
"Gue anterin aja. Ayo."
Ara lengsung mendongak, menatap pria yang baru saja dikenalnya. Ralat, Ara belum tahu namanya bahkan. Ara sejujurnya ragu, tapi masa iya dia harus menunggu di sini. Mau kembali ke sekolah juga Rio entah pulang jam berapa.
"Nggak ngrepotin?"
"Nggak lah, santai aja. Ayo naik."
Akhirnya Ara naik ke boncengan laki-laki itu. Berpegangan pada tas laki-laki yang memboncengnya.
Di tengah perjalanan, seperti biasanya. Macet selalu menjadi kebiasaan kota Jakarta. Karena sekarang banyak orang pulang kerja ataupun pulang sekolah. Suara klakson yang bersahut-sahutan, polusi yang kian menyebar, dan wajah-wajah lelah para pengenara menjadi pemandangan sore ini.
"Lo nggak laper?"
"Laper banget. Capek pula. Lo mau ajak gue makan? Gue sih ayo aja asal dibayarin."
Memang Ara tak ada jaimnya sama sekali, bahkan dengan orang yang Ara belum tahu namanya.
Sementara laki-laki yang mendengar Ara yang blak-blakan terkekeh mendengarnya. 'Unik' batin laki-laki itu.
Akhirnya motor itu melaju setelah lampu berubah menjadi warna hijau. Motor itu menuju ke salah satu restoran.
Setelah parkir, Ara dan laki-laki itu segera masuk ke restoran itu dan duduk di meja yang masih kosong.
"Mau pesan apa?" Tanya pelayan yang menghampiri meja mereka.
Ara nampak berpikir sejenak.
"Gue mau pesen spageti carbonara, sama milkshake oreo. Sama air putih. Kentang goreng juga boleh deh. Tapi, gue juga pingin pizza, burgernya juga enak deh, terus_"
"Lo mau pesen apa sih sebenernya?!" Ucap laki-laki itu dengan kesal karena Ara yang plin-plan menentukan pesanannya.
"Ya udah spageti carbonara, kentang goreng, milkshake oreo, sama jangan lupa air putihnya, yang anget kalau bisa."
Pelayan itu mengangguk. Lalu menatap laki-laki di depan Ara.
"Masnya pesan apa?"
"Spageti carbonara sama jus melon aja."
Pelayan itu segera mencatat pesanan keduanya dam bergegas meninggalkan kedua orang itu.
Ara memasng ekspresi terkejut, seolah baru sadar akan suatu hal.
"Nama lo siapa sih, gue kan belum tahu"
Laki-laki itu mendengus, baru dia temui perempuan seperti Ara, aneh, unik, lucu, dan tak ada jaim-jaimnya sedikitpun.
"Rendi. Dari tadi kita udah bareng-bareng, dan lo belum tahu nama gue?! Bahkan gue udah ngajakin lo makan juga."
"Lupa." Jawabnya singkat dan santai, seolah tak ada beban.
Rendi hanya menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa dia membantu gadis aneh ini?
"Lo pulang telat nggak dimarahin ortu lo?" Tanya Rendi.
"Kan gue pulang sama lo. Ya elo lah yang jelasin kenapa gue telat pulang."
Rendi lantas terkejut dengan ucapan santai Ara. Bagaimana mungkin ada gadis semacam Ara ini? Sungguh langka. Awalnya Rendi pikir Ara adalah tipe perempuan yang kalem, tapi rupanya dia salah besar.
"Kok gue? Gue mah cuma anterin lo. Nggak ada urusannya sama ortu lo."
"Harus, emang lo tega ngebiarin gue dimarahin orang tua gue. Lagian lo itu kan anaknya rekan bisnis bokap gue. Pasti lo nggak akan diapa-apain. Santai aja."
"Santai-santai your eyes!"
Ara mengabaikan ucapan itu. Dan itu semakin membuat Rendi jengkel pada gadis di hadapannya ini.
Tak lama pesanan mereka tiba, dan langsung mereka makan dengan lahapnya, apalagi Ara, dia makan sampai pipinya yang sudah chubby, menjadi tambah menggembung karena maknannya. Rendi yang melihat Ara terkekeh pelan.
"Berapa hari lo nggak makan? Kaya gembel aja."
Ucapan dari Rendi tersebut langsung mendapat delikan mata dari Ara. Namun, bukannya membuat Rendi takut, hal itu malah membuatnya gemas karena wajah Ara yang terlihat lucu. Hingga akhirnya Rendi mengacak rambut Ara. Dan mendapat cubitan tajam di tangannya dari Ara.
"Aww. Lo cewek kok gitu banget sih?"
"Nggak usah ngacak rambut gue!"
Rendi hanya diam tak menanggapi dan lebih memilih fokus dengan makannya.
Sementara dari meja yang jaraknya cukup jauh dari meja Ara dan Rendi, ada seseorang yang memperhatikan interaksi keduanya dengan pandangan mata tajamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Araisy [END]
Teen FictionLo terlalu baik sih, sampai hati aja rela lo bagiin sampai habis. Sampai lo nggak punya hati lagi! -Araisy . . . Bercerita tentang Araisy yang ceria, cerewet, dan penyabar. Juga tentang Vino yang egois dan playboy. Kuatkah Araisy menjalani hubungan...