Araisy 17

2.8K 176 7
                                    

Vino yang sedari tadi berusaha menahan emosinya langsung diselimuti kabut amarah. Ia tak bisa tahan lagi dengan ucapan Rendi. Hingga akhirnya Vino melayangkan satu pukulan ke arah wajah tampan Rendi. Hal itu membuat Ara dan Meta memekik karena terkejut dengan  yang Vino lakukan.

Rendi terhuyung ke belakang, yang untungnya tak membuatnya jatuh, karena Rendi dengan sigap menyeimbangkan badannya. Vino mulai melangkah dengan tatapan mata yang mulai menggelap ingin segera menuntaskan emosinya terhadap Rendi. Vino berniat melayangkan pukulan pukulannya lagi ke arah Rendi, namun  belum sempat pukuluan itu mengenai wajah rendi tiba-tiba ada tubuh mungil yang berdiri di hadapan Rendi dengan menatap mata Vino tajam.

Kepalan tangannya masih menggantung di udara, tepat di depan wajah cantik Araisy. Masih dengan nafas yang memburu, dan tatapan mata penuh amarah, Vino perlahan menurunkan tangannya.

Ara memandangnya dengan pandangan terluka dan kecewa. Padahal menurut Vino harusnya Vino yang kecewa karena Ara jalan berdampingan dengan Rendi dan berusaha melindungi Rendi. Tapi, kenapa malah Ara yang memandangnya dengan tatapan itu?

"Jangan pukul Rendi lagi."

"Aki berhak mukul dia! Dia udah berani deketin kamu, Ra! Kamu itu PACAR AKU!"

Ara membuang arah pandangannya dari wajah Vino. Apa tadi katanya? Ara pacarnya? Lantas kenapa Vino tak menjaga perasaannya?

"Pacar?"

Dengan mantapnya Vino mengangguk.

"Pacar yang ke berapa, Vin?" Tanyanya dengan nada lirih, yang sarat akan luka dan kecewa.

"Lo larang gue deket sama cowok yang jelas dia cuma temen gue. Tapi, lo? Lo bahkan pacaran sama cewek lain di depan gue, lo pelukan bahkan ciuman di depan gue, Vin. Gue itu cewek, gue juga bisa capek."

Ara sangat terluka, namun bukan hanya Ara yang terluka di sini. Rendi juga menjadi salah satu orang yang terluka. Ara hanya menganggapnya teman, smentara laki-laki yang dicintai Ara malah menyakiti Ara di saat Rendi sangat ingin menjaga Ara. Andai saja Ara tidak mencintai Vino, mungkin Rendi akan merebut Ara. Namun, Rendi tahu, Ara mencintai Vino sebegitu dalamnya, Rendi tak akan pernah tega memaksa Ara untuk dia miliki.

Sementara Meta, dia hanya diam. Namun, hatinya juga sakit. Cintanya untuk Vino itu tulus. Meta menjadi kekasih Vino pun sudah lebih dari cukup untuknya. Namun, setiap melihat Vino dengan pacarnya yang lain tetap saja membuat hatinya sakit. Vino tak pernah sepeduli itu pada Meta jika dia jalan dengan laki-laki lain. Tapi, dengan Ara? Vino seolah tak rela jika Ara drkat dengan laki-laki lain. Vino bisa bersikap seolah Vino cemburu.

"Tapi, tetep aja. Kamu itu punya aku, Ra!"

"Jangan egois, Vin. Di sini banyak yang udah lo sakitin. Lo liat Meta, dia sakit, tapi diem. Pacar lo yang lain juga sakit, Vin lo mainin kaya gini."

Mendengar penuturan Ara, Vino menolehkan kepalanya menatap Meta, yang matanya sudah berkaca-kaca. Apakah benar jika Vino menyakiti hati semuanya? Hatinya berkata iya, namun logikanya menyangkal. Vino tak ingin menggunakan hatinya dari awal. Dan semua pacarnya juga tahu itu. Harusnya mereka bersyukur bisa Vino jadikan kekasih. Jadi, Vino tidak perlu merasa bersalah.

"Gue pergi."

Setelah itu, Ara melangkah meninggalkan Vino dan Meta dengan menarik lengan Rendi. Sementara Vino yang berniat ingin mengejar Ara justru lengannya digenggam oleh Meta hingga Vino mengurungkan niatnya untuk mengejar Ara.

Vino mengalihkan tatapan matanya kepada Meta, bisa Vino lihat, Meta menatap Vino dengan senyuman yang Vino tahu itu adalah senyuman paksa. Mata Meta menatap Vino dengan luka.

"Kak Vino selalu peduli ya sama Kak Araisy." Lirih Meta.

"Dia kan pacar aku."

Meta menundukkan kepalanya mendengar pengakuan itu. Iya, Meta tahu Ara pacar Vino. Begitu pula Meta. Vino memang sering bersama Meta. Tapi, Vino tak sepeduli itu terhadap Meta. Bahkan jika Vino sedang bersama Meta, yang selalu Vino bicarakan adalah tentang Ara. Vino memang memiliki banyak kekasih, tapi Ara berbeda.

"Tapi, Kak Vino perlakuin Kak Ara itu beda, apa kakak nggak sadar?"

"Beda apa sih, Met? Sama aja kok."

"Nggak, kak. Aku tahu, Kak Vino mulai sayang kan sama Kak Ara. Dalam artian, rasa sayang sebagai pacar yang sebenarnya."

Vino cuma terdiam mendengar perkataan Meta. Apa benar Vino mulai menyayangi Ara? Vino tidak yakin, Vino tidak mungkin menggantikan posisi gadis yang selama ini ada di hatinya dengan Ara dengan mudah.

"Mungkin Kak Vino nggak sadar. Tapi, aku bisa rasain itu kak. Terutama dari sikap kakak." Suara Meta mulai tercekat. Sakit, dia mencintai Vino tulus, meski tak harus menjadi satu-satunya untuk Vino. Bisa menjadi bagian dari kisah Vino pun Meta suda sangat bahagia.

"Kak, aku mau kakak perjuangin Kak Ara, sebelum terlambat. Aku mau kita putus. Kakak cukup fokus sama kak Ara aja. Perjuangin apa yang menurut kakak tepat. Mungkin Kak Ara tepat untuk kakak."

"Kamu ngomong apa sih Met. Jangan bercanda." Vino mulai menggenggam tangan Meta.

"Kak. Please, jangan bohongi hati kakak lagi. Pertahankan kak Ara."

Air mata Meta sudah deras membasahi pipi gadis itu. Berat untuknya melepas Vino. Namun, Meta harus melakukannya. Tak selamanya dia akan berada di sisi Vino.

"Aku mohon kak. Kakak harus bisa nentuin pilihan kakak yang sebenarnya. Jangan buat banyak hati perempuan sakit. Jangan mainin hati perempuan lagi kak. Nanti kakak nyesel. Jaga yang bener-bener buat hati kakak nyaman."

"Kita putus ya." Lanjutnya.

Vino menatap mata Meta dalam. Apa ini saatnya Vino harus mengakhiri hubungannya dengan Meta. Vino akui, Vino hanya menyayangi Meta sebagai adiknya, bukan kekasihnya. Meta gadis yang baik, selalu bisa mengerti kondisi Vino, dan tidak pernah menuntut dan mengekakng Vino. Vino benar-benar merasa bersalah. Sudah membuat hadis baik di hadapnnya menangis.

Vino langsung menarik tubuh Meta ke dekapnnya. Dan di balas pula oleh Meta.

"Maaf, Met. Aku udah lukain kamu."

"Jangan merasa bersalah. Karena aku yang nerima kakak."

"Gimanapun juga, kamu adalah adik aku sekarang."

"Jadi sekarang kita adik kak?"

"Of course."

Meta tersenyum dalam dekapan Vino, setidaknya dia bisa dekat dengan laki-laki itu sebagai adik. Meta akan berusaha sekuat mungkin untuk menghapuskan perasaannya pada Vino. Begitu pula Vino yang merasa bahagia. Sudah menjadi  mantan setidaknya tidak menjadi musuh yang saling membenci bukan?

Araisy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang