Araisy 5

3.9K 227 4
                                    

Ketiga manusia kini tengah berada di kantin. Menghabiskan waktu istirahat untuk mengisi perut yang kelaparan. Siapa lagi kalau bukan Vino, Fatha, dan Bagas. Mereka adalah tiga sekawan yang sulit untuk terpisahkan.

"Luka lo udah diobatin, Vin?"

Vino hanya menanggapi pertanyaan Fatha dengan anggukan.

"Gila tuh si adek kelas kulkas. Tapi, emang lo harus digituin, Vin. Sekali-kali. Biar nggak gampang nyakitin eneng emesh."

Vino hanya diam mendengarnya.

Tiba-tiba ada yang menghampiri meja mereka bertiga.

"Fathaaaaa."

Fatha yang tengah memakan baksonya tersedak dan matanya memerah karena baksonya yang memang pedas. Sementara Bagas tak beda jauh dengan kondisi Fatha. Dia tersedak jus yang tengah diminumnya. Sedangkan Vino, dia santai saja karena sudah menyadari keberadaan gadis bersuara toa itu yang berjalan ke arah mejanya. Otomatis dia telah menyiapkan diri menyambut kedatangan gadis itu.

"Astaghfirullah. Lulu manis, cantik, baik, dan toa. Lo kalau dateng kalem dikit bisa nggak sih?"

Gadis yang dipanggil Lulu tak menanggapi ocehan Bagas. Dia malah menatap Fatha dengan seriusnya.

"Yah dikacangin gue."

Vino hanya terkekeh melihatnya, Fatha tak terlalu menanggapi. Dia lebih dokus dengan gadis di dekatnya.

"Nanti lo harus pulang sama gue. Nggak ada penolakan lagi. Lo udah seminggu kan jauhin gue. Pokoknya lo harus pulang bareng gue. Gue nggak mau ta__."

"Oke." Jawab Fatha cepat, sebelum gadis itu merusak gendang telinganya dengan berbagai kata yang akan diucapkannya.

"Good boy." Kata Lulu sambil tersenyum cerah, tak lupa menepuk pundak Fatha. Lantas dia melangkah pergi ke meja yang sebelumnya dia tempati.

"Lah? Cuma gitu?" Tanya Bagas dengan heran.

Setelah kepergian Lulu, tiba-tiba datang lagi seorang gadis. Kali ini tak menghampiri Fatha. Tapi, menghampiri Vino. Dia bergelayut manja pada lengan Vino. Sedangkan Vino membalasnya dengan senyuman dan mengelus rambut gadis di sampingnya. Fatha dan Bagas yang sudah biasa dengan pemandangan itu hanya mengacuhkannya.

"Vino, nanti aku mau ke salon. Anterin yah?"

"Iya sayang. Apa sih yang nggak buat kamu."

Gadis bernametag Karina Larasati itu tersenyum, senang dengan jawaban dari Vino.

"Kamu udah makan?"

Karin menganggukan kepalanya yang dia sandarkan di bahu Vino.

"Mau lagi?"

"Enggak ah. Nanti aku gendut terus kamu cari yang lain lagi."

Vino menanggapinya hanya dengan terkekeh. Memang iya, tipe Vino itu harus yang cantik dan langsing. Dasar laki-laki memang.

"Ya udah. Aku mau balik ke temen-temen aku dulu ya, Vin."

Vino menjawabnya dengan anggukan.

Setelah Karin pergi, Fatha dan Bagas langsung menatap Vino dengan serius. Sementara Vino yang ditatap menaikkan sebelah alisnya. Tak mengerti dengan tatapan teman-temannya.

"Lo tadi ngebentak eneng emesh nggak ngerasa bersalah gitu, Vin?"

Vino menghembuskan nafasnya kasar.

"Dia emang childish, dan menurut gue yang dia permasalahin itu sepele. Biasanya juga dia ngambek cuma sehari."

Kini giliran Fatha dan Bagas yang menghembuskan nafasnya kasar. Entah dosa apa mereka berdua memiliki teman seperti Vino. Playboy dan tidak peka sama sekali.

"Gue heran deh, lo sama yang lainnya pacaran cuma paling lama juga empat bulan. Sama si Araisy bisa sampai setahun, gimana ceritanya?"

"Soalnya Ara yang paling sabar."

Harapan baru mulai muncul dalam benak Fatha dan Bagas setelah mendengar jawaban Vino itu.

"Nah, apa lo nggak mau gitu serius sama si Ara. Jadiin dia satu-satunya cewek lo."

Mendengar perkataan Fatha, Vino berdecak kesal. Sahabatnya sudah tahu bahwa dia tak ingin menjadikam siapapun sebagai satu-satunya yang dia punya. Kedua sahabatnya juga tahu apa alasannya. Lantas kenapa mereka berdua masih menanyakan hal yang tak perlu dijawab.

"Lo udah tahu jawabnnya."

Seketika harapan Fatha dan Bagas lenyap sudah. Memang Vino itu terlalu keras. Mereka tahu alasannya. Itu karena di hati Vino masih ada satu nama yang belum juga hilang hingga kini. Vino tak ingin menghapusnya dari hatinya.

"Come on, bro. Life must go on. Lo nggak bisa stuck di masa lalu terus."

"Bener tuh kata si Bang Fatha. Lo harus ambil sikap. Terlalu banyak hati yang sakit karena keegoisan lo, tong. Apalagi hatinya eneng emesh. Dia udah sabar banget, eh malah lo mainin doang."

Vino juga tahu itu. Tapi, sulit untuk melupakan orang yang pernah mengisi hatinya. Vino juga tahu, banyak perempuan yang sudah disakitinya. Apalagi Ara, gadis itu terlalu baik bagi Vino. Vino juga sudah ingin mengakhiri hubungannya dengan Ara, karena Vino tak ingin terus menyakitinya. Namun, di sisi lain dia tak mau kehilangan Ara. Karena Ara yang paling mengerti Vino dari pada pacarnya yang lain.

"Percuma ngomong sama kepala batu. Nggak bakal didengerin, Gas."

Bagas mengngguk setuju. Memang Vino terlalu keras kepala jika mereka beri tahu. Bagas berpikir mungkinkah temannya itu harus diruqiyah terlebih dahulu agar sifatnya yang seperti setan itu hilang?

"Udah tahu percuma, kenapa masih ngomong lo berdua. Mending diem, daripada ngomong cuma buang tenaga."

Fatha dan Bagas hanya mempu mengelus dada memiliki sahabat macam Vino. Terlalu mudah dalam berbicara. Berusaha menasehati percuma, tidak dinasehati sikapnya selalu menbuat naik darah. Inilah dilema Fatha dan Bagas menjadi sahabat Vino. Repot untuk urusan mengingatkan. Kalau sudah menyesal baru tahu rasa.

Araisy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang