Bel pulang sekolah yang berbunyi nyaring menyebabkan lautan manusia yang berjalan menuju gerbang sekolah. Hal tersebut tak membuat Ara mendumel seperti biasanya. Gadis itu tersenyum dengan mata yang berbinar, langkahnya seperti sedikit berlari untuk cept sampai di tempat parkir. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan di benak Anggi. Apa yang membuat sahabatnya seperti ini?
"Gue mau jalan sama Vino, Gi." Kata Ara dengan senyum cerah yang terpatri di wajahnya.
Setelah mendengar itu Anggi hanya berO ria. Kalau untuk masalah Vino memang bisa membangkitkan semangat Ara berkali-kali lipat. Anggi pun paham itu. Sebenarnya Anggi kesal tahu Ara akan pergi dengan Vino. Tapi, melihat kebahagiaan Ara seolah kekesalannya tak berarti apa-apa. Karena Anggi ingin melihat Ara selalu bahagia.
Ara dan Anggi berhenti di tempat parkir, Ara menuju motor Vino, sedangkan Anggi menuju mobilnya. Mobil Ara nanti akan ada supir yang mengambilnya di sekolah. Anggi mengklakson mobilnya sebagai salam perpisahan pada Ara dan dibalas oleh Ara dengan lambaian tangan.
Tak berselang lama orang yang ditunggu-tunggu Ara datang juga. Dia menghampiri Ara.
"Udah lama nunggunya?"
"Baru aja kok." Ara menjawabnya dengan senyum manis yang setia diperlihatkannya.
Vino menaiki motornya, memberikan satu helm kepada Ara dan disusul oleb Ara naik ke boncengannya. Setelah itu motor Vino melaju membelah jalanan kota yang tak pernah sepi dari kendaraan.
Motor Vino berhenti tepat di salah satu mall yang ada di pusat kota. Untungnya saat itu Ara membawa jaket untuk menutupi atasannya. Sedangkan Vino, tak perlu ditanyakan lagi, laki-laki itu selalu membawa jaket jika pergi kemanapun.
Ara dan Vino berjalan menyusuru mall dengan bergandengan tangan sesekali berbicara, walaupun lebih banyak Ara yang betbicara karena dasarnya memang gadis itu cerewet. Vino dan Ara memasuki kedai ice cream langganan mereka berdua.
Setelah mendapatkan tempat duduk Ara memesan ice cream rasa oreo, sedangkan Vino rasa vanila.
"Lama ya kita nggak jalan berdua gini."
"Iya. Lo sih sibuk jalan sama pacar lo yang lain. Lama deh nggak jalan sama gue."
Vino hanya terkekeh seraya mengacak puncak kepala Ara.
"Vinoooo. Berantakan kan jadinya rambut gue."
Rambut yang tadinya Ara ikat akhirnya dia gerai karena ulah Vino yang membuatnya berantakan.
Vino hanya terkekeh memperhatikan Ara. Jauh di dalam hatinya, Vino sangat merindukan Ara sejujurnya. Namun, Vino kadang mengabaikan rindunya dan menjadikan pacarnya yang lain sebagai pelarian rasa rindunya pada Ara. Karena saat itu Ara tengah marah pada Vino.
"Sekarang masih marah sama aku?"
"Sedikit."
Tak lama setelah itu pesanan mereka datang. Ara yang melihat ice cream pesanannya langsung melahapnya dengan khidmat karena Ara adalah orang yang sangat suka dengan yang namanya ice cream.
"Vino, lo waktu itu dipukul yah sama Rio? Maafin Rio ya?"
"Nggak apa-apa. Lagian dia gitu juga buat kamu kan karena aku bentak kamu."
"Tapi, tetep aja kan, lo jadi babak belur. Siapa yang ngobatin luka lo?"
"Karin."
Ara hanya menundukkan kepalanya. Mendengar Vino harus diobati oleh perempuan lain membuatnya agak sedikit kecewa. Karena bukan Ara yang mengobatinya. Bisa Ara pastikan bahwa Karin adalah salah satu pacar Vino. Secepat kilat Ara mengubah raut wajah sedihnya dan mulai emngangkat kepalanya menatap Vino dengan senyum lebarnya.
"Gue seneng lo udah ada yang ngobatin. Karin baik ya."
Walaupun mengucapkan dengan senyuman lebar. Percayalah Ara tak sebahagia itu mengucapkannya. Dia hanya tak ingin Vino mengetahui kesedihannya.
Vino hanya menganggukkan kepalanya mendengar hal tersebut.
"Ra, kok kamu nggak pernah si nyebut kita jadi aku-kamu. Kenapa harus lo-gue?"
Memang sedari awal Ara menyebut dirinya dan Vino lo-gue.
"Ya karena pacar lo banyak. Asal lo tahu, panggilan aku-kamu bisa buat cewek-cewek lo cemburu."
"Termasuk kamu?"
Ara hanya diam tak menanggapi. Ara tak mau membahas topik ini lagi.
"Habis ini kita kemana lagi?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Ara adalah untuk mengalihkan topik. Biarkan dulu Ara menikmati waktu berdua dengan Vino tanpa mengingat pacar Vino yang lainnya. Ara ingin benar-benar hanya dirinya dan Vino.
"Ke timezone aja mau?"
"Mau."
Ara dan Vino memasuki area timezone. Mereka berdua langsung asik bermain di sana. Pertama mereka mencoba bermain basket. Vino dan Ara semangat melemparkan bola basket ke ring. Dan itu dimenangkan oleh Vino. Setelah itu mereka bermain balap motor. Lagi-lagi dimenangkan oleh Vino.
"Vino, lo curang ih."
"Curang apa?"
"Lo nyenggol gue tadi. Jadi kalah kan gue."
"Jangan nagmbek dong sayang."
Ara masih saja memasnag muka jengkelnya pada Vino.
"Boneka mau?"
Ara langsung menoleh ke arah Vino.
"Mau."
"Tapi, jangan ngambek lagi."
Ara langsung mengubah raut jengkelnya menjadi raut wajah ceria lagi.
Mereka melangkahkan kaki ke arah permainan pencapit boneka.
"Gue mau yang beruang, yang warna biru itu, Vino"
"Oke."
Vino berusaha mendapatkan boneka yang Ara inginkan. Sementara Ara menyemangati Vino agar Vino mendapatkannya.
"Ayo Vino. Dikit lagi."
Setelah usaha Vino, akhirnya boneka yang Ara inginkan bisa didapatkannya. Vino langsung menyerahkan boneka itu pada Ara yang disambut dengan senyuman ceria dari Ara seperti biasanya.
"Makasih Vino."
"Sama-sama sayang."
"Pulang sekarang yuk, Ra. Udah sore nih."
Ara menganggukkan kepalanya. Vino dan Ara melangkahkan kaki menuju keluar mall, dan Vino langsung mengantarkan Ara pulang. Bagi Ara hari ini adalah hari yang membahagiakan, karena dia bisa berdia dengan Vino menghabiskan waktu. Ara harap waktu seperti ini akan terulang lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Araisy [END]
Teen FictionLo terlalu baik sih, sampai hati aja rela lo bagiin sampai habis. Sampai lo nggak punya hati lagi! -Araisy . . . Bercerita tentang Araisy yang ceria, cerewet, dan penyabar. Juga tentang Vino yang egois dan playboy. Kuatkah Araisy menjalani hubungan...