Namun, yang menarik perhatinnya bukan foto itu. Namun, stickynotes yang ditempel di sana. Yang membuat hatinya terasa teremas. Sakit untuk yang kesekian kalinya. Merasa sesak kembali. Matanya memanas membaca tulisan itu.
El❤Diva
Flashback on
Jam pulang sekolah telah berbunyi, membuat sorak sorai murid SMA Nusa Bangsa menggema. Bahagianya mereka melepas penat setelah seharian dipusingkan oleh berbagai macam materi pelajaran. Begitu pula dengan Ara. Gadis itu tengah merapikan alat tulisnya yang berserakan di meja, setelah selesai, Ara bergegas keluar dari kelasnya.
"Duluan yah, Gi."
Anggi hanya menjawabnya dengan anggukan, karena dia tengah fokus pada ponselnya menghubungi supirnya untuk menjemput.
Saat sampai di depan pintu, Ara dikejutkan dengan satu manusia yang tiba-tiba menghadang jalannya dengan tersenyum manis menampilkan gigi putihnya.
Ara hanya dapat mengelus dada melihat kelakuan kekasihnya yang mengejutkan dirinya.
"Pulang sekarang kan?"
Ara hanya mengangguk sebagai respon.
Melihat respon dari kemasihnya Vino segera menggandeng tangan gadis itu. Mereka menyusuri koridor dengan tangan yang saling terpaut. Hingga suara Ara memecah kesunyian keduanya.
"Gue manggil lo El aja gimana, Vin? Biar beda dari yang lain. Bagus tahuu."
Vino yang mendengar penuturan gadisnya sontak menghentikan langkahnya. Yang otomatis membuat Ara juga ikut menghentikan langkah kakinya.
"Barusan manggil apa?" Tanya Vino tanpa menatap Ara.
"El?" Jawab Ara dengan menatap Vino penuh tanya.
Mendengar itu Vino segera mengeraskan rahanya. Genggamannya pada Ara kian mengerat hingga membuat gadis itu menringis menahan sakit. Vino segera menatap Ara dengan pandangan tajam dan menusuk. Ekspresinya yang dingin membuat Ara merasa ciut melihatnya. Tak ada kesan lembut sama sekali dalam diri Vino. Hanya menguar aura kemarahan yang Vino tunjukkan pada Ara. Hingga membuat Ara bertanya apakah ada yang salah dari ucapannya.
"Jangan.pernah.panggil.gue.dengan.nama itu!" Ujar Vino dengan penekanan di setiap katanya.
Gue? Vino menyebut dirinya gue pada Ara?
"Kenapa?"
"Karena lo nggak berhak." Tegasnya.
Setelah mengatakan hal itu. Vino segera melepaskan genggamannya pada Ara dan melangkah menjauhi gadis yang kini hanya mempu menahan sesak dan menatap punggung tegap kekasihnya itu.
Setelah tiga langkah, Vino menghentikan langkahnya.
"Pulang sendiri!" Ujarnya tanpa menoleh ke belakang, dan melanjutkan langkahnya lagi.
"Salah gue apa?" Lirih Ara dengan menatap Vino yang semakin menjauh.
Flasback off
"Jadi ini alesannya. Cuma dia yang berhak manggil lo 'El'?" Lirihnya.
Air matanya telah menggenang di pelupuk matanya. Namun ia tahan agar tak sampai jatuh. Jujur hatinya sakit. Jadi dia tidak berhak karena yang ini? Jelas saja. Memang Ara ini siapa? Hanya kekasih yang tidak ada di hati Vino. Hubungannya dengan Vino hanya status.
Ara terkekeh pedih setelah menyadari satu hal.
"Raga lo sama gue, Vin. Tapi, hati dan pikiran lo punya cewek itu."
.
.
.Setelah mengantarkan Ara ke rumahnya Vino segera membaringkan tubuhnya di kasur empuknya. Vino memikirkan tentang Ara. Ada apa dengan gadis itu. Setelah tadi Vino keluar dari kamar mandi tiba-tiba saja Ara minta untuk pulang. Bahkan gadis itu tidak mengajaknya bicara sama sekali. Membuat Vino heran dengan keterdiaman gadis itu. Apakah Vino memiliki kesalahan padanya? Tapi, berulang kali Vino berusaha mengingat apa kesalahnnya tetap saja Vino tidak menemukan letak salahnya dimana.
Vino yang masih setia dengan posisi rebahannya menoleh ke arah samping tempat tidurnya. Fokusnya teralih pada satu buku tebal warna biru. Album yang tadi dibuka oleh Ara tanpa Vino ketahui.
Vino bangkit dari tidurnya dan segera meraih benda itu. Dia membuka lembar demi lembar dengan raut sedih yang sangat terlihat darinya.
"Aku kangen, Div."
Hingga Vino berhenti pada satu lembar, yang membuatnya berganti ekspresi menjadi tersenyum manis sambil mengelus lembaran itu.
"Kayanya gue mulai jatuh cinta sama dia. Boleh kan, Div?" Ujarnya dengan terkekeh.
Sementara itu, di lain tempat Ara tengah duduk di balkon kamarnya. Suara petikan alunan gitar yang dimainkannya memecah kesinyian malamnya. Jangan lupakan suara lembut dari gadis itu yang mengalun merdu.
Kini kutahu bila cinta tak bertumpu pada status
Semua orang tahu bila kita sepasang kekasih
Namun, status tak menjamin cintaKini kutahu bila cinta tak bertumpu pada lidah
Lidah bisa berkata, namun hati tak sejalan
Kata-kata tak menjamin cintaUntuk apa, untuk apa cinta tanpa perbuatan
Untuk apa cinta tak kejujuran
Tak ada artinyaUntuk apa, untuk apa cinta tanpa pembuktian
Untuk apa status kita pertahankan
Bila sudah tak lagi cintaSelesai menanyikan lagu itu Ara langsung menunduk, bahunya bergetar dengan isakan yang terus ia keluarkan. Seloah menyampaikan pada semuanya bahwa dia benar-benar sakit kali ini. Sekian lama dia bersama Vino, akhirnya untuk pertama kali dia menangisi laki-laki itu. Oh! Bukan menangisi Vino. Mungkin lebih tepatnya menangisi dirinya sendiri. Karena seberapa kerasnya dia bertahan Ara sadar, bukan dia yang Vino mau.
"Hiks, sakit." Ucapnya sambil memukul dadanya, berusaha menghilangkan sesak yang bersemayam di sana.
Ara merasa semuanya percuma. Vino tak akan pernah bisa dia miliki. Sampai kapanpun tak akan mungkin. Apakah ini waktunya dia berhenti? Apakah ini waktunya melepas Vino? Apa dia sanggup?
"Kalau seandainya hiks cuma sakit hiks kenapa rasa cinta ini harus ada?"
Malam ini, langit menjadi saksi betapa rapuhnya Ara. Betapa sakit gadis itu selama ini. Malam melihat air mata gadis itu luruh dengan sangat deras. Juga mendangar lontaran kalimat lemah yang menandakan bahwa dia lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Araisy [END]
Ficção AdolescenteLo terlalu baik sih, sampai hati aja rela lo bagiin sampai habis. Sampai lo nggak punya hati lagi! -Araisy . . . Bercerita tentang Araisy yang ceria, cerewet, dan penyabar. Juga tentang Vino yang egois dan playboy. Kuatkah Araisy menjalani hubungan...