Araisy 3

4.3K 290 6
                                    

Jam waker di nakas samping tempat tidurnya berbunyi nyaring. Tak menunggu lama Ara langsung membuka matanya, menyesuaikan retina matanya dengan cahaya. Lampu di kamarnya memang tak pernah ia matikan. Ara tak suka tidur dalam keadaan gelap.

Perlahan dia bangkit dari berbaringnya, bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil wudlu dan menunaikan ibadah solat subuh sebagai seorang muslim. Berlanjut dengan bersiap-siap untuk sekolah.

Gadis itu sudah siap dengan seragam Nusa Bangsa dengan kemeja warna putih dan rok maroon, tak lupa jas almamater berwarna senada dengan roknya. Rambutnya ia gerai dan menggunakan bando berwarna putih.

Selesai dengan penampilannya ia menyambar tas dengan warna hitamnya dan berjalan keluar kamar menghampiri keluarganya di meja makan.

"Ohayou gozaimasu minnasan."

"Pagi juga anak bunda."

"Pagi sayang."

Ayah dan bundanya tersenyum membalas sapaan dari Ara, sementara sang adik hanya memutar bola matanya, jengah dengan sikap sang kakak yang selalu berisik di pagi hari.

Ara mengambil tempat duduk di samping adiknya, Riondi Denata Putra. Rio masih kelas sepuluh sedangkan Ara sudah kelas 11. Hanya terpaut satu tahun usia mereka. Bahkan jika Ara dan Rio pergi bersama kadang orang-orang menganggap Rio sebagai kakak dan Ara sebagai adik karena tubuh mungil Ara dan Rio yang memiliki postur tubuh tinggi dan lumayan berotot pula, ada juga yang mengira mereka sepasang kekasih.

"Rio, jadi orang itu nggak boleh dingin-dingin. Nanti cewek nggak mau deket sama lo. Emang lo mau?"

Rio hanya diam, dengan pandangan kesal ke arah sang kakak. Perbedaan sifat keduanya memang seratus delapan puluh derajat. Ara cenderung cerewet, ceria, ramah, dan galak. Sedangkan Rio yang lebih cuek, dingin, dan bodo amat.

"Mending nggak punya pacar, dari pada diselingkuhin."

Ara yang mendengar ucapan Vino hanya mendengus sebal dengan ucapan sang adik yang benar adanya.

Rio memang tahu hubungan kakaknya dengan Vino. Rio juga sudah menyuruhnya putus dengn Vino tapi kakaknya menolak. Akhirnya Rio membiarkan kakaknya berpacaran dengan Vino dan mulai tak mencampuri urusan kedua orang itu. Tapi, kalau sampai Rio tahu kakaknya disakiti oleh Vino, maka dia akan bertindak. Meskipun dingin dan cuek, Rio tetap menyayangi kakaknya.

🍁🍁🍁

Ara sampai di sekolahnya pukul 06.50, setelah memarkirkan mobilnya gadis itu beranjak menuju kelasnya. Dia tak datang bersama Rio karena Rio yang tak mau memboncengnya. Rio lebih suka berangkat dengan motor sport kesayangannya. Terlebih Rio tak mau terjadi apa-apa di jalan akibat ocehan sang kakak yang tak ada hentinya itu.

Di koridor menuju kelasnya tak sengaja netranya menatap dua orang yang sedang berpelukan. Pemandang berpelukan tak akan membuatnya sesakit ini jika yang melakukannya bukan Vino dan perempuan lain. Gadis itu menghentikan langkanya, dia ingin berlari menjauh dari tempatnya berpijak. Namun kakinya seolah terpaku di sana. Dia tak menangis, lebih dari itu hatinya tersakiti lagi. Air matanya tak keluar, namun hatinya ingin memberontok, namun sekuat tenaga ia tahan.

"Lagi Vin." Lirihnya menatap kedua orang jauh di depannya dengan tatapan sendu.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya hingga membuat Ara terperanjat kaget. Rupanya itu Anggi. Anggi menarik tangan Ara menuju kelasnya, dimana perjalanan menuju kelasnya harus melewati dua orang yang tengah asik berpelukan tanpa peduli sekitar. Ara ragu untuk melangkah, namun Anggi menarik tangan begitu kuat hingga Ara terpaksa menyeimbangi langkah Anggi.

Tepat di depan Vino dan pacarnya yang entah keberapa Anggi menghentikan langkahnya, sehingga Ara pun ikut menghentikan langkahnya.

"Hebat ya, pelukan di depan pacar."

Suara yang berasal dari Anggi membuat kedua orang itu tersentak kaget dan menatap Anggi dan Ara. Vino dan gadis yang tadi dia peluk seolah tak memiliki dosa. Dengan santainya Vino menyapa Ara.

"Sayang." Sapanya pada Ara dengan senyuman manis. Sedangkan gadis di sebelah Vino yang Ara tahu namanya adalah Sindi hanya memutar matanya malas.

Ara tak membalas sapaan Vino. Dia hanya terdiam menatap Vino dengan datar.

"Kok diem?"

"Iyalah diem biar apa Ara bales sapaan lo? Nggak penting banget. Lanjutin aja acara pelukan lo sama pacar lo. Btw dia pacar keberapa?"

Vino hanya menatap Anggi sekilas, lalu mengalihkan perhatiannya lagi pada Ara.

"Nanti pulang bareng aku ya."

"Gue kan bilang nggak usah ganggu gue dulu."

"Ra, seharian aku udah nggak hubungin kamu. Masih kurang? Jangan childish dong, Ra. Ini masalah sepele."

Ara tercengang dengan perkataan Vino. Childish?! Masalah sepele?! Apa Vino gila?! Bukan hanya Ara yang kaget dengan perkataan Vino. Anggi pun juga ikut kaget mendengarnya.

"Lo nggak punya perasaan ya Vin?! Kalau Ara childish lo apa?! Egois?!"

Anggi langsung mengalihkan tatapannya dari Vino ke arah Ara.

"Ra, putusin aja si Vino ini. Buat apa sih masih bertahan sama cowok laknat kaya dia?"

Anggi mengucapkannya dengan suara yang benar-benar kesal. Anggi kesal dengan Vino yang tak tahu diri, kesal dengan Ara yang keras kepala juga.

"Kok lo nyuruh-nyuruh cewek gue putus?!"

"Karena lo cuma nyakitin, bukan bahagiain!"

Vino tak memperdulikan Anggi, perhatian Vino kembali pada Ara. Berusaha meraih tangan Ara. Namun, Ara menepis tangan Vino dan berjalam menjauhi Vino. Menerobos kerumunan yang tengah menonton aksi mereka. Ara ingin menangis, tapi untuk apa? Untuk Vino? Ara tak mau menangis hanya untuk laki-laki.

Anggi mengejar Ara, berusaha menenangkan gadis itu. Sementara Vino hanya berdiri di tempat bersama Sindi. Perlahan kerumunan itu mulai mereda. Fatha dan Bagas menghampiri Vino.

"Lo kenapa sih harus bilang Ara childish. Kalau dia childish, dia bakalan terus minta waktu yang lo punya buat dia. Dia bakalan protes terus-terusan. Bahkan walaupaun Ara ngelakuin itu, gue rasa dia nggak childish. Itu wajar karena lo pacarnya. Tapi, dia milih bertahan, Vin."

Penjelasan dari Fatha tak Vino gubris. Vino segera berlalu dari tempat itu. Meninggalkan Fatha, Bagas, dan Sindi. Sindi yang tiba-tiba ditinggalkan oleh Vino hanya mencebik kesal. Fatha dan Bagas hanya melihatnya sekilas lalu meninggalkan perempuan itu dengan beribu kekesalannya.

Araisy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang