Rendi menghentikan motornya tepat di depan gerbang warna putih, dengan rumah berlantai dua yang di dominasi warna abu-abu muda. Ara turun dari boncengan Rendi dan memanggil Pak Mamat, satpam rumahnya yang kebetulan berjaga di pos.
"Pak Mamat. Bukain dong!" Seru Ara hingga membuat Pak Mamat yang sedang meminum kopi sampai tersedak akibat suara Ara yang begitu melengking.
Pak Mamat segera mendekat dan membukakan gerbang untuk Ara.
"Astaghfirullah non. Kaget bapak teh."
Ara hanya cengengesan pada Pak Mamat. Sementara Pak Mamat menatap laki-laki yang bersama majikannya.
"Temen non?"
"Iya Pak. Namanya Rendi."
"Eleuh eleuh kasep pisan atuh."
Rendi yang mendengar pujian tersebut langsung tersenyum sambil menyisir rambutnya ke belakang. Dan hal tersebut membuat Ara merotasikan bola matanya.
"Dari lahir, Pak." Jawab Rendi dengan percaya dirinya.
"Lo masuk ayo. Jangan lupa jelasin ke bokap gue. Supaya gue nggak dimarahin."
Akhirnya Rendi dan Ara masuk ke pelataran Rumah Ara. Gerbang yang tadinya terbuka segera ditutup kembali oleh Pak Mamat.
Ara dan Rendi masuk ke dalam rumah dan sudah disambut oleh tatapan khawatir orang-orang rumah. Rio juga ada di sana.
"Rendi?"
Rendi segera menoleh ke pada ayah Ara, Rahman. Lalu menyalami tangan kedua orang tua Ara. Begitupun dengan Ara yang langsung menyalami tangan kedua orang tuanya. Ara sempat bingung kenapa ayahnya tahu Rendi?
"Om. Maaf baru antar Ara pulang. Soalnya tadi saya ajak makan dulu."
"Ohh, nggak apa-apa kalau kaya gitu. Om cuma khawatir sama Ara."
"Ayah udah kenal sama Rendi?"
Obrolan antara Rahman dan Rendi terinterupsi oleh suara Ara.
"Kenal lah sayang. Kita pernah beberapa kali ketemu."
Ara menganggukan kepalanya paham.
"Kamu kenapa nggak telfon dulu sih kalau pulang telat, Ra?"
"Itu mah, HP Ara lowbat. Lagian Rio tuh, pakai latihan karate segala, Ara kan jadi harus nunggu angkot lama, malah nggak ada yang lewat. Untung ada Rendi."
Rio yang mendengar dirinya disalahkan lantas tidak terima.
"Kok jadi gue?!"
"Ya elo lah. Elo ngasih tahunya kelamaan. Mana chat terakhir dari gue nggak lo bales. Padahal gue ngetik udah panjang kali lebar!"
"Ya tetep aj_"
"Udah-udah! Kalian ini yah, tiap hari ribuuut mulu. Pusing mamah." Lerai Alisa- bunda Ara.
Akhirnya Ara dan Rio hanya bisa saling melemparkan tatapan tajam dan sinis satu sama lain. Sementara Rendi yang menyaksikan perdebatan kedua saudara itu terkekeh.
"Oh iya, nak Rendi makasih yah udah mau nganterin Ara."
"Iya sama-sama tante. Lagian saya juga seneng bisa membantu."
"Ya udah kalau gitu kamu di sini dulu aja ya, tante buatin minum dulu."
"Eh, nggak usah repot-repot tante. Saya langsung pulang aja."
"Eh, nggak mau lebih lama di sini?"
"Nggak tante. Lain kali saya main lagi kok ke sini."
"Beneran yah? Main lagi. Nanti kita main catur bareng." Kali ini ayah Ara yang menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Araisy [END]
Teen FictionLo terlalu baik sih, sampai hati aja rela lo bagiin sampai habis. Sampai lo nggak punya hati lagi! -Araisy . . . Bercerita tentang Araisy yang ceria, cerewet, dan penyabar. Juga tentang Vino yang egois dan playboy. Kuatkah Araisy menjalani hubungan...