Ara berlari menuju pinggir jalan untuk mencari taksi dengan air mata yang masih membanjiri pipinya. Fatha menyusul Ara dan meminta Ara untuk pulang bersamanya. Bagas pun ikut menyusulnya.
"Gue mau sendiri dulu, Fat, Gas."
Akhirnya Fatha dan Bagas tidak memaksa Ara untuk pulang bersama mereka. Mereka berdua tahu kondisi Ara saat ini tengah kacau.
Setelah Ara menaiki taksi, Bagas dan Fatha menaiki motor mereka. Mengikuti taksi yang ditumpangi Ara dari belakang, hanya untuk memastikan bahwa Ara sampai di rumahnya dengan aman.
Beberapa saat kemudian taksi yang ditumpang Ara sampai di depan rumahnya, Ara langsung turun dari taksi dan berlari menuju ke dalam rumah, tak peduli dengan Rio yang baru pulang.
"Kak lo kenapa?"
Rio berusaha untuk mencegat Ara yang menangis. Namun, Ara tetap tak menghiraukannya dan berlari menghindari Rio.
Rio heran melihat kakaknya yang menangis, sekilas Rio melihat pipi Ara yang memerah bahkan bekas tangan masih terlihat di sana. Rio tahu dengan jelas bahwa itu adalah bekas tamparan. Rio melihat di depan gerbang terdapat Fatha dan Bagas. Rio segera menghampiri keduanya.
"Kakak gue kenapa?"
Fatha dan Bagas saling pandang, bingung harus menceritakannya bagaimana pada Rio. Karena mereka tahu pasti, Rio tak akan tinggal diam melihat Ara terluka.
"JAWAB!"
Bentakan Rio mengejutkan Fatha dan Bagas. Akhirnya Bagas membuka suaranya.
"Kita bakal jelasin, tapi nggak di sini juga kan? Izinin kita masuk."
Rio menggiring mereka menuju ruang tamu di rumahnya.
Setelah Fatha dan Bagas duduk di sofa, mereka mulai menceritakan yang terjadi pada Ara.
"Jadi Vino yang nampar kakak gue?!"
Bagas dan Fatha mengangguk menjawabnya.
Rio langsung mengepalkan tangannya. Matanya menandakan kilatan amarah yang siap dia ledakkan sewaktu-waktu. Rio tak terima ada orang yang melukai kakaknya. Bahkan Rio jarang melihat Ara menangis, tapi kini? Ara mengeluarkan air matanya hanya karena seorang Vino?!
.
.
.Sementara itu, Vino kini berada di dalam kamarnya. Dia meninggalkan Aira di rumah sakit. Pikirannya kacau, dia menyesal menampar Ara, tak seharusnya dia menampar Ara. Vino memang playboy, tapi untuk urusan mengasari perempuan Vino tak akan mau melakukannya. Tapi, saat ini, tangannya benar-benar lancang menyakiti Ara. Bahkan Ara telah mengatakan putus padanya. Kalau dengan mantan Vino yang lain, Vino bahkan tidak peduli walaupun mantannya mengatakan putus. Namun, ini Ara. Salah satu pacar Vino yang bahkan Vino sendiri tak mengerti mengapa dia begitu menyayangi Ara dari pada yang kekasihnya yang lain. Ara berbeda.
"Arghhh."
Vino mengacak rambutnya gusar, Vino tak pernah merasa sebersalah ini. Perasaannya tak tenang, pikirannya selalu tertuju pada gadis yang tadi memutuskan hubungan mereka. Vino seolah tak rela bila hubungan mereka harus berakhir. Vino khawatir dengan keadaan Ara, bagaimana kondisi gadis itu. Pasti dia sangat marah pada Vino. Vino bisa melihatnya dengan jelas. Tapi, Vino juga kecewa pada Ara tak seharusnya Ara membuat Aira terjatuh tadi.
Di saat Vino tengah bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, menampilkan dua sosok temannya. Kali ini tak ada tatapan jahil dari Bagas maupun Fatha. Yang Vino jumpai adalah wajah datar dan tatapan kecewa dari dua sahabatnya.
Fatha dan Bagas menghampiri Vino, mereka duduk di kasur Vino.
"Gue mau ngomong."
Bagas memulai ucapannya. Kalai ini dengan wajah yang benar-benar serius.
"Lo mau tahu yang sebenernya terjadi tadi?"
Vino tak berkutik. Hanya diam memperhatikan Bagas. Bagas anggap itu sebagai 'iya'.
"Gue udah punya feeling nggak enak tadi kalau ninggalin mereka berdua. Maknnya gue milih nggak jadi ikut. Tapi, saat gue mau masuk, gue denger nada sinis Aira yang ngomong sama Ara. Dia minta Ara buat jauhin lo, dia bilang Ara itu benalu, dan nggak pantes buat lo. Di situ Ara nggak terima dan bales ucapan dia."
Ada jeda sejenak dari Bagas sebelum melanjutkan ceritanya.
"Tiba-tiba Aira nampar Ara. Ara belum sempet apa-apain Aira. Tiba-tiba Aira turun dari kasur, dan duduk di lantai. Setelahnya, lo bisa simpulin kelanjutannya. Bahkan lo nampar Ara dengan tangan lo sendiri!"
Seiring dengan penjelasan Bagas, emosi Vino semakin memuncak. Dia marah pada dirinya sendiri. Vino bangkit dan meninju dinding yang ada di dekatnya. Tak peduli dengan tangannya yang merasakan sakit. Tanagn ini yang dia gunakan untuk menampar Ara tadi. Setahun Vino berpacaran dengan Ara harusnya dia paham, Ara tak akan tega menyakiti orang lain. Bodoh!! Harusnya Vino tak mudah tertipu oleh medusa seperti Aira. Kini dia benar-benar menyesal.
"Lo sadar nggak sih? Lo itu udah sayang sama Ara sebenernya, Vin. Tapi lo nyangkal itu, hati lo sayang sama Ara, hati lo udah nerima Ara. Tapi, otak lo menolak itu, karena lo janji sama diri lo sendiri bahwa nggak akan ada yang menggantikan posisi Diva."
Vino, masih belum yakin dengan apa yang dikatakan Fatha. Vino syang pada Ara, tapi entah apakah itu menyamai atau bahkan melebihi sayangnya pada Diva, mantan kekasihnya.
"Padahal Araisy udah sekuat hati sabar sama lo, Vin. Tapi, lo lukain dia buat kesekian kali. Bahkan sampai kata putus bisa dia ucapin. Gue nggak yakin dia bakal maafin dan mau balik sama lo."
Vino pun menyadari ucapan Bagas. Vino sudah keterlaluan pada Ara. Vino terlalu sering menyakiti Ara. Vino mengingat semua momen bersama Ara, perlakuan Vino pada Ara juga. Dan semua itu semakin membuatnya menyesal atas tindakannya. Vino sekarang benar-benar yakin dirinya bodoh menyia-nyiakan Ara.
.
.
.Ara kini tengah berada di kamarnya, sedari tadi dia belum keluar dari kamarnya. Bahkan bundanya, ayahnya, juga Rio sudah mengetuk puntu kamarnya. Menyuruhnya untuk keluar dan makan. Namun, Ara tetap tak membuka pintu kamarnya. Ara ingin sendiri. Hatinya sakit mengingat kejadian di rumah sakit. Ara juga tak ingin menangis, tapi biarkan untuk kali ini dia menangis. Setelahnya Ara berjanji, dia tak akan menangis lagi, Ara akan bangkit menjadi Ara yang ceria kembali. Ara janji ia tak akan menjadi gadis bodoh lagi seperti sebelumnya yang diam jika disakiti. Ara janji untuk itu.
Tok
Tok
Tok"Ara buka sayang, makan malam yuk, nak. Bunda khawatir."
Ara tahu, keluarganya pasti sangat khawatir. Bodohnya Ara rela mennagis hanya untuk Vino. Orang yang baru datang di kehidupannya. Orang tuanya saja tak akan tega menyakitinya, tapi Vino? Dia seenaknya melukainya terus menerus. Ara benar-benar merasa bodoh sekarang.
"Ara nggak makan dulu yah, bun. Ara mau sendiri dulu. Ara bakal keluar besok pagi. Bunda tenang aja, Ara janji."
Ara menjawabnya dengan suara yang serak. Seperti apapun keadaannya. Ara tak akan tega membuat keluarganya khawatir. Jadi Ara berkata seperti itu agar bundanya lebih tenang.
Malam semakin larut, akhirnya Ara tak sadar telah tidur karena lelah seharian menangis. Ara sudah bertekad, besok dia akan bangkit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Araisy [END]
Genç KurguLo terlalu baik sih, sampai hati aja rela lo bagiin sampai habis. Sampai lo nggak punya hati lagi! -Araisy . . . Bercerita tentang Araisy yang ceria, cerewet, dan penyabar. Juga tentang Vino yang egois dan playboy. Kuatkah Araisy menjalani hubungan...