Araisy 18

2.9K 168 3
                                    

Sementara itu, di lain tempat, kini Ara sedang berada di taman bersama Rendi. Ara butuh untuk menenangkan dirinya, Ara butuh untuk menjernihkan pikirannya, butuh untuk menghilangkan sedihnya sejenak.

Tak ada percakapan selama lima belas menit mereka berdua duduk di taman. Hanya ada keheningan yang menyelimuti kedua remaja berbeda jenis itu. Rendi yang paham dengan kondisi Ara yang butuh ketenangan, dan Ara yang tak ingin diganggu oleh apapun dan siapapun sesaat. Benar-benar saling melengkapi. Jadi meskipun ada Rendi di samlingnya, Ara tak akan terganggu, karena laki-laki itu tak melakukan apapun dan tak mengucapkan apapun.

Setelah Rendi merasa Ara sudah mulai tenang, barulah Rendi berani untuk membuka suaranya.

"Ra, udah mendingan?"

Ara mengalihkan pandangannya ke arah Rendi setelah mendengar suara laki-laki yang duduk di sampingnya.

"Lumayan." Jawabnya sambil tersenyum manis. Walaupun masih ada kesedihan di mata gadis itu.

Rendi sejujurnya bingung dengan Ara. Mengapa Ara tidak menangis saat Vino terus menyakitinya? Apakah sekuat itu seorang Araisy? Dan pertanyaan lain yang terus bersarang di kepala Rendi adalah, kenapa Ara mau menjadi kekasih seorang Vino, yang sudah jelas adalah seorang playboy SMA Nusa Bangsa?

"Ra, gue heran deh sama lo. Kenapa lo nggak nangis saat Vino nyakitin lo?"

Ara menghela nafasnya sejenak, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan dari Rendi.

"Dari luar, gue emang nggak nangis Ren. Tapi, hati gue sakit. Hati gue luka, batin gue kesiksa. Gue nggak mau nangis karena gue ngerasa nangis itu lemah Ren. Gue megang prinsip dari dulu, nggak akan nangisin yang namanya laki-laki. Tapi, sakit Ren ternyata. Gue nggak sekuat itu, hati gue juga rapuh." Ucapna dengan suara tercekat. Namun, tak ada air mata yang keluar dari matanya. Sebenarnya air matanya sudah mendesak ingin dikeluarkan, tapi Ara tahan sebisa mungkin. Ara berpikir, air matanya terlalu berarti kalau hanya menangisi Vino. Lagi pula Vino belum tentu peduli dengan tangisannya. Ara terlalu sayang air matanya keluar untuk Vino. Ara kesal dengan Vino, tapi Ara mencintainya.

"Gue sakit hati sama Vino. Tapi, semua kalah sama rasa sayang dan cinta gue buat cowok kurangajar itu." Ara terkekeh pelan. setelah mengucapkannya.

"Mungkin lo anggap gue bucin, mau-maunya dijadiin pacar salah satunya Vino. Disakitin tapi tetep mau bertahan di hubungan kaya gini. Tapi, lo juga harus tahu, setiap orang akan bucin pada waktunya. Menurut gue sih. Gue cuma mau ngikutin kata hati gue, setelah hati gue bener-bener lelah, mungkin gue akan menyerah."

Rendi tertegun mendengarnya. Dalam hati Rendi menyetujui, setiap orang akan bucin pada waktunya. Hingga suatu waktu, dia akan mengenang kebucinannya dahulu dengan perasaan kesal, lucu, atau menyesal. Bahkan mungkin merasa dirinya terlalu bodoh dulu. Tapi, begitulah hati, kadang tidak sadar dan tidak tahu dirinya, membuat semua orang bertindak konyol namun menyenangkan dengan urusan yang namanya cinta.

"Gue mau tanya satu hal lagi. Kenapa lo bisa nerima Vino. Apa lo sebelumnya nggak tahu kalau dia udah punya cewek selain lo?"

"Kalau itu, sebelum gue jadian sama dia, gue nggak tahu dia udah punya cewek. Dia backstreet sama pacarnya yang lain.  Dia deketin gue terus, padahal udah gue tolak berkali-kali. Sampai akhirnya gue luluh sama perjuangan dia buat dapetin gue. Lo tahu lah, cewek mana yang nggak luluh kalau terus dikasih perhatian, dan gombalan? Yah, walaupun mungkin dia ngelakuin itu buat mainin gue. Tapi, balik lagi, ini masalah hati. Gue nggak bisa atur hati gue harus gimana."

Rendi mengangguk paham dengan penjelasan Ara. Rendi semakin mengagumi Ara, Ara bisa berpikir dewasa. Ara bisa memegang pendiriannya. Tapi, sayang Rendi tidak bisa memiliki hati gadis itu. Rendi hanya bisa mengaguminya dalam diam. Rendi hanya bisa membisikkan bahwa dia mencintai Ara dalam hatinya, hingga tak dapat didengar oleh gadis itu. Rendi menyayanginya dalam senyap, yang tak bisa menjadi gemuruh agar terungkap. Andai hati Ara kosong, mungkin Rendi akan menyeruak masuk memenuhi setiap sudut hati gadis disampingnya ini. Namun, kembali lagi pada realita, hati gadis itu sudah terisi penuh oleh kekasih dari Ara, yang sialnya malah melukai Ara, dan lebih parahnya, Ara tak menyisakan ruang kosong sedikitpun dalam hatinya untuk disinggahi oleh orang lain.

Apakah masih mungkin ada harapan bagi Rendi nantinya untuk menggantikan posisi Vino di hati Ara? Mungkinkah? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Terkadang takdir begitu lucu. Membuat kita mempertahankan orang yang mempermainkan kita. Dan malah membuat kita mengabaikan orang yang memperjaungkan kita. Apa cinta bisa sebegitu membutakan kita, mencuci otak kita hingga kita menjadi orang yang seolah bodoh hingga tak mengerti mana yang berjuang, mana yang hanya sebatas memainkan?

"Kalau lo udah lebih tenang. Kita pulang sekarang yuk." Ajak Rendi sambil bangkit dari duduknya dan mngulurkan tangannya ke arah Ara.

Ara menganggukkan kepalanya dan menyambut uluran tangan Rendi untuk digenggamnya.

Mereka melangkah keluar dari area taman.

Rendi menatap tautan tangan mereka. Andai dirinya dan Ara bisa terus menggenggam dan tak pernah melepskan satu sama lain. Namun, sayangnya kenyataan menyentak angan-angannya. Takdir tidak berpihak padanya. Atau mungkin belum?

Araisy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang