ARAISY 24

2.2K 136 1
                                    

Sungguh, Ara merasa tak enak terhadap Rendi. Namun, Ara juga harus mengerti terhadap perasaan Vino.

Vino masih terus melangkah sambil menyeret Ara. Yang Vino pikirkan saat ini adalah bahwa dia harus membawa Ara pergi jauh dari Rendi. Vino bisa melihat dengan jelas dari tatapan mata Rendi pada Ara. Vino tahu bahwa laki-laki itu menyukai gadisnya. Vino tak akan membiarkan Ara jatuh kepada Rendi sampai kapanpun. Vino janji akan hal itu.

"VINO! ARA!"

Seketika langkah keduanya berhenti setelah mendengar seruan yang memanggil nama keduanya. Dan mereka menoleh ke belekang dan mendapati sesosok gadis berambut panjang yang dikucir kuda menghampiri mereka.

"Kak."

"Aira."

Aira menghentikan langkahnya setelah sampai di hadapan Ara dan Vino. Tak lupa dia menampilkan senyuman lebarnya untul mereka.

"Kalian jogging juga?"

"Iya Kak. Aku sama Vino barusan jogging."

Aira menganggukkan kepalanya mendengar jawaban dari Ara.

"Terus ini kalian mau pulang?"

"Iya kita berdua mau pulang." Kali ini yang bersuara bukanlah Ara melinkan Vino.

Di tengah pembicaraan ketiga orang tersebut, tiba-tiba muncul sosok laki-laki yang menyebabkan Vino memutar bola matanya jengah. Siapa lagi jika bukan Rendi.

Aira hanya menatap Rendi dengan heran. Untuk apa laki-laki itu mendekat. Saat tengah berpikir, tiba-tiba dia mengingat sesuatu saat tak sengaja matanya menatap Ara. Ya, dia ingat sekarang. Laki-laki ini adalah orang yang pernah baku hantam dengan Vino karena dekat dengan Ara.

"Eh iya. Vino kamu ke sini bawa motor atau mobil?"

Vino yang awalnya masih menatap tajam Rendi, dan hendak melontarkan kata-kata tajamnya untuk mengusir Rendi harus terhenti karena pertanyaan dari Aira. Dan membuatnya mengalihkan etensinya dari Rendi kepada salah satu pacarnya sekaligus kakak kelasnya itu.

"Bawa motor, kenapa emang?"

"Hem, jadi gini. Aku itu ke sini dianterin supir, supirku udah pulang duluan tadi. Aku mau telfon supir aku. Cuma handphone aku malah mati dan uangku juga udah habis buat beli minum tadi. Jadi aku boleh nggak nebeng kamu pulang. Aku bener-bener bingung mau pulang gimana. Lagian kamu kan pacar aku. Nggak papa kan aku minta dianterin pulang sama kamu?" Tanyanya sambil menatap Vino penuh harap dengan jemarinya yang saling memilin.

Vino berpikir sejenak. Dia bingung harus bagaimana sekarang. Di sisi lain dia tak tega kepada Aira. Namun, dia juga tidak mubgkin meninggalkan Ara karena dia kemari mengajak Ara. Kalau dia mengantarkan Aira pulang lalu Ara bagaimana?

"Tapi, kan aku sama Ara. Aku juga harus nganerin Ara."

"Kan ada dia." Jawab Aira sambil menunjuk Rendi.

"Ara kan kenal sama cowok itu. Biar cowok itu aja yang nganterin Ara. Aku yakin kok dia nggak keberatan." Lanjutnya.

Mendengar perkataan Aira langsung saja Vino membulatkan matanya. Dia tidak akan pernah membiarkan Aranya pulang bersama dengan Rendi, laki-laki yang tak lain adalah saingannya. Mana mungkin Vino bisa rela.

"Ngg..-"

Belum sempat Vino menyelesaikan ucapannya, namun sudah lebih dulu dipotong oleh Ara.

"Iya, nggak papa kok gue pulang bareng Rendi, Vin. Kak Aira lebih butuh lo sekarang." Ujar Ara dengan senyum yang dia paksakan.

"Tapi, Ra..-"

"Udah Vin. Nggak masalah. Gue aman kok sama Rendi."

Sebelum Vino membantah Aira sudah lebih dulu berucap.

"Please, Vin. Anterin aku. Aku nggak tau mau pulang gimana kalau nggak kamu yang anterin."

Vino menatap Aira sekilas. Lalu menatap Ara. Ara langsung menganggukkan kepalanya sebagai oode bahwa Vino harus mengiyakannya.

Vino menghembuskan nafasnya kasar. Sebelum akhirnya mengangguk.

"Yey! Makasih Vino." Ujar Aira dengan semangat dan langsung menghambur ke pelukan Vino.

Vino yang mendapatkan pelukan dari Aira terdiam sesaat akibat rasa keterkejutannya. Namun, tak urung tangannya juga melingkar di tubuh Aira guna membalas pelukan dari kekasihnya.

Sementara Ara uang melihat adegan yang tepat di hadapnnya seketika hatinya memanas. Tanggan terkepal kuat guna menahan rasa sakit di hatinya. Rendi hanya diam menyaksikan ketiga orang di hadapannya. Pandangan Rendi langsung tertuju pada Ara. Rendi tahu betul bagaimana rasanya menjadi Ara. Karena itu yang dia rasakan setiap kali menlihat Vino dengan Ara yang bahagia. Namunn rasa sakitnya sekarang lebih mendalam ketika dia melihat secara langsung kesakitan Ara.

Vino dan Aira segera melepas pelukannya. Dengan senyum yang masih terpasang di wajah keduanya.

"Ya udah kalau gitu gue sama Vino pamit dulu ya. Kalian berdua hati-hati."

"Ra, aku anterin Aira. Kamu pulangnya hati-hati ya." Vino langsung mengacak puncak kepala Ara dan mencium kening gadis itu dengan lembut sebelum akhirnya dia melangkah menjauh dari Ara dan Rendi bersama dengan Aira yang tangannya Vino genggam.

Ara menyaksikan keduanya dengan perasaan yang sesak menguasainya. Senyumannya luntur digantikan dengan tatapan sendu menatap kepergian Vino dan Aira. Ara ingin menyerah, namun urung saat dia mengingat bahwa Vino sudah mengaku bahwa Vino mulai menyayanginya. Mungkin Ara harus berusaha lebih keras untuk membuat Vino bisa mencintainya dan menjadikannya satu-satunya?

Lamunnya butar seketika, saat ada sebuah tangan besar yang menggenggam telapak tangan mungilnya. Ara mendongam menatap ke samping kiri. Dimana ada Rendi yang tengah menatapnya dengan tersenyum. Genggaman tangannya seolah energi untuk menguatkan Ara agar tak menyerah, sekaligus memberitahu Ara bahwa masih ada Rendi yang akan selalu bersama Ara.

Arapun membalas senyuman Rendi dengan manis.

"Kita pulang sekarang."

"Iya lah kita pulang sekarang. Ngapain lama-lama di sini. Matahari udah tinggi tuh. Kalau kelmaan di siani yang ada gue item entar."

Mendengar celoteh dari mulut Ara membuat Rendi terkekeh dengan tingkah gadis itu. Kalau Ara sudah dalam mode cerewet berarti gadis itu sudah lebih baik dari ssbelumnya.

Namun, satu yang Rendi tak sadari. Bahwa tingkah riang Ara hanyalah sebagai penutup untuk menutupi lukanya agar tak ada yang dapat melihatnya. Biarlah lukanya ia yang menyimpannya. Orang lain biarlah mengetahui bahwa gadis itu tetap bahagia apapun keadaannya. Walaupun yang sebernya dia hanyalah berpura-pura bahagia.

Araisy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang