Saat menjadi kekasih Vino, Ara harus bertahan, menunggu waktu akan datang, menunggu saat dimana Vino menjadikan Ara satu-satunya. Kini, berpisah dari Vino pun membuat Ara harus menunggu kembali. Menunggu saat Vino akan membuka matanya. Menatap Ara dengan mata hitam laki-laki itu.
"Tuhan tuh nggak adil banget ya, Gi. Dulu gue selalu sakit hati sama Vino saat gue jadi pacarnya. Sekarang? Gue harus liat Vino terbaring demi nyelamatin gue. Rasanya sama aja. Sakit. Tapi, lebih sakit liat Vino kaya gini."
Anggi segera mengelus lengan Ara. Berusaha memberi kekuatan pada gadis itu.
"Ra, Tuhan itu nggak adil buat orang-orang yang nggak bersyukur. Lebih syukuri lagi apa yang ada di hadapan lo. Dulu lo punya Vino, setidaknya lo bisa rasain kasih sayangnya. Sekarang lo putus dari Vino, setidaknya lo tahu, Vino juga punya rasa yang sama. Coba kalau lo yang sekarang terbaring di sini. Apa lo yakin, lo bisa tahu perasaan Vino sebenernya? Apa lo yakin, kalau lo bisa maafin dia?"
Semua yang anggi bilang meresap ke dalam hatinya. Ara akui, apa yang Anggi ucapkan itu benar. Ara terlalu fokus dengan rasa sakit hatinya, sampai dia tidak sadar akan kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang ada di sekitarnya.
Masih fokus dengan pikirannya sendiri. Tiba-tiba jari-jari tangan yang ada di genggamannya bergerak lemah. Bola mata yang masih tertutup oleh kelopak itu pun mulai bergerak. Menandakan mata itu akan terbuka.
"Vin?"
Perlahan namun pasti, mata itu mulai membuka. Akhirnya Ara bisa melihat mata hitam legam itu lagi.
"Vino? Hai?"
Vino yang baru saja membuka matanya perlahan menoleh ke arah orang yabg duduk menggunakan kursi roda di sampingnya.
Gadis itu menangis haru, menatap Vino dengan pandangan yang selalu Vino suka. Pandangan lembut dan penuh akan kasih sayang.
"Ara." Ujarnya lemah. Berusaha tersenyum kepada gadis itu.
Tubuhnya bergerak berusaha menggapai Ara.
"Argh!"
Ara dan Anggi segera menahan Vino agar tidak banyak bergerak.
"Jangan banyak gerak dulu. Lo baru dioperasi."
Operasi?
Vino mengernyit karena tak tahu. Operasi apa yang dia jalani.
"Ginjal lo kena pluru itu. Jadi ginjal lo harus diangkat satu. Sorry, ini gara-gara gue." Ara mulai terisak. Merasa bersalah pada Vino.
"Shuutt. Ini bukan salah lo. Ini kemauan gue."
"Ekhem. Kayaknya gue harus cari makan dulu. Gue keluar dulu ya, Ra. Kayanya lo juga butuh waktu buat ngobrol sama Vino. Dan lo, cepet sembuh Vin. Gue krluar dulu."
Vino dan Ara hanya mrngangguk.
Anggi segera keluar dari ruangan Vino. Dia paham, Vino dan Ara butuh waktu berdua untuk berbicara.
"Maaf."
Vino segera mengalihkan atensinya kembali pada Ara.
"Maafin gue. Gue udah ngomong yang buat lo sakit hati. Gue emosi saat itu. Gu-gue..."
"Shuutt, lo nggak berhak minta maaf. Karena lo nggak salah. Lo berhak marah sama gue. Karena gue udah nyakitin lo. Maaf yah."
Vino segera mengusap pipi tembam Ara yang sudah dibasahi oleh air mata gadis itu. Kenapa Ara menangis lagi sih? Ingin rasanya Vino memarahi gadis itu karena menangis lagi, lagi, dan lagi.
"Udah dong jangan nangis lagi."
Ara terkekeh pelan mendengarnya.
"Gue jadi cenengeng banget deh akhir-akhir ini. Gara-gara lo sih!"
Seketika raut wajah Vino yang sebelumnya bahagia, kini berubah menjadi murung. Merasa apa yang Ara ucapkan benar. Memang dia yang membuat Ara menangis. Benar apa kata Ara. Vino itu tidak pantas untuk gadis itu.
"Lo bikin gue nangis karena sedih. Sedih karena lo punya banyak cewek, sedih karena lo nggak percaya dan nampar gue, sedih karena lo luka."
Vino semakin dibuat merasa bersalah lagi. Lagi-lagi Ara menyadarkan Vino, semakin membuatnya percaya bahwa dengan dirinya, Ara hanya akan menumpahkan air matanya. Bukan bahagia yang dia beri namun hanya sakit hati yang terus dia beri tanpa ada spasi.
"Lo juga buat gue nangis karena bahagia. Bahgia karena dicintai, bahagia karena lo bisa bangun lagi. Bahagia karena gue bisa tahu, ternyata lo setulus itu."
Sontak Vino menatap Ara dengan dalam.
"Gue udah tahu semua. Lo stalker gue ya ternyata."
Ara tertawa dengan lebarnya saat ini. Sedangkan Vino? Dia tengah manahan malu karena Ara akhirnya tahu yang sebenarnya. Dapat Vino yakini, ini ulah Fatha tau Bagas, karena hanya mereka yanh tahu rahasianya ini. Di tengah rasa malunya, tak dapat dipungkiri bahwa dia bahagia melihat tawa gadis itu.
Ara segera menghentikan tawanya karena melihat telinga Vino sudah memerah. Astaga! Kenapa terlihat menggemaskan di mata Ara?
"Btw, gue baca janji lo sama diri lo sendiri. Mau gue bantu wujudin nggak?"
"Janji apa?"
Ara perlahan mendekat ke arah Vino. Menempatkan bibirnya tepat di samping telinga Vino, hingga hembusan nafas gadis itu bisa Vino rasakan. Membuatnya terpaku akan apa yang Ara lakukan.
"Buat jaga gue." Bisiknya.
.
.
.Vino, dia mengajarkan Ara rasa menjadi spesial tanpa diumbar. Dan Ara, mengajarkan pada Vino arti sabar dalam mencintai.
.
.
.END

KAMU SEDANG MEMBACA
Araisy [END]
Novela JuvenilLo terlalu baik sih, sampai hati aja rela lo bagiin sampai habis. Sampai lo nggak punya hati lagi! -Araisy . . . Bercerita tentang Araisy yang ceria, cerewet, dan penyabar. Juga tentang Vino yang egois dan playboy. Kuatkah Araisy menjalani hubungan...