TIGA PULUH

1K 69 1
                                    

Martin mendorong Alvaro dengan kuat. Untung saja Alvaro masih baik-baik saja.

Dika yang melihatnya lekas berlari masuk ke kamarnya tanpa ada yang melihat. Dirinya harus segera menyamar jadi cupu lagi.

Karena dulu, Martin pernah ke sini dan ikut bermain di apartemen ini. Bukan bermain, hanya saja Martin disuruh belajar oleh guru dan menyuruh Alvaro mengajarkannya. Tahun lalu, saat pulang sekolah. Martin tahu kalau dirinya dan Alvaro tinggal bersama di apartemen. Pikir Martin, Dika adalah kakak si Alvaro.

Dika lekas keluar dari kamarnya dengan samarannya. Dirinya lekas menghalangi Martin.

Martin menatap Dika tajam. "Jangan ganggu urusan gue!" bentaknya.

"Dia adikku. Kau nggak boleh nyakitin dia!" Dika dengan pura-pura gugup terpaksa berkata seperti itu.

Martin memiringkan kepalanya, dia tersenyum remeh. "Minggir," ucapnya dingin.

Dika menatap Martin tajam. "Kau nggak tau apa-apa dengan semua ini!"

"Maka dari itu gue mau menyelesaikan masalah dua kakak beradik kembar itu!" bentak Martin.

"Dan dia." Martin menunjuk tepat pada wajah Alvaro. "Dialah pembunuh itu!"

Alvaro terdiam dengan wajah bingungnya.

"Lo harus mendapatkan hukuman berat atas semua ini!" erang Martin.

"Brengsek!" geram Dika lalu memukul pipi Martin keras.

Martin tertunduk sambil memegang pipinya yang terasa perih.

Dika menarik kerah baju Martin, dengan tatapan penuh tajam. "Sudah aku bilang, jangan katakan apa-apa lagi pada Alvaro. Kalau tidak—"

"Kalau tidak apa?!" sahut Martin emosi.

Dika mendorong kuat tubuh Martin.

"Alvaro bukan pembunuh!" bentak Dika kemudian.

Dika menoleh ke arah Alvaro berada, terlihat kalau Alvaro sedang tertekan dengan semua ini.

"Lo nggak apa-apa, kan?" tanya Dika pelan, ketika sudah berada di sampingnya.

"Lo sudah nyakitin perasaan Maya. Lo bahkan memanfaatkannya demi semua ini. Lo itu egois tau, nggak?!"

"Lihat aja nanti, gue nggak bakal biarin lo tenang dengan apa yang telah lo lakukan bersama Advaro, kembaran goblok lo itu!" sambung Martin penuh emosi, lalu lekas pergi dari apartemen ini.

Alvaro lekas menatap Dika. "Maksud dari kembaran apa?!"

"Jadi dia masih hidup," gumam Dika. Dika berdiri menghadap Alvaro.

"Lo punya kembaran, dan dia masih hidup!" sahut Dika cepat.

"Jadi semua ini adalah ulah adik kembaran lo itu, dan tante Minanda. Semua ini pasti ulah mereka! Itu benar!" Dika menggoyang pundak Alvaro. "Tante Minanda lo itu menyuruh kembaran lo untuk membunuh ayah Maya lalu membuat semua ini seolah-olah adalah lo yang membunuhnya!"

Alvaro masih belum percaya. Selama ini, mana mungkin dirinya mempunyai kembaran!

"Lo mana ingat dengan kembaran lo itu! Karena dia sudah hilang sejak lo usia beberapa bulan. Gue tau dari mama gue. Dan ... kata mama gue kembaran lo itu udah meninggal. Tapi ternyata gue udah tau dengan semua ini. Gue udah tau, Al!" Dika berseru senang. Kenapa tidak? Akhirnya teka-teki ini akan selesai dan semua masalah ini pun juga selesai.

"Jadi?" tanya Alvaro pelan.

Alvaro membalikkan tubuhnya, memukul dinding ruangan yang ada di sampingnya dengan keras.

Fake Nerd BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang