Di luar rumah, Maya baru saja keluar dari rumahnya, ia berjalan menuju gerbang dengan gembira. Namun sedikit kecewa karena kedua orang tua itu tidak berpisah. Maya sudah kebanyakan berharap.
Maya membuka gerbang rumahnya. Setelah itu ia dikejutkan oleh seorang lelaki yang duduk di motor. Maya tersenyum lebar.
"Sore," ucap Maya dengan senyum manisnya.
"Cepat naik!" perintah Alvaro dingin.
Maya diam menurut, ia pun menaiki motor Alvaro, duduk ke samping.
"Maaf, aku lupa bawa helm untukmu," ujar Alvaro.
Maya mengangguk-angguk saja. "Nggak papa kok, santai aja. Ngomong-ngomong, lo mau bawa gue kencan ke mana?"
"Kau maunya ke mana?" tanya Alvaro santai.
"Gue maunya makan di cafe ujung toko buku, sih. Katanya, di sana makanannya enak-enak," balas Maya. Maya terlihat berpikir kembali. "Terserah lo aja dah, gue ikutan apa yang mau lo beli aja," ucapnya pasrah. Ia masih baru di sini, makanya ia belum banyak tau tempat-tempat yang ada di Bandung.
Alvaro diam saja tak menyahut, ia menyalakan motornya. "Kita berangkat," ucapnya pelan. Alvaro pun menjalankan motornya.
Sedangkan di rumah Maya, tepat dibalik gerbang rumah Maya. Burhan, mengintip apa yang anak itu lakukan tadi. Tatapannya begitu tajam pada Maya.
Anak itu sudah kebanyakan bersenang-senang, batin Burhan geram.
****
"Kita ngapain ke perpustakaan?" tanya Maya sembari melihat ke sekeliling.
Alvaro menatap Maya tajam. "Kau nggak pernah ke sini?"
Maya terdiam. Apa ia pernah ke sini?
"Mana mungkin gue mau ke sini. Gue ini anaknya nggak ngebosenin," sahut Maya santai.
"Perpustakaan ini udah tua, ya? Soalnya gue lihat banyak yang ke perpustakaan seberang sana," lanjut Maya lagi dengan menatap perpustakaan besar yang terletak di seberang perpustakaan yang ia tempati.
Alvaro terdiam. Bukankah ini tempat di mana Dika bertemu dengan Maya?
Alvaro ikut melirik perpustakaan yang ada di seberang. Sepertinya perpustakaan itu selesai dibangun tiga bulan yang lalu. Karena sebelum itu, ia pernah melewati jalan ini saat bangunan itu masih setengah jadi dan waktu itu, sekitar tiga bulan yang lalu juga.
Perpustakaan lama ini terlihat begitu kecil. Namun terkesan. Pintu masuk perpustakaan yang terbuat dari kayu jati namun terkesan antik. Dinding depan perpustakaan yang hanya terdapat kaca. Serta banyak jendela kaca yang besar di depan perpustakaan. Cctv di sisi dinding. Begitu orang masuk ke dalam, mereka akan didapati banyak tempat duduk untuk membaca buku. Dan dibelakangnya ada banyak lemari besar berjejeran buku-buku. Baik buku sejarah, materi, fiksi, non-fiksi, maupun lainnya.
Dan inilah tempat itu. Tempat apa yang Dika ceritakan pada Alvaro. Dika mana mungkin salah orang. Dika orangnya tidak pelupa, penglihatannya pun mana mungkin salah. Tapi mengapa Maya menjawab tidak pernah ke sini?
Alvaro bangkit dari tempat duduknya. Menatap Maya datar yang di sana Maya juga menatapnya bingung.
"Kau tunggu saja di sini. Aku mau keluar dulu, di sebelah ada yang jualan es. Kau mau minuman rasa apa?" tanya Alvaro santai.
Maya tersenyum kecil. "Samain punya lo aja."
Alvaro diam tak menjawab, ia pun langsung pergi keluar untuk membeli minuman agar tidak canggung.
Maya bangkit dari duduknya, ia berjalan menelusuri lemari-lemari besar yang berisikan buku-buku.
"Gue pikir Alvaro bakal bawa gue ke mall atau taman. Dia emang nggak bisa romantis, apa?" keluhnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Nerd Boy
Teen FictionSebuah kisah cinta yang berbeda dari biasanya. Maya Nuramita, cewek dengan nama panggilannya adalah Maya. Dan, cewek yang dibilang sangat sempurna itu mencintai seorang lelaki cupu? "Gue cinta sama lo! Dan gue akan selalu nempel ke elo!" -- Maya...