TIGA PULUH SATU

1K 65 3
                                    

Naya menatap adiknya dalam. Lega rasanya setelah dirinya menceritakan semuanya pada adiknya ini.

Maya tidak dapat berkata apapun setelah mendengarkan cerita dari sang kakak. Napasnya memburu. Dirinya merasa, kalau semua ini hanya mimpi. Tapi tidak.

Entah kenapa hatinya merasa kalau semua ini benar. Tapi selalu saja otaknya yang berbeda pendapat.

"Hei," sapa Naya pelan.

Maya menatap Naya, dalam sekali kedip, air matanya pun meluncur.

Naya lekas memeluk adiknya erat. Dengan sekuat tenaga dirinya tidak ikut menangis dihadapan adiknya. Naya tidak mau mempertambah rasa sakit pada adiknya ini.

Cukup ini saja.

"Lo percaya sama gue, kan?" tanya Naya lirih.

Maya mengangguk lemas. "Hm."

"Gue percaya sama lo ... Kakak," sambungnya lalu menutup matanya.

Naya ikut menutup matanya, ia dapat merasakan rasa sakit pada adiknya ini.

"Udah, lo jangan nangis. Sekarang lo yang cerita sama gue." Naya melepaskan dirinya dari pelukan Maya. Ia menghapus air mata adiknya yang ada di pipinya.

Naya tersenyum tipis. "Udah, nangisnya nanti aja. Lo jangan cengeng. Sekarang, ayo ceritakan!" Naya memperbaiki posisi duduknya agar bisa mendengarkan cerita adiknya dengan baik.

Maya mengangguk kecil. Dia menghela napasnya berat.

Dengan tatapan yang tertuju pada mata Naya, Maya lekas mengalihkan pandangannya.

Sanggup atau tidak. Kakaknya pasti akan sedih mendengar ini.

"Di sini ... maksud gue di rumah ini kita kan cuma berdua. Lo nggak ada niatan mau nanya ke mana bunda pergi?"

Naya terdiam beberapa saat.

Tiba-tiba Naya tertawa pelan. "Saking serunya bersama adik yang udah lama nggak ketemu emang begini. Maaf, emangnya bunda ke mana?"

Maya menghela napasnya kasar. Ia memaksakan diri untuk tersenyum lebar pada Naya.

"Bunda kita lagi berbulan madu!"

"Hah, maksud? Bunda ...."

Maya mengangguk antusias. "Iyap, bunda kita lagi berbulan madu."

Naya menatap adiknya serius, membuat Maya kembali murung. Sebenarnya Maya hanya ingin menghilangkan rasa tegang untuk sementara. Tapi ya sudahlah.

Maya menatap Naya dalam. Walau sebenarnya dirinya susah untuk mengatakan ini. "Se-sebenarnya ... bunda menikah lagi."

"A-apa?!"

"Ini tidak mungkin!" sambung Naya tak percaya.

Bagaimana dirinya bisa percaya, dulu, bunda dan ayah saling mencintai. Tak ada pertengkaran dan kehidupan dulu selalu damai dan tenteram.

Bagaimana mungkin bundanya melakukan ini!

"Ini mungkin."

Fake Nerd BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang