"Apa kita telpon polisi saja?" tanya Cristy lirih.
Burhan menghela napasnya berat. "Kita tunggu bentar lagi, siapa tau nanti anak kita pulang," ucapnya sembari menenangkan istrinya.
Cristy menangis di pangkuan lengan suaminya, sudah lama menunggu anaknya yang belum datang. Apakah selama ini ia sudah terlalu kasar pada anaknya? Bukankah ini yang terbaik?
"Gimana kalo anakku nggak pulang-pulang? Atau malah diculik?" cemasnya yang masih menahan tangisnya kuat-kuat. Air matanya memang sudah keluar, hanya saja tak ada suara isakan darinya. Ibu ini masih kuat untuk menahan dirinya.
Burhan diam saja. Ia diam bukannya tak peduli, hanya saja, di sisi lain ia juga mengkhawatirkan anak tirinya itu. Khawatir jika ia belum melakukan itu padanya. Dendamnya, kejadian itu, sangat memuakkan baginya.
****
"Apa aku antar kamu pulang?" Setelah sekian lama menunggu akhirnya Alvaro mengangkat suaranya. Sedari tadi hanya keheningan di antara mereka berdua. Membuat malam ini menjadi sangat canggung.
Maya menggelengkan kepalanya. "Gue takut," balasnya gemetaran. Takut sesuatu yang buruk terjadi padanya jika ia pulang, takut jika lelaki tua itu menatapnya, meliriknya, dan menyentuhnya.
Alvaro ingin bertanya, tapi untuk apa? Rasa penasarannya kini memuncak. Hanya pada seorang cewek yang baginya gila ini menangis dihadapannya, membuat dirinya semakin ingin memasuki kehidupan Maya.
Di sana Maya terlihat meredakan semua emosinya. Dia menghapus air matanya yang mengalir, dan juga mengembuskan napasnya pelan. Tak mau bersedih lagi karena itu akan membuatnya semakin lemah saja.
Sekarang Maya tak menunduk lagi, ia bersandar di bangku, matanya tertuju depan dengan datarnya. Rasa sakit itu, masih kian memuncak. Dan sekarang, apakah ia harus menceritakannya pada Alvaro? Tapi untuk apa? Alvaro tidak akan peduli dengannya. Maya mengerti, Alvaro memang sudah berubah demi sedikit. Tapi, apakah ia sanggup menceritakan semua yang ia alami ini pada cowok yang ia sukai selama ini?
"Lo mau tau, nggak?"
Alvaro terdiam mendengar ucapan Maya. Ia tetap diam, menunggu kelanjutan Maya.
Maya berdecak sebal, ia menyenggol lengan Alvaro. "Lo mau tau nggak, sih?"
Alvaro sedikit terkejut, tapi ia hanya mengangguk risih.
Maya tersenyum tulus. Ia kembali menatap ke arah depan dengan datar. "Gue nggak tau mau cerita dari mananya. Tapi ... gue cuma mau bilang kalo gue itu nggak baik-baik saja."
"Lebih tepatnya gue punya masalah," lanjutnya sembari menoleh ke Alvaro yang di sana hanya bersandar dengan tatapan yang mengarah ke langit. Maya ikut bersandar dan memandang ke langit. "Dan masalah gue itu nggak cuman satu. Tapi banyak."
Alvaro masih diam mendengarkan pembicaraan Maya. Ia tak mau berkata dan bertanya apapun padanya. Ia tak mau membuat Maya terbebani dengan pertanyaan yang ia lontarkan.
"Bunda gue menikah."
Kata itu, seberapa besarnya masalah yang Maya hadapi? Seperti apa kisah dan jalan hidup Maya? Alvaro bahkan tak mengetahuinya dan tak memedulikannya. Ia hanya peduli pada suatu hal, yaitu tentang kaitan kasus itu dengan Maya.
Maya tersenyum, ia tau Alvaro tak mau bertanya padanya. Ia tau Alvaro tak ingin membuatnya semakin sedih dengan pertanyaan itu. Inilah yang Maya sukai, menunggunya bercerita sampai akhir.
"Dan ... apa lo tau, siapa suami bunda gue?"
Alvaro mengangkat sebelah alisnya tanda tak tau dan ingin tau.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Nerd Boy
JugendliteraturSebuah kisah cinta yang berbeda dari biasanya. Maya Nuramita, cewek dengan nama panggilannya adalah Maya. Dan, cewek yang dibilang sangat sempurna itu mencintai seorang lelaki cupu? "Gue cinta sama lo! Dan gue akan selalu nempel ke elo!" -- Maya...