EMPAT PULUH ENAM

812 59 0
                                    

Aku pikir, cinta ini hanyalah sesaat. Namun sekarang, aku yakin, cintaku benar-benar sesat.

Sesat pada satu hati. Yaitu kau, Maya.

Satu tahun kujalani tanpa hadirmu. Dan, aku merasa kehilangan.

Aku menyesal baru menyadarinya sekarang. Benar kata mereka, aku terlalu gengsi untuk menyadari perasaan ini.

Hingga sekarang, aku benar-benar takut. Takut jika kau telah mempunyai seseorang selain aku.

Dan, di sini, aku terpaksa harus menerima perjodohan yang seharusnya ku tolak.

"Bagaimana Alva?" Candrys tersenyum pada Alvaro. "Kau tak menyangka, kan, temanmu yang selama satu tahun di sekolah barumu ini akan menjadi istrimu kelak."

Di ruangan tamu yang bernuansa putih dan hitam, Alvaro duduk bersebelahan dengan Selin, teman dekatnya di Makassar yang nanti akan menjadi tunangannya.

"Minggu depan kita akan pulang, sekalian untuk mengatakan pada ibumu dan yang lainnya. Pertunangan akan dilaksanakan di sini, satu bulan lagi."

Selin menyenggol pelan lengan Alvaro. "Satu bulan lagi," bisiknya tak menyangka.

Alvaro tersenyum hambar.

"Apa kau menyukainya, Alvaro? Jika iya, mana mungkin kau lupa tantangan dari Ayah." Candrys menarik turunkan alisnya.

"Ayah," lirih Alvaro agak kesal.

Candrys tertawa pelan. "Ayah cuma bercanda. Lagian, ketek Ayah mulus kok."

Alvaro memutar bola matanya kesal. Tepat pada arah pintu, teman lelakinya datang tanpa salam.

"Ciyee yang bakal dijodohin," goda Evan berjalan menghampiri Alvaro dan Selin lalu duduk di pertengahan antara mereka.

"Demi apa, harus gue sebar ke sosmed ini!" Si mata sipit dengan wajah khas Cina itu lekas mengambil ponselnya.

Selin tertawa. "Apa-apaan, sih!"

Evan menatap wajah Alvaro. "Lo kenapa woy? Kenapa jadi pendiam gini? Biasanya di sekolah lo banyak omong."

"Biasa, dia malu-malu!" celetuk Wawan, si mata sipit.

"Oh, ya? Biasanya bagaimana Alvaro di sekolah?" tanya Candrys penasaran.

"Oh, tentu saja dia baik sama semua orang hingga para ciwi-ciwi suka padanya. Bahkan, di ig ada banyak akun fans Alvaro. Dan, dia kadang nakal, Om!" jelas Evan.

Alvaro mencubit perut Evan keras, membuat Evan meringis kesakitan.

Candrys bergeleng kepala, ada bagusnya juga Alvaro tinggal di sini. Alvaro jadi bisa bergaul, tak seperti dulu yang hanya suka sendirian, diam, dan misterius.

"Ayah, aku mau bicara sama Ayah." Alvaro berdiri, lalu berjalan menaiki tangga, ia akan pergi menuju balkon rumah.

Candrys yang mendengarnya pun segera berdiri dan berjalan mengikuti Alvaro.

"Mau bicara apa?" tanya Evan berbisik pada Selin.

"Ye mana gue tau."

Evan diam saja sambil menatap ke arah Wawan.

Satu lempar kulit kacang mengenai wajah Wawan, membuat Wawan menoleh kesal pada Evan.

"Hp terus ni bocil," sindir Evan.

"Lah, emangnya kenapa? Iri, ya, liat hp gue iPhone?" sewot Wawan.

"Heh, kalian! Nggak bisa apa nggak bertengkar sehari? Gue capek dengarnya," kesal Selin.

Fake Nerd BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang