DUA PULUH TIGA

1K 75 0
                                    

Beberapa menit kemudian, Cristy beserta suaminya sudah siap dengan kopernya masing-masing.

Suaminya berada di luar karena di sana ia sedang memasukkan dua koper ke dalam bagasi. Sedangkan Cristy masih berada di dalam rumah.

Cristy mengelus kepala anaknya lembut. Dengan senyum manisnya ia berkata, "Bunda dengar bentar lagi kamu akan ujian kenaikan kelas. Bunda harap kamu belajar dengan baik di rumah dan di sekolah, ya."

Maya mengangguk sambil tersenyum. "Baik, Bun. Maya nggak bakal ngecewain Bunda."

"Anak pintar, Bunda sudah memutuskan akan pulang saat ujian kamu sudah selesai. Masalah uang, Bunda sudah meletakkannya di meja belajarmu." Cristy memeluk anaknya dengan penuh rasa sayang.

Bunda tau kalau ayah tirimu ada di sini, kau jadi susah diatur. Sama halnya dengan Bunda dulu. Bunda nggak bisa konsentrasi saat belajar di rumah. Tapi Bunda yakin, suatu saat kamu bakal menerima suamiku menjadi ayahmu. Karena Bunda dulu memang begitu, lirih Cristy dalam hati.

"Bunda, nanti suami Bunda kelamaan nunggu. Bunda harus berangkat sekarang." Maya menarik tangan kanan bundanya dan mengajaknya pergi keluar. "Maya bakal antar Bunda sampai depan."

Cristy tertawa pelan saja, di dalam sana, hatinya terasa rapuh ketika melihat anaknya yang sama sekali tak menangis ketika melihat dirinya pergi. Sedangkan anak itu.

Mungkin salahnya karena sudah salah mengurusi anaknya, salah merawatnya. Tapi semua ini hanya untuk anaknya. Pekerjaan, uang, semua ini demi masa depan anaknya. Tapi kenapa tidak untuk anak yang lainnya?

"Bunda."

Cristy tersadar dari lamunannya, ia sudah berada di dekat mobil suaminya. Di dalam sana suaminya sudah menunggunya untuk masuk.

Cristy menoleh pada anaknya. Di sana terlihat wajah anaknya yang tersenyum tipis untuknya.

"Bunda juga harus pulang bawa dede bayi di dalam perut," bisik Maya pada bundanya.

Cristy mencubit pipi anaknya geram. "Ada-ada aja."

Maya tertawa puas. "Dah Bunda." Maya melambaikan tangannya ketika bundanya sudah masuk ke dalam mobil.

Di sana, dibalik jendela mobil, Cristy membalas lambaian anaknya.

Maya membalikkan badannya ketika mobil itu telah menjauh dari pandangannya.

Bunda nggak tau kalau sebenarnya Maya sangat kecewa sama bunda. Bunda bukannya membuat Maya tambah senang, tapi itu membuat Maya tambah benci sama si buncit itu. Bunda juga sudah membuat ayah Maya kecewa. Ayah pasti sangat sedih di sana, batinnya sedih.

Maya tersenyum miris, setelah itu ia lekas menutup gerbang rumahnya.

Maya berlari masuk ke dalam rumahnya lalu pergi masuk ke dalam kamarnya. Di sana ia bersiap-siap untuk pergi ke kampung halaman Bi Inun.

****

Maya duduk di sofa ruang tamu sekaligus ruang keluarga. Di sana ia menelepon Alvaro. Tapi sudah tiga kali Alvaro tidak mengangkatnya.

"Mungkinkah dia sedang sibuk?" gumam Maya.

"Martin." Tiba-tiba saja dirinya berkata begitu. Ya, Martin mungkin bisa.

Martin-lah yang pertama mengetahui dirinya kalau ia mempunyai saudara kembar. Martin-lah yang membawanya ke tempat itu sehingga dirinya mengetahui kalau ia mempunyai saudara kembar. Martin, cowok yang mau mengikutinya ke manapun Maya mau. Tapi tetap saja, dirinya sama sekali tidak mempunyai perasaan lebih pada Martin.

"Maafkan gue Martin. Saat ini gue butuh lo." Maya pun lekas memanggil Martin melalui benda pipihnya.

Sedangkan di rumah Martin. Tepatnya sekarang di kamar Martin. Di sana Martin terbaring nyenyak di kasurnya. Dia tertidur.

Fake Nerd BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang