EMPAT BELAS

1.1K 114 23
                                    

"Dik, gue tinggal lo bentar."

Dika menoleh ke arah Alvaro berdiri. Ia mematikan ponselnya dan bangkit dari tempat tidurnya.

"Lo kalo masuk, ketuk pintu dulu kek!" kesal Dika.

Alvaro memicingkan matanya. "Gue buru-buru. Emangnya lo lagi ngapain?"

Dika terdiam sebentar. Ia lekas menggelengkan kepalanya. "Lo mau kemana emang?"

Alvaro memperbaiki letak kacamatanya. "Keluar."

Dika mengangguk saja, jika jawabannya seperti itu, ia sudah mengetahui kalau Alvaro tidak ingin mengatakan kemana ia pergi. "Hati-hati, udah sore. Lo jangan pulang malam, gue takut soalnya."

"Hm." Alvaro membalikkan badannya, ia pun keluar dari kamar Dika. Berjalan keluar dari apartemen-nya.

Saat di jalan, Alvaro hanya diam berjalan keluar. Kini ia berada di pinggiran jalanan. Ia memakai jaket abu-abu dan juga celana panjang hitam. Ia masih belum berubah. Masih memakai kacamata dan juga rambut yang terlihat lusuh. Mungkin ia juga memakai bedak penghitam agar kulit putihnya tidak terlalu jelas.

Alvaro meletakkan kedua tangannya kedalam saku jaketnya. Ia terlihat biasa saja dengan pemandangan yang ia lalui.

Bruk

Alvaro terkejut. Ia baru saja bertabrakan dengan seorang cowok.

"Kalo jalan hati-hati, dooong!" kesal cowok tersebut.

Alvaro terdiam. Ia menatap kosong ke cowok tersebut. Sudah lama ia tak mendengar suara cowok itu.

"Bang Dev."

Sial, Alvaro mengatakannya!

Cowok tadi yang Alvaro sebut Devaro, kakak kandungnya.

Devaro menatapnya bingung. "Lo siapa?"

Alvaro sedikit gelagapan, ia langsung saja berlari meninggalkan Devaro begitu saja.

Devaro masih diam mengingat kejadian tadi. Tunggu ... apakah tadi si pembunuh itu?

Sudah pasti iya. Karena dulu saat keluarga besar Candrys lengkap dan masih bahagia, hanya Alvaro. Adiknya Devaro yang memanggilnya dengan sebutan seperti tadi.

Cowok tadi juga saat bertemu dengannya sudah langsung mengenalnya. Itu sudah pasti iya!

"Jadi selama ini Alvaro menyamar?" tanyanya pelan. Ia lekas mengambil ponselnya didalam saku celananya dan menelpon papanya. Menelponnya untuk segera mengejar Alvaro yang sudah berlari jauh.

****

Malam hari dan Alvaro belum pulang dari apartemen.

Alvaro masih berlari ngos-ngosan. Sekarang ia dikejar oleh banyak orang yang berbaju serba hitam. Sepertinya, ia sudah ketahuan.

"Alvaro! Berhentilah!" teriak Devaro yang ikut mengejar Alvaro.

Tak masalah, sekarang Devaro sudah mengetahui keberadaan Alvaro yang masih hidup itu.

Alvaro berlari kearah gang sempit, disana ada banyak barang-barang berserakan seperti kardus.

Alvaro berhenti berlari, ia lekas menoleh ke belakang, dari kejauhan ia dapat melihat kalau mereka itu masih berlari mengejarnya.

Alvaro menoleh kearah tong minyak yang ukurannya lumayan besar. Ia pun berlari kesana, berniat untuk bersembunyi.

Setelah Alvaro bersembunyi, ia beristirahat sebentar, mengatur napasnya dan mencoba untuk membuka ponselnya. Tapi baru saja ia ingin mengambil ponselnya di jaket, ia dikejutkan oleh seorang cewek yang tengah menelungkupkan wajahnya ke lutut. Cewek itu duduk disamping Alvaro.

Fake Nerd BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang