LIMA

1.9K 168 4
                                    

Kini mereka berdua sudah tiba di parkiran.

Martin naik ke motor sporty scoopy-nya. "Nih pake." Martin memberikan satu helmnya pada Maya. Sebenarnya ia setiap hari membawa dua helm ke sekolah, maklumlah. Dia itu kadang playboy. Tapi sepertinya sekarang ia berubah, mungkin saja sekarang helm itu hanya untuk Maya yang memakainya.

Maya menerimanya lalu memakainya, lalu ia pun naik ke motor Martin tanpa memegang punggung Martin.

"Sudah?" tanya Martin sembari menatap kaca spion motornya.

"Hm."

"Oke." Martin menyalakan mesinnya. Setelah itu mereka pun jalan.

Beberapa menit di jalan hanya keheningan diantara mereka berdua. Maya menepuk pundak Martin. "Martin, gue baru ingat kalo ada urusan penting hari ini. Lo anterin gue pulang aja," ucapnya.

"Kok gitu?" tanya Martin lesu, sedikit merasa kecewa dan khawatir.

"Ini penting, Martin. Cepet anter gue pulang!" ucap Maya dengan ekspresi serius.

Pandai juga Maya berbohong.

"Yaudah ...."

Lalu mereka pun gak jadi jalan-jalan. Martin membawa Maya pulang, dan Maya memberitahukan arahan pulang pada Martin.

Kali ini Martin tidak menginginkan Martin mengetahui rumahnya. Ia hanya ingin yang pertama tahu tempat tinggalnya adalah Alvaro.

"Stop di sini aja!" pinta Maya.

"Emang udah sampai? Gak ada rumah di sini," ucap Martin. Masa ia akan berhenti di depan taman?

"Iya Martin Marjan."

Martin memberhentikan motornya. Maya pun turun sembari melepaskan helmnya. "Thanks." Maya menyerahkan helmnya dan langsung pergi meninggalkan Martin.

Martin hanya menatap punggung Maya yang semakin menjauh. Ia tersenyum kecil. "Gue tau lo nggak suka sama gue. Tapi nggak gini juga."

"Lo lama-lama buat gue semakin menantang untuk mendapatkan lo, May."

****

Maya menghentakkan kakinya. Kini Maya masih jalan kaki. "Kesel! Nyesel gue naik motor Martin."

Maya terus berjalan, sekilas mengoceh yang tak ada gunanya. Tiba-tiba ada sebuah mobil hitam yang mengiringi Maya dari belakang.

Sekarang mobil itu berada di samping Maya. Kaca spion itu terbuka, dan terlihatlah lelaki yang lumayan tua. "Hei gadis, ngapain pulang jalan kaki? Ikut Om, ya."

Maya terus berjalan tanpa mempedulikan ucapan om-om kampret itu.

"Kok diam? Ikut Om, ya?" ajaknya memelas.

Lalu mobil hitam itu berhenti. Pintu mobil terbuka. Lelaki itu sudah sangat ingin membawa Maya. Wajahnya sedikit terlihat kesal karena sedari tadi tak ada sahutan dari Maya.

Namun sayangnya saat lelaki itu ingin menangkap Maya, terlebih dahulu ada seorang lelaki muda berbaju sekolah sama kayak Maya yang menarik tangan lelaki tua itu dan memukulnya dengan keras.

Maya refleks menoleh ke belakang, awalnya ia takut. Sekarang saat ia menoleh ke belakang, matanya tertuju pada lelaki muda itu. Sudut bibirnya terangkat ketika melihat lelaki yang selalu berjaket itu kini tengah menolongnya.

"Dia Alvaro, kan?" gumam Maya tak percaya dengan apa yang sekarang ia lihat. Di sisi lain ia senang karena ada ia, di sisi lain juga Maya merasa khawatir jika Alvaro bakal terluka jika menolongnya.

Fake Nerd BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang