DUA BELAS

1.3K 114 20
                                    

Maya masih berada diluar rumah. Di sana ia hanya diam melamun. Maya tersadar dari lamunannya, ia lekas membalikkan badannya.

Disana, ia terkejut.

Lelaki tua itu tersenyum menatapnya. Menatapnya dengan dalam.

Maya berdecak sebal. Ia berjalan melewati lelaki tua itu tetapi lelaki tua itu malah menghadangnya.

Maya menatap sinis pada orang itu. "Sialan."

"Maya!" Cristy terkejut ketika mendapati anaknya yang tengah mengangkat tangannya seakan ingin menampar suaminya.

Cristy lekas berjalan menghampiri kedua orang itu.

"Bun ...."

"Cepat masuk ke dalam!" ucap Cristy tegas.

Maya menatap jengah pada bundanya. Ia langsung berjalan menuju pintu masuk gitu aja. Tapi tiba-tiba ia berhenti, Maya membalikkan badannya, menatap kedua orang tua itu yang tengah menatapnya.

"Bunda kenapa nggak pergi? Biasanya Bunda sibuk kerja. Lalu kenapa ke sini?"

Cristy menatap tajam pada anaknya itu. Bisa-bisanya kelakuannya tak sebaik dulu lagi. "Oh, jadi kamu ngusir Bunda?"

Maya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie-nya. "Maya bukannya mengusir Bunda. Tapi emang kenyataannya begini. Bunda selalu mementingkan pekerjaan daripada anak. Atau selama ini, Bunda hanya bersama om tua buncit itu?"

"Maya, MASUK—"

"Iya-iya Maya masuk!" Maya berjalan dengan kesal sembari memasuki rumahnya.

Besok, ia harap besok tak seburuk seperti kemarin dan hari ini.

****

Malam telah pergi. Kini pagi yang datang. Maya membuka matanya pelan ketika mendengar suara bundanya yang memanggil.

Maya melirik ke arah pintu. Setiap Maya ingin tidur, pintu kamarnya selalu ia kunci, ia tak mau terganggu dan tak mau diganggu.

"Maya sayang, ayo mandi sana, kita sarapan bersama nanti!"

Suara lembut itu membuyarkan lamunannya, apakah bundanya tidak mengerti perasaan anaknya? Kemarin ia dibentak, dimarahi oleh bundanya. Sekarang? Dengan mudahnya dia melupakan itu.

Maya bangkit dari tempat tidurnya, ia segera mengambil handuk untuk pergi mandi. Di kamarnya ada ruang kamar mandi dan WC, dan itu khusus untuk Maya. Masing-masing kamar di rumah Maya memang sudah ada ruang kamar mandi dan WC. Setiap kamar luas dan bernuansa mewah.

Beberapa menit kemudian Maya telah selesai mandi dan juga memakai seragam sekolahnya. Ia sudah memakai tasnya. Hanya sepatu yang belum ia pasang karena sepatunya itu selalu ia letakkan di rak sepatu dekat pintu depan.

Maya menghadap ke cermin besarnya, sebesar dan sepanjang tubuhnya. Di kaca sana Maya memang terlihat biasa saja. Tapi tidak di dalam.

Maya menghela napasnya. Semuanya sudah oke di dirinya, pintar, cantik ... tapi kenapa ia tidak merasa begitu bahagia?

Sudahlah, sekarang ia harus keluar untuk sarapan lalu langsung pergi ke sekolah. Maya membuka pintu kamarnya lalu keluar, tak lupa ia kembali menutup pintunya. Setelah itu ia berjalan ke dapur yang juga ruang makan.

Setelah tiba di sana, Maya diam saja duduk di tempatnya. Dua orang tua itu sudah melahap makanannya dari tadi. Biasanya dulu sebelum bundanya menikah, bundanya selalu menunggunya sarapan pagi ataupun makan siang dan malam. Tapi sekarang tidak lagi. Secepat itukah waktu berlalu?

Bi Inun memberikan dua buah roti bakar pada Maya. Bi Inun memang tau jika Maya menginginkan roti bakar. Tidak dengan bunda dan lelaki tua itu yang tengah memakan bubur.

Fake Nerd BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang