DUA PULUH DUA

994 70 0
                                    

"Mana orangnya?" tanya Maya ketika sudah sampai di tempat yang Martin katakan. Dirinya menatap cafe yang ada di depannya. Cafe yang di hadapannya itu lebih besar daripada cafe yang lumayan dekat dengan apartemen Alvaro.

Maya membalikkan badannya, di sana Martin sedang melepaskan helmnya.

"Ck, cepat kita masuk!" perintah Maya tak sabaran. Masa iya dirinya bekerja di sini?

Martin yang baru saja selesai melepaskan helm dan meletakkannya di jok motornya pun segera menghampiri Maya.

"Ayo!" Maya pergi memasuki cafe tersebut dan meninggalkan Martin di belakang.

Martin berjalan memasuki cafe dengan santai, kedua tangannya bersidekap di depan dada. Cewek itu pasti masih ada di sini.

Martin berhenti berjalan, di sana terlihat Maya yang dimarahi oleh seorang lelaki berjas. Sepertinya lelaki itu adalah pemilik dari cafe ini.

Martin lekas menghampiri Maya.

"Kamu kenapa balik lagi? Saya sudah pecat kamu kemarin!" ucap lelaki itu yang sebenarnya adalah pemilik dari cafe ini.

Maya menatap tajam lelaki tua yang ada di hadapannya. Lelaki tua itu hampir mirip dengan lelaki tua yang ada di rumahnya. Sama-sama menyebalkan.

"Baru masuk cafe udah dimarahi sama lelaki tua. Anda siapa? Saya tidak pernah kerja di sini!" Maya terlihat kesal ketika melihat orang yang ada di hadapannya itu tiba-tiba muncul dan memarahinya begitu saja. Untung saja di dalam cafe ini tidak terlalu banyak pelanggan.

"Oh, sekarang pura-pura tak kenal, ya? Bapak kira kamu itu anak yang baik di sini, pelayan yang paling baik dan rajin di sini. Lalu sekarang?"

Martin baru saja tiba di samping Maya. Ia melihat Maya yang sedang menahan amarahnya. Martin menatap pemilik cafe santai.

"Dia teman saya, Pak. Anda salah orang." Martin menatap Maya sekilas. Sekarang dirinya mengerti dengan apa yang terjadi, Maya ada dua. Dengan wajah yang sama.

"Dia Maya."

Pemilik cafe tersebut menatap Martin tak percaya. "Maya?" tanyanya bingung.

Maya mengangguk. "Anda salah orang."

Pemilik cafe tersebut tertawa puas. Ia tak menyadarinya. "Kamu kembarannya, ya?"

Maya menatap orang itu bingung.

"Maafkan Bapak karena tadi telah memarahimu. Ayo ikut Bapak ke ruangan biar lebih jelas. Tidak akan nyaman jika kita membicarakannya di sini." Pemilik cafe tersebut berjalan ke arah ruangannya.

Martin menatap Maya. "Ayo."

Maya tersadar dari lamunannya. Entah apa yang ada dipikirannya itu.

Setelah mereka masuk ke dalam ruangan bapak itu. Maya diam saja mendengarkan pembicaraan bapak itu yang menurutnya tidak masuk akal.

Di sana mereka bertiga duduk dengan santai di sofa. Maya dan Martin duduk di sofa panjang, sedangkan pemilik cafe tadi duduk di sofa yang hanya bisa diduduki oleh satu orang.

"Bapak jadi menyesal karena memecat kembaranmu. Kemarin Bapak baru saja mengunjungi cafe ini, tapi tiba-tiba saja ada yang melaporkan kalau kembaranmu itu berbuat keributan saat saya tidak ada di sini. Saat itu saya jadi terbawa emosi dan memecatnya begitu aja kemarin."

Maya menatapnya bingung. Baru saja ia ingin berbicara, Martin malah terlebih dahulu berbicara.

"Maaf, Pak. Sepertinya semua ini salah saya. Hari itu, saat anda tidak ada di cafe. Saya datang berlibur ke tempat ini, saya singgah ke cafe karena hanya ingin membeli minuman. Tapi saat saya melihat cewek yang mirip Maya, saya terkejut dan tak menyangka. Saat itu saya pikir cewek itu adalah Maya. Saat saya mengejarnya, dia malah meneriaki saya dengan kata 'pelecehan'. Lalu besoknya saya menanyakan pada Maya apakah ia bekerja di cafe yang begitu jauh letaknya dari asal rumahnya. Saat itu Maya tidak percaya dengan omongannya. Jadi hari ini saya membawa Maya untuk membuktikan kalau Maya ini memang bekerja jadi pelayan di sini. Tapi nyatanya tidak." Martin menatap Maya sebentar, ia sudah mengatakan semuanya. Tapi, bagaimanakah kabar cewek itu sekarang? Cewek yang begitu mirip dengan Maya.

Fake Nerd BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang