25 | Sensitif
.
.
.
.
.Memasuki Minggu kedua, kegiatan KKN mereka mulai hectic. Di Minggu kedua ini semua orang semakin disibukkan dengan proker masing-masing. Akibatnya mereka jarang full team kecuali malam hari.
Beberapa ada yang mengajar bimbel, ada juga yang mengajar ngaji di madrasah, sibuk di balai desa atau di puskesmas. Sebenarnya semua orang bisa kebagian jadwal mana saja. Asalkan tetap fokus pada proker yang berhubungan dengan jurusan masing-masing.
Seperti Alfi, Oca dan Elga, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di puskesmas karena bidan di sana membutuhkan mahasiswa jurusan kimia dan psikologi. Tapi mereka juga sering membantu mengajar bimbel. Sedangkan Kahfi dan Hilman lebih banyak menghabiskan waktu dengan para bocil di madrasah tapi sesekali ke balai desa juga. Ada juga yang memilih fokus di bagian pertanian dan perikanan.
Satu orang bisa merangkap beberapa pekerjaan. Semua fleksibel tergantung permintaan warga. Warga desa tidak peduli latar belakang jurusan mereka. Sehingga apapun jurusannya, anak KKN mendadak menjadi mahasiswa siap guna. Itulah the power of mahasiswa di mata masyarakat. Itu sebabnya di awal Dika mewanti-wanti untuk tetap fokus pada proker utama meski banyak permintaan yang aneh-aneh.
Kadang mereka merangkap menjadi petani, tukang ceramah, guru ngaji, imam sholat, bahkan sampai masalah mati lampu saja warga di sini larinya ke mahasiswa KKN. Padahal tidak ada yang dari jurusan elektro.
Hari ini Sarah sudah merangkap menjadi ibu-ibu pasar lalu siangnya pergi mengajar bimbel. Tapi Dika malah menyuruh urusan pendataan warga segera diselesaikan sebelum pergi mengajar. Hal itu malah menambah beban Sarah. Rasanya ingin mengeluh tapi tidak ada pilihan lain karena teman-temannya juga jarang ada di posko.
"Sar, ini tuh ada yang kelewat, gimana sih? Jadinya harus ngulang lagi. Mana gue ga tau ada di RT berapa yang kelewat, harus di cek satu-satu." Intonasi Oca yang sedikit kesal terdengar menyakitkan di telinga Sarah.
Kondisi Sarah sudah mumet setengah mati. Sarah juga kesal karena Dika malah pergi ke balai desa alih-alih mendampinginya. Seharusnya saat ini Sarah berterimakasih karena Oca suka rela membantunya. Tapi suara Oca yang menjengkelkan membuat Sarah sensitif.
"Yang lain pada kemana sih?! Giliran banyak kerjaan malah pada keluyuran ga jelas!! Si Dika kemana lagi?! Dia yang ngasih tugas tapi ga bertanggung jawab gini !" Bentak Sarah sambil membanting tumpukan kertas. Membuat beberapa tumpukan jadi berantakan.
"Kok lo nge gas sih? Mereka lagi pada sibuk juga." Sepertinya Oca belum paham kondisi Sarah yang berada di puncak kekesalan.
"Gue ga nge gas ya!"
"Ya sorry kalo gitu, ya udah kita lanjutin lagi aja. Bentar lagi kan kita mau ngajar bimbel. Kalo enggak gue bantuin, bisa-bisa lo keteteran sendiri."
"Kok lo ngomongnya gitu? Kalo ga ikhlas bantuin ya udah ga usah bantuin gue. Harusnya ini juga tugas kita semua! Bukan cuma gue doang yang di manfaatin sebagai sekretaris di sini!"
Sarah lalu terdiam menahan kesal. Entah kenapa hari ini ia begitu sensitif. Bahkan untuk hal-hal sepele seperti saat melihat Dayat dan Rian yang tiba dengan wajah sumringah entah habis mendapatkan apa.
"Ini pada kenapa?" Pertanyaan itu malah membuat Sarah siap meledak lagi.
"Diem-diem bae, lagi pada sariawan?" Kesalahan fatal. Dayat tidak sadar gurauaannya itu keluar di waktu yang tidak tepat.
"Diem-diem palalo! Lo kira gue di sini cuma diem?" Rian dan Dayat saling tatap. Oca yang akhirnya mulai paham situasi jadi sedikit panik. Jarang-jarang Sarah semarah ini pada semua penghuni posko. Sepertinya kondisi Sarah sedang dalam mood tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR [END] ✓
Novela JuvenilSeumur hidup Sarah mencium aroma asing yang menenangkan ini, ia baru tahu jika aroma tanah basah yang muncul saat hujan turun ternyata punya nama. Namanya Petrichor. Ia masih tak menyangka jika harus mendengar hal unik ini dari pria di hadapannya. S...