20. Silam

5.4K 818 665
                                    

Note:
Jangan sampe tertukar sewaktu baca kata Alfan dan Alfi ya.

________________________________________


20 | Silam

.
.
.
.
.

"Kita pisah rumah sejak SD--

--Orang tua kami bercerai dan memutuskan memisahkan gue sama Alfan. Alfan ikut ibu, sedangkan gue ikut Ayah. Makanya kenapa Dion ga kenal sama gue, karena Dion dan gue saudara beda Ayah."

Alfi menyeringai, terdengar suara tawa yang memilukan keluar dari bibirnya yang berdarah. Ia tidak pernah membayangkan Sarah akan menjadi bagian penting yang mengetahui masalah mereka.

Sambil meringis menahan sakit di ujung bibir, Alfi tetap melanjutkan ceritanya.
.
.
.
.
.
.
.

"Kamu memang hebat." Adalah Yuda Abirama, Pria yang selama ini begitu menyayangi Alfi. Segala pujian dan bentuk penghargaan selalu pria itu berikan atas segala pencapaian putera kesayangannya. Bahkan untuk hal sekecil apa pun, seperti keberhasilan Alfi menjadi ketua kelas, menjadi kapten ekstrakurikuler, mendapat nilai sempurna bahkan hal biasa yang bisa dilakukan semua anak.  Yuda selalu mengelus puncak kepala Alfi dengan bangga.

Namun ada seseorang di balik pintu yang selalu menyaksikan semua itu dengan perasaan cemburu. Dia lebih memilih mundur dan bersembunyi dengan perasaan inferior. Padahal ia telah melakukan pencapaian yang lebih hebat dari adiknya. Adiknya itu hanya berhasil mendapatkan nilai sempurna pada ujian matematika, sedangkan dirinya berhasil menerbitkan artikel di majalah anak. Sekecil itu sudah bisa menghasilkan uang sendiri dari karyanya.

Sayangnya, sehebat apapun yang dilakukan anak itu, tetap tidak terlihat di mata sang ayah. ia pikir jika dirinya bisa sehebat Alfi, itu akan membuat ayahnya luluh. Tapi hal itu tidak pernah memuaskan sang ayah. Ia memang tidak pernah punya tempat di hati sang ayah.

Entah alasan apa sang ayah begitu membenci kecintaan Alfan pada dunia sastra. Alfan yang suka membaca, menulis dongeng, membuat musikalisasi puisi, semua itu justru hal yang paling ditentang oleh sang ayah.

Sikap ayahnya yang berbeda begitu kentara. Beliau selalu menyebutkan jika Alfi adalah investasi paling berharga yang dimilikinya. Alfi cocok menjadi penerus perusahaannya. Alfi yang realistis, idealis, Alfi yang selalu mendapat juara kelas, semua itu membuat ayahnya semakin berat sebelah.

Semua perbandingan itu terdengar seperti tuntutan di telinga Alfan. Sampai-sampai Alfan mengira jika yang dibenci ayahnya bukan sastra, melainkan dirinya.

Alfan bisa saja membuktikan dirinya sehebat Alfi. Tapi Alfi tahu jika Alfan bukan pribadi yang ambisius. Alfan tidak pernah menganggapnya sebagai rival.  kecemburuan Alfan tidak pernah ia tunjukkan di depan Alfi. Tidak ada persaingan di antara mereka yang ada justru perasaan saling mendukung satu sama lain.

Namun sejak Alfi menyadari jika kasih sayang ibunya lebih mendominasi Alfan, lama-lama Alfi juga cemburu.

Ia memang selalu di puji ayahnya. Ia selalu dibanggakan di depan teman-teman ayahnya. Tapi yang selalu mendapat sentuhan lembut sang ibu selalu Alfan. Yang selalu ditemani belajar selalu Alfan. Bahkan hingga semua kegiatan, sang ibu selalu melakukannya bersama Alfan.

Selalu Alfan, Alfan dan Alfan yang lebih banyak disentuh ibunya.

Ibu tidak sadar jika sikap itu menyakiti Alfi. Maka Alfi menganggap kesalahan kedua orangtuanya satu sama. Hanya Alfi yang menyadari itu.

PETRICHOR [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang