10| Serendipity
.
.
.
.
.Aroma khas tanah basah menguap melalui sela-sela jendela. Aromanya yang tajam menggelitik hidung Sarah sehingga membuat matanya terbuka. Meski dengan kesadaran yang belum sepenuhnya muncul, Sarah mengetahui bahwa hujan baru saja turun. Ia dapat mendengarnya dari suara gemericik air hujan yang bersentuhan dengan atap bus.
Udara yang keluar dari Air Conditioner bus ditambah kombinasi hawa hujan membuat suhu di dalam maupun di luar bus semakin dingin. Matanya mengerjap tetapi tubuhnya terlalu mager untuk bergerak. Tubuh Sarah sedikit menggigil membuat matanya kembali mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa dirinya benar-benar masih di dalam bus. Perjalanan yang seharusnya ditempuh hanya tiga jam, kini tidak dapat Sarah prediksi. Sarah lupa jika melakukan perjalanan sore hari akan memakan waktu lebih lama karena jalanan macet bersamaan dengan jam pulang kantor.
Selain mengingat pukul berapa ia naik bus. Sarah juga berusaha mengingat peristiwa apa yang terjadi sebelum dirinya tertidur. Hal terakhir yang ia lakukan adalah berbincang dengan Alfi perihal penulis. Selanjutnya Sarah tidak ingat bagaimana dirinya bisa tertidur secepat ini dan terbangun dengan posisi menyandar di bahu Alfi.
Sarah melotot.
Dengan cepat Sarah membetulkan posisi.
"Sorry sorry gue ga sengaja." Ucap Sarah salah tingkah.
Alfi tersenyum.
Sarah makin tercengang saat melirik jam tangan yang dikenakan Alfi menunjukan pukul delapan malam. Seharusnya bus ini sudah tiba sejak pukul enam sore. Tapi nyatanya ia masih terjebak di tengah lautan kendaraan.
Ya ampun gue tidur sejak kapan? Masa iya gue ketiduran tiga jam?
"Sorry gue ketiduran dari jam berapa?"
Dia tersenyum lagi, "Sejak kita selesai ngebahas soal keuntungan jadi penulis."
"Haduuuh sorry yaa gue ketiduran lama banget. Gue ga sengaja nyender-nyender sama lo serius." Ucap Sarah merasa bersalah. Ia khawatir jika Alfi berpikiran dirinya sedang modus.
Sedangkan pria itu hanya tersenyum dan kembali fokus pada ponselnya. Seolah tindakan Sarah bukan sesuatu yang patut dicurigai.
Sarah tiba-tiba teringat jika ia menyimpan beberapa makanan di ranselnya. Saat ini Sarah harusnya berterimakasih pada Tommy yang telah memberinya roti saat mengantar ke terminal. Karena makanan ini Sarah berhasil membunuh suasana awkard diantara mereka.
"Mau?"
Alfi melirik pada sebungkus roti yang terjulur ke arahnya. Tatapannya bergeser pada tangan mungil yang dibalut sweater polos berwarna gray. Kemudian menjalar pada sweater yang terlihat kebesaran di tubuh gadis ini. Lalu pandangannya mengarah pada sepasang mata yang kini menunggu uluran tangannya.
"Makasih." Alfi menerima sebungkus roti tersebut. Ia tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri karena memang perutnya kelaparan.
"Lo anak himpunan?"
"Bwukhan." Jawab Sarah sambil mengunyah roti.
"Pernah ikutan panitia apa?" Pertanyaan itu refleks muncul dari bibir Alfi. Baginya tidak terlalu penting juga dan tidak terlalu membuatnya penasaran sehingga Alfi tidak terlalu memikirkan jawaban apa yang akan diberikan Sarah.
"Kenapa gitu? Ga pernah liat gue ya? Gue bukan tipe mahasiswa yang sibuk sama acara-acara kampus sih. Makanya gak pernah terlibat urusan kepanitiaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR [END] ✓
Novela JuvenilSeumur hidup Sarah mencium aroma asing yang menenangkan ini, ia baru tahu jika aroma tanah basah yang muncul saat hujan turun ternyata punya nama. Namanya Petrichor. Ia masih tak menyangka jika harus mendengar hal unik ini dari pria di hadapannya. S...