52 | Where Are You?
.
.
.
.Alfan memandang ke setiap penjuru kafe dengan tatapan kosong. Kali ini tempat tongkrongannya naik kasta. Jika biasanya mereka selalu mampir ke warteg, tapi untuk yang satu ini Alfan di ajak Bobi dan Alfi nongkrong di kafe. Bagaimana bisa Bobi dan Alfi yang mengajak Alfan?
Bobi merupakan sahabat keduanya sejak kecil, namun semenjak Alfan dan Alfi berpisah, Bobi lebih sering satu sekolah dengan Alfan. Itu membuat hubungan keduanya makin erat bahkan sampai sekarang. Dan ketika mereka bertiga bertemu lagi di kampus yang sama, Bobi tidak sedekat dulu dengan Alfi karena Bobi sudah tau hubungan antara Alfan dan Alfi tidak baik.
Ketika Bobi mengetahui kedua saudara kembar itu sudah baikan, pria itu benar-benar tak menyangka. Akhirnya setelah sekian lama mereka bertiga bisa berkumpul lagi.
"Gimana bro, udah sampe mana projek skripsi?" Alfi membuka suara. Pria itu menyeruput Mocktail.
"Iya deh yang bentar lagi sidang. Kita mah dapet balesan dari dosen pembimbing aja udah bersyukur. Iya ga, Fan?" Bobi menyikut Alfan. Kali ini Alfan tersenyum tipis.
Alfi tertawa nyaring mendengar respon Bobi, padahal Alfi tidak bermaksud menyindir.
"Liat tuh sodara kembar lo, Fan. Bener-bener ga waras. Gue aja baru mau pengajuan judul, lah dia udah mau sidang proposal aja."
"Masih mending lo lah, gue malah ketinggalan matkul." Sahut Alfan. Karena sejak ia kabur dari rumah, Alfan bolos kuliah hampir satu bulan. Jadi ia harus mengejar ketertinggalannya.
Sudah seminggu Alfan kembali pada rutinitasnya. Setiap hari ia berangkat ke kampus, belajar, bertemu teman. Namun yang berbeda di semester ini ia harus bimbingan skripsi. Jadwal kuliahnya pun tidak sepadat semester lalu.
Rutinitas di rumah pun kembali seperti semula. Hubungannya dengan Rena dan Wira berjalan sebagaimana mestinya, seperti tidak terjadi apa-apa. Sekarang Dion malah semakin dekat dengannya. Bocah itu sering merajuk tiap kali Alfan pergi.
Apalagi dengan banyaknya jam kosong di semester ini, ia bisa lebih banyak membuat karya. Kini kehidupannya sudah nyaris sempurna.
Benar kata Sarah, semester tujuh ini hanya ada beberapa mata kuliah. Alfan jadi punya lebih banyak waktu kosong dibanding semester lalu. Ah, lagi-lagi nama itu harus hadir di kepalanya. Kenapa ia tidak bisa sehari saja tidak memikirkan dia?
Alfan menyaksikan Alfi dan Bobi dengan senyum nanar. Semua yang hilang dari dunianya telah kembali. Keluarganya, kembarannya, bahkan ayahnya. Semua berjalan lebih baik dari yang ia harapkan.
Tapi masih ada satu keping puzzle yang belum lengkap. Dan sesuatu itu membuatnya hampa. Setiap kali Alfan menginjakkan kaki di kampus, harapannya untuk bertemu Sarah makin besar. Tapi ia merasa semakin jauh dengan manusia yang satu itu. Alfan merasa kesepian. Ia merindukan Sarah.
"Ada yang lebih gila dari gue malah. Masa pas masih KKN dia udah pengajuan judul skripsi."
"Siapa?"
"Sarah." Alfi tersenyum sekilas saat melirik Alfan.
Alfan tidak bicara, pria itu justru memalingkan wajah.
"Yaah malah diungkit, gimana sih? Jadi diem kan." Bobi tertawa sambil menunjuk Alfan. Sontak Alfan menimpuknya dengan tisu.
"Gimana sih temen lo, Bob. Masih aja cemen masalah cewek." Sindir Alfi.
"Dia kembaran lo, monyet. Kok nanya gue?"
"Jomblo aja pada belagu lo pada." Ujar Alfan merasa tak terima dianggap cemen. Ya, meski memang seperti itu faktanya.
"Dahlah cape gue. Kalo aja engga gue kasih tau ke Sarahnya langsung, hubungan mereka kayanya ga ada perubahan." Ujar Bobi dengan santainya yang justru disambut pelototan tajam dari Alfan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR [END] ✓
Fiksi RemajaSeumur hidup Sarah mencium aroma asing yang menenangkan ini, ia baru tahu jika aroma tanah basah yang muncul saat hujan turun ternyata punya nama. Namanya Petrichor. Ia masih tak menyangka jika harus mendengar hal unik ini dari pria di hadapannya. S...