54. Kota Tua

5.3K 726 409
                                    

Part ini panjang, jadi baca di waktu gabut dan pikiran jernih ya. Di part ini alurnya maju mundur, jadi perhatiin italic untuk waktu flashback.

Banyak yang bingung kenapa Mega lebih mentingin ego dari pada anak-anaknya. Tapi di real life kasus ini banyak kok

___________________________________________

54. Kota Tua
.
.
.
.


Dua Minggu setelah Sarah membuat janji temu dengan ibunya melalui Alfi, akhirnya hari yang dijanjikan pun tiba. Tempat yang dipilih oleh Mega ternyata jauh dari ekspektasi Sarah. Sarah pikir Mega akan menemuinya di kafe atau tempat familiar lain. Mega justru memilih tempat paling menyakitkan yang siap menggores masa lalunya kembali.

Kota tua.

Pemandangan yang identik di kota tua adalah gedung-gedung putih bernuansa Eropa. Serta sepeda ontel yang memenuhi taman Fatahillah. Jangan lupakan pedagang-pedagang kaki lima yang memenuhi sisi jalan. Wisatawan bertebaran dimana-mana membuat kota tua tidak pernah sepi.

Pemandangan ini terlalu ramai dan berisik. Sarah tidak terlalu suka suasana di sini. Untungnya Mega membawa Sarah ke tempat yang agak sepi.

Sarah berjalan mengikuti Mega. Mereka tengah menyusuri kali besar taman Fatahillah. Ada dermaga apung membelit kali besar, tapi sayangnya pengunjung tidak boleh memasuki area itu. Mereka hanya bisa memandangi dermaga apung dari atas jembatan penghubung. Sarah masih asik melihat sekitar sebelum suara Mega memecah keheningan.

"Tahun sembilan enam--"

Desiran angin meniup sepanjang kali hingga membentuk gelombang-gelombang kecil.

Sarah menatap Mega begitu wanita itu memulai cerita. Mega sendiri tampak menerawang seolah tengah meniti setiap sejarah yang pernah ia lalui bersama seseorang di masa lalunya. Entah kenapa, Sarah bisa merasakan kesakitan itu.

"Itu terakhir kali mama ketemu dia."

Angin dingin meniup tengkuk Sarah. Sebelumnya hembusan angin itu terasa nikmat, tapi setelah Mega membuka cerita, mendadak angin yang berhembus menjadi lebih mencekam.

"Namanya Riza Mahardika."

Mega terdiam cukup lama. Semua cerita ini kembali mengoyak lukanya. Tapi memang pada dasarnya luka itu belum benar-benar pulih, maka ketika luka itu tergores sedikit, Mega masih merasakan perih.

"Dia merantau dari luar kota Ke Jakarta buat kuliah. Dia itu ibarat inti kampus, adanya dia bikin suasana jadi hidup. Dia bersinar, sedangkan mama biasa aja. Dia pintar, mama biasa aja. Dia dari keluarga terpandang, sedangkan mama dari keluarga biasa-biasa aja. Bagi Riza, mungkin perbedaan itu yang bikin kita saling melengkapi."

Wanita itu semakin menunduk.

"Tapi bagi mama itu masalah--"

--karena mama yang serba biasa aja, enggak sebanding dengan dunianya."

Sesuatu dalam tenggorokan Sarah tercekat.

💧💧💧

Bohong jika Mega berkata ia tidak berniat menjalin hubungan dengan pria mana pun pada masa itu. Bohong jika Mega berkata ia ingin fokus menyelesaikan studinya dulu saat ada pria lain yang melamarnya. Bohong jika Mega mengaku tidak ada seseorang yang ia sukai.

Mega pasti akan memasang wajah datar setiap kali Riza bercanda, "cari pacar gih, biar engga ngerepotin saya terus. Emangnya engga ada yang kamu suka ya di kampus?"

PETRICHOR [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang