Part 27

5.4K 692 126
                                    

Happy reading..

---

Bayu menatap sendu pada Rafa, anak itu masih diam menyandar padanya. Sampai di rumah sakit tadi, Bian langsung ditangani oleh dokter, jadilah mereka harus menunggu di ruang tunggu. Waktu berlalu dan mereka sudah cukup lama menunggu, tapi dokter yang menangani Bian belum juga keluar. Itu yang membuatnya semakin resah dan khawatir, ditambah ia juga memikirkan Rafa yang masih tetap diam semenjak tiba di rumah sakit.

"Rafa, kenapa diem hm?" Bayu menengok lagi pada Rafa yang masih menyandar padanya.

"Bian nggak papa, kan, Pak?" balas Rafa akhirnya, dengan suara lirih.

Bayu tersenyum, lalu mengusap pundak Rafa di pelukannya.

"Bian udah ditangani sama dokter, pasti nggak papa. Alhamdulillah, itu bukan kecelakaan besar, jadi kemungkinan Bian nggak luka parah," terang Bayu.

Rafa hanya mengangguk, lalu kembali menyamankan diri dipundak gurunya itu. Badannya terasa lemas, antara lelah dan rasa takut yang belum sepenuhnya hilang.

"Kamu tenang aja, nggak usah terlalu dipikirin. Bian pasti nggak papa," ucap Bayu lagi menenangkan.

Sampai kemudian, pintu ruangan itu terbuka dan menampilkan seorang dokter yang berjalan menghampiri mereka.

"Ah, dokter.. Gimana keadaan Bian, dok?" tanya Bayu yang menyadarinya. Ia ingin beranjak untuk berdiri, namun teringat bahwa Rafa masih sepenuhnya bersandar padanya.

Dokter itu tersenyum paham, lalu mengangguk memaklumi hal itu. Lagipula, ia hanya akan memberitahu kondisi juniornya yang kini menjadi pasiennya itu. Tak akan memakan waktu yang lama.

"Alhamdulillah, kondisi Dokter Bian baik-baik saja. Lukanya bukan luka yang parah, jadi tak menyebabkan cedera apapun. Hanya butuh istirahat beberapa hari untuk pemulihannya saja," jelas dokter bernama Tian Yudistira itu.

"Nggak sampai kekurangan darah, dok?" tanya Bayu saat mengingat darah Bian yang keluar lumayan banyak.

"Tidak, lukanya memang mengeluarkan darah yang lumayan banyak, tapi alhamdulillah tidak sampai harus transfusi."

"Aah, gitu.. Terimakasih dok."

"Sama-sama, kalau begitu saya permisi. Untuk Dokter Bian akan segera dipindahkan ke ruang rawat," ucap Dokter Tian sebelum berlalu.

Bayu hanya mengangguk sebagai respon, lalu kembali menatap Rafa yang tak kunjung beranjak darinya.

"Rafa.." panggilnya kemudian.

Bayu mengusap pundak Rafa, namun tak mendapat respon. Sampai akhirnya Bayu sadari deru nafas anak itu terdengar teratur. Rafa tertidur, pasti anak itu kelelahan. Karena guratan lelah begitu tampak di wajah anak itu, ditemani keringat yang juga ikut membasahi wajahnya.

Bayu menghela nafas, lalu mengangkat Rafa untuk membawanya ke kamar rawat dimana Bian akan ditempatkan. Agak kaget saat menyadari rupanya Rafa lumayan ringan, tak seperti bayangannya sebelumnya. Lalu ia berjalan mengikuti kemana brankar Bian didorong.

Hingga akhirnya mereka sampai di salah satu ruang rawat, tempat Bian akan dirawat. Bayu ikut masuk dan segera membaringkan Rafa di sofa, setelahnya ia meminta selimut pada seorang perawat untuk menyelimuti anak itu. Untuk sementara ia biarkan dulu Rafa beristirahat disini, mungkin akan ia antar anak itu pulang nanti. Ia juga tak tega membangunkannya.

---


Bayu mendekati ranjang Bian dan duduk di kursi dekat ranjang itu. Tangannya memainkan jari-jari Bian, saat rasa bosan melanda. Sampai saat ia rasakan tangan yang ia mainkan itu bergerak.

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang