Part 5

7.4K 730 31
                                    

Happy reading..



---

Sesampainya mereka di rumah, Bian segera meminta Mang Udin untuk membuka gerbangnya. Tentu Mang Udin kaget, majikannya itu bilang bahwa anak yang Bian bawa itu perlu rawat inap. Tapi nyatanya, malam ini mereka malah pulang naik taksi.

"Loh, A Bian kenapa pulang? Bukannya anak itu harus dirawat di rumah sakit ya A?" tanya Mang Udin seraya mendekati mereka.

"Iya Mang, harusnya begitu. Tapi Rafa minta pulang terus, jadi Bian bawa pulang buat rawat jalan aja di rumah. Sama dokternya juga udah dibolehin," jelas Bian.

"Ooh, gitu. Syukur ya A.."

"Iya. Ya udah Mang, Bian masuk dulu ya Mang."

"Iya A Bian, silahkan."

Bian segera melangkah masuk ke dalam rumahnya. Bergegas menuju kamarnya dan berniat menidurkan Rafa lagi diranjangnya. Bagaimanapun Rafa itu masih sakit, tak tega jika ia membiarkannya tidur di kamar tamu sendirian.

"Tidur yang nyenyak yaa, besok bangun harus udah mendingan," ucap Bian dengan tangan meraih selimut, dan menyelimuti Rafa sebatas dada. Setelahnya ia beralih pada sofa di sudut kamar. Ia akan tidur disana untuk sementara, sambil mengawasi Rafa tentunya.

---

Pagi hari saat jam telah menunjukkan pukul 8 pagi. Bian telah rapi dengan pakaian santainya. Mengingat Rafa kini menjadi pasiennya, maka dari itu ia meminta izin untuk merawat Rafa di rumah yang kemudian diberi cuti untuk tidak bekerja di rumah sakit. Sampai kondisi anak itu kembali pulih.

Bian memasuki kamarnya setelah beberapa menit yang lalu ia berkutat di dapur untuk menyiapkan bubur untuk Rafa dan sarapan untuknya sendiri. Mengingat, Bi Inah- pembantu rumahnya itu tidak bisa datang hari ini.

"Rafa, hey bangun," Bian menepuk pelan pipi Rafa, berharap anak itu segera terbangun.

Namun Bian tak mendapat respon dari anak itu. Rafa masih terpejam dengan lelapnya.

"Rafa.. Bangun dulu, hey.." Bian beralih mengusap tangan Rafa.

"Eunghh.." mata yang semula terpejam, kini mulai terbuka. Rafa mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatannya.

"Nah, bangun juga akhirnya."

"Kenapa?" Rafa mendudukkan dirinya bersandar di kepala ranjang.

"Sarapan dulu, nih makan."

Rafa menerima mangkok berisi bubur itu segera. Ia malas aslinya, tapi untuk kali ini saja ia akan bersikap baik pada penolongnya itu.

"Mukanya biasa aja dong, niat makan nggak sih?" Bian menegur, Rafa di depannya itu terlihat ogah-ogahan saat makan.

"Gue nolak juga bakal lo jejelin."

Bian terkekeh, benar juga. Ia akan tetap memaksa sampai bubur itu bisa tandas oleh Rafa.

"Ya udah, lo habisin dulu ya. Gue juga mau makan di bawah sama Mang Udin," ucap Bian kemudian.

"Hm.."

Bian mendelik, sesingkat itu jawaban dari Rafa. Dasar bocah!

Bian lalu keluar untuk memanggil Mang Udin agar bersarapan bersamanya.

"Mamang, ayo makan dulu," ajak Bian.

"Eh, A Bian. Iya A, mari.."

Mereka berjalan beriringan menuju ruang makan. Menikmati sarapan bersama seperti ini merupakan rutinitas Bian dan Mang Udin setiap pagi, jika Bian tak ada jadwal sift malam yang menyebabkan ia sering bersarapan di kantin rumah sakit sekalian.

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang