Happy reading..
Suasana canggung masih terasa, bahkan setelah beberapa menit berlalu. Tak ada yang memulai obrolan, hanya deheman beberapa kali yang kembali berakhir bungkam. Kopi kemasan yang mereka pesan juga sepertinya sudah kehilangan panasnya.
"Hm.. Kayaknya ini nggak bakal selesai kalo kita cuman diam aja, Na." ujar Bian akhirnya.
"Ah, iya. Jadi Bian, apa kabar?" tanya
Raina masih sedikit canggung."Aku baik. Seenggaknya kamu masih liat aku nafas kan?" balas Bian yang dibalas tawa oleh Raina.
"Bisa aja."
"Kamu sendiri apa kabar?"
"Baik. Kamu juga masih liat aku nafas kan," ujar Raina mengikuti candaan Bian.
"Haha, kamu masih sama ternyata."
"Iya lah, kan aku bukan power rangers."
Bian mengangguk, "jadi kapan kamu balik? Aku lama nggak dapat kabar dari adik kamu," tanyanya.
"Ah, aku belum lama sih pulang kesini. Belum ada sepekan lah. Mungkin juga bakal disini aja, soalnya udah selesai kerjaan disana." balas Raina.
Bian mengangguk mengerti. Ia kemudian menyesap kopi kemasannya. Ternyata setelah sedikit obrolan itu pun, tak mengurangi kecanggungan diantara mereka.
"Jujur aku kaget sih tiba-tiba liat kamu di ruang rawat Rafa. Kok bisa?"
"Itu, kebetulan hari ini aku yang jemput Maurin karena Papa nggak bisa jemput. Pas sampe sana dia lagi sama Rafa, katanya Rafa sakit. Terus Maurin bilang Rafa tinggal sama kamu, tadinya juga mau diantar ke rumah. Tapi aku inget, jam segini kamu kan masih di rumah sakit, jadi sekalian aja kesini biar dapat penanganan."
Bian tersenyum, gadis di depannya itu ternyata masih sama. Seorang Raina yang akan dengan senang hati bercerita kepadanya. Ah, Bian jadi rindu masa-masa saat mereka bertiga dulu dengan Bayu.
"Ngomong-ngomong, kamu gimana? Aku kira bakal dapet undangan nikahan kamu," tanya Raina berniat menggoda Bian.
"Enggak ada, belum kepikiran aja."
"Aku kira malah kamu duluan, kan kamu cewek.""Emang kenapa kalo aku cewek?" Raina tertawa.
"Yaa, kan biasanya gitu, cewek lebih dulu nikahnya."
"Ada-ada aja."
"Oiya, Bayu gimana?""Baik. Nggak ada yang berubah dari seorang Bayu, masih aja sengklek."
"Oiya? Pantes kamu masih temenan." ujar Raina diakiri dengan tawanya.
"Enggak gitu, emang dasarnya Bayu aja yang nggak bisa tanpa aku, haha."
"Kamu bisa aja. Emang dia belum ada calon juga?"
"Belum," Bian menggeleng.
"Nggak tau juga mau nyari kapan, kirain dulu mau sama sesama guru situ juga. Bayu kan dulu pernah deket sama ibu guru di sekolah dia ngajar, ternyata dia udah diikat."Raina mengangguk paham, kisah percintaan mereka memang belum ada yang bisa dibilang sukses dari dulu. "Kapan-kapan kita ketemuan bertiga, pasti seru."
Dan obrolan mereka masih berlanjut, sambil melepas rindu setelah beberapa tahun tak saling jumpa.
---
Rafa terbangun sore harinya setelah anak itu tertidur karena pengaruh obat. Saat ia bangun, kamar rawatnya sangat sepi. Entah semua orang ada dimana.
Rafa kemudian bangun dan duduk bersandar setelah menata bantal di belakang punggungnya. Menunggu kira-kira siapa yang akan datang pertama ke ruang rawatnya. Pandangannya mengedar, dan handphone di atas meja menarik perhatiannya, lumayan untuk menghilangkan bosan sambil menunggu Bian datang. Karena dari semua orang yang ia kenal, ia lebih mengharapkan Bian saja yang datang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Here ✔️
Fiksi UmumTerkadang, hangatnya kekeluargaan nggak mesti didapat dari keluarga kandung atau saudara yang sedarah.. Karena orang lain juga bisa menjadi orang paling dekat, bahkan menjadi keluarga..